"Selamat tidur ya, Sayang. Mimpikan aku." Gara memasang senyum dan melambaikan tangannya.
Sontak Rere mengernyih geli. "Nggak usah banyak gaya deh, Om. Udah, cepat pulang sana," ujarnya dengan nada mengusir.
"Ya ampun, sayangku ini emang galak bener kayak apotek tutup. Nggak ada obat. Aku jadi makin sayang deh sama kamu," goda Gara.
Rere meringis dan bergumam, "Sialan. Aku bakal mimpi buruk malam ini."
Gara terkekeh seraya menutup kaca jendela mobilnya. Begitu mobil itu menghilang dari lapang pandang, Rere langsung mendesah lega. Akhirnya dia terbebas juga dari om-om sinting itu. Dia lalu berbalik dan masuk ke dalam rumah. Terdengar suara riuh dari arah ruang tengah. Ternyata Bu Yuli sedang menonton acara kompetisi menyanyi favoritnya di salah satu stasiun televisi. Begitu menyadari kehadiran anaknya, Bu Yuli menoleh dan memasang senyum.
"Baru pulang, Nak?" tanya Bu Yuli basa-basi.
"Iya, Ma," balas Rere seraya mengambil posisi duduk di sebelah kanan Bu Yuli, kemudian menghela napas panjang.
"Gimana kencanmu tadi dengan Gara? Pasti romantis banget," tanya Bu Yuli lagi dengan wajah antusias.
Alis Rere terangkat. "Romantis apaan? Yang ada dia bikin aku kesel mulu. Nih, dahiku sampai banyak kerutannya," keluhnya seraya menunjuk dahi lebar dan ratanya.
Bu Yuli memperhatikan dahi anaknya sejenak lalu tertawa. "Ini sih karena kamu kebanyakan mikir urusan kerjaan, Nak. Untung kerutannya cuma samar-samar, masih bisa dihilangin dengan setrika wajah."
Spontan Rere menepuk satu lengan Bu Yuli setengah gemas. "Ih, Mama malah bahas setrika wajah. Aku beneran kesel nih sama Mas Gara. Lama-lama bisa stres aku gara-gara dia."
"Tapi kamu cinta banget kan sama dia? Kamu bilang dia segalanya buat kamu."
Rere langsung terdiam seribu bahasa. Dia ingin membantah, tetapi entah kenapa seperti ada sesuatu yang mengunci mulutnya untuk tidak bersuara.
"Sini, Mama peluk dulu."
Bu Yuli mengulurkan kedua tangannya dan menarik Rere ke dalam pelukannya. Perlahan dia mengelus dan menepuk punggung anaknya dengan lembut. Rere memejamkan mata, menikmati setiap kehangatan yang dirasakan jiwa dan raganya. Suara penyanyi wanita yang merdu disusul dengan suara tepuk tangan meriah dari televisi menjadi pengisi keheningan di antara mereka.
"Mama tahu kamu nggak bener-bener cinta sama Gara. Kamu pacaran sama dia supaya kamu punya alasan untuk menolak perjodohan, kan? Tapi, karena ketidaktahuanmu, kamu malah memacari Gara yang merupakan calon suamimu sendiri."
Sontak Rere menegakkan tubuhnya. "J-jadi, Mama udah tahu semuanya dari awal?" tanyanya agak tergagap.
"Nggak juga, Nak," jawab Bu Yuli sambil menggeleng. "Mama cuma ngerasa ada yang nggak beres aja sama pengakuanmu waktu itu. Mana mungkin kamu yang sehari-harinya bergaul sama Rara dan Tania tiba-tiba punya pacar? Cerita soal laki-laki aja nggak pernah, boro-boro pacaran. Dan akhirnya, Mama menemukan jawaban atas kecurigaan itu barusan. Ternyata seperti itu kejadiannya selama ini."
Rere kehilangan kata-kata. Semua yang dikatakan Bu Yuli barusan merupakan kebenaran yang tak terbantahkan. Terima kasih kepada om-om sinting itu, Rere sudah tidak punya celah lagi untuk mengelak. Tidak ada lagi yang bisa dilakukannya selain mengaku dan meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mother, I Don't Want To Get Married! [EDIT ON PROCESS]
Romance"Kalau begitu, maukah Bapak menjadi pacar saya?" "Kenapa saya harus menerima tawaran itu?" "Um ... tentu saja karena saya menyukai Bapak." Rere tidak ingin menikah, tetapi sang mama memaksanya untuk menerima perjodohan. Oleh karena itu, Rere nekat m...