Chapter 08

718 94 20
                                    

"Silakan, Tuan dan Nona. Kursi Anda di sebelah sini."

Rere berjalan menghampiri kursi sesuai dengan arah tunjuk si pramugari, kemudian mengambil posisi duduk dan meluruskan kakinya. Rasanya benar-benar luar biasa. Kursi yang didudukinya sekarang begitu lebar dan empuk, lengkap dengan bantal dan selimutnya yang super wangi. Suasananya pun terbilang cukup tenang. Hanya ada lima orang penumpang saja termasuk dirinya yang menempati kabin first class ini.

"Saya mau black coffee satu," ucap Gara kepada si pramugari.

"Baik, Tuan." Si pramugari mengangguk patuh lalu menoleh ke arah Rere. "Kalau Nona?"

"Hm ..." Rere menyoroti deretan menu welcome drink di tangannya selama beberapa detik, kemudian berkata, "Saya mau jus stroberi aja deh. Esnya yang banyak ya."

"Baik, mohon ditunggu sebentar ya." Si pramugari memasang senyum sekilas lalu berbalik ke arah pantry. Tidak lama kemudian, dia kembali sambil mendorong troli yang berisi berbagai macam minuman pesanan para penumpang. Dia mendatangi setiap kursi dan menghidangkan minuman satu per satu.

"Silakan minumannya."

"Makasih ya, Mbak," ujar Rere dengan senyum simpul.

"Sama-sama."

Si pramugari mengukir senyum lalu berbalik dengan gerakannya yang elegan. Wow, cantik sekali. Parasnya begitu menawan ditunjang dengan sikap dan tutur katanya yang baik. Perawakannya pun tinggi dan langsing dengan lekuk tubuh yang indah bak seorang peragawati. Rere yang sesama perempuan saja terkagum-kagum melihatnya.

"Cakepnya," gumam Rere.

"Siapa?" tanya Gara setengah berbisik.

"Tuh, yang di depan." Rere menunjuk si pramugari dengan lirikan matanya.

"Oh, dia ya. Emang cakep sih, but she's not my cup of coffee," respon Gara datar.

Alis Rere terangkat. "Oh ya? Padahal dia cakep banget lho. Ramah banget pula ke semua orang."

"Justru itu poin utamanya. Perempuan yang terlalu ramah terutama terhadap laki-laki bisa menjadi masalah besar. Mending yang agak galak sekalian, seperti seseorang yang kukenal," ucap Gara santai lalu menyesap kopi hitamnya perlahan.

"Wah, seleranya Mas Gara unik juga ya. Jadi pengen ketemu deh sama orang itu," balas Rere dengan nada setengah bercanda.

"Kamu udah ketemu kok. Nih, orangnya ada di sini." Gara menunjuk mata kanannya dengan jari telunjuk. Rere mengernyit dan memperhatikan arah tunjuknya. Begitu menangkap bayangan dirinya di netra hitam itu, spontan Rere mendengus geli.

"Galak dari mananya, coba? Apa karena aku mukul Mas Gara pakai botol kecap waktu itu?"

Gara tertawa kecil. "Maybe?"

Beberapa menit kemudian terdengar suara pilot yang memenuhi kabin, menginformasikan bahwa sebentar lagi pesawat akan lepas landas. Bersamaan dengan itu, pesawat mulai bergerak. Rere pun segera bersiap dan memasang sabuk pengaman sesuai dengan instruksi. Perlahan, pesawat itu mengudara tinggi ke langit. Setelah kurang lebih 20 menit, pesawat itu akhirnya mencapai titik tertinggi. Rere bisa melihat pemandangan lautan awan dengan semburat matahari yang menembus celah-celahnya. Indah sekali. Inilah alasan utama Rere memilih kursi di dekat jendela. Dia jadi bisa menikmati pemandangan menakjubkan itu dengan lebih leluasa sambil menyedot jus stroberi yang dingin dan manis.

"Permisi, Pak. Kami memiliki koleksi wine terbaik yang cocok untuk menemani perjalanan Bapak siang ini. Apakah Bapak ingin mencobanya?"

Rere langsung menoleh begitu mendengar suara feminim yang lembut dan berwibawa itu. Di hadapan Gara sekarang berdiri si pramugari yang tadi dengan sebotol anggur super mahal di tangannya.

Mother, I Don't Want To Get Married! [EDIT ON PROCESS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang