Chapter 20

500 64 13
                                    

"Aku berangkat kerja dulu ya, Re."

"Oke, hati-hati di jalan ya, Mas."

Rere mencium punggung tangan Gara lalu keduanya saling mengucapkan salam. Sambil menenteng tas kerjanya, Gara melangkahkan kakinya meninggalkan penthouse. Akhirnya, Rere bisa juga mengisi hari liburnya ini dengan sesi me time. Ada satu film komedi romantis yang sangat ingin ditontonnya, rekomendasi dari Tania. Namun sebelum itu, dia harus menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Pagi ini cuacanya begitu cerah, jadi dia memutuskan untuk mencuci baju. Sembari menunggu mesin cuci mati, dia mencuci peralatan makan yang kotor dan membersihkan dapur. Peluhnya pun bercucuran membasahi kening, leher dan punggungnya, tetapi dia tidak merasa keberatan sama sekali. Anggap saja dia sedang berolahraga.

Sudah 1 bulan Rere tinggal di tempat ini. Dia sudah benar-benar terbiasa akan kehidupan barunya sebagai seorang istri. Hal-hal yang sebelumnya jarang dilakukannya, kini telah menjadi bagian dari kegiatannya sehari-hari. Mulai dari menyapu, mencuci baju dan piring kotor, hingga membersihkan dapur, semua dilakoninya dengan penuh keikhlasan. Sebenarnya Rere bisa saja memasrahkan semua pekerjaan itu kepada asisten rumah tangga yang datang membersihkan seisi penthouse ini dua kali dalam seminggu. Namun, dia merasa terlalu sungkan untuk melakukannya. Gara sudah menyediakan tempat tinggal senyaman ini untuk dirinya, bahkan sampai memberikan black card, tentu Rere tidak bisa ongkang-ongkang kaki begitu saja tanpa berbuat apapun. Setidaknya, inilah yang bisa Rere lakukan untuk membalas kemurahan hatinya.

Ketika sedang asyik menjemur baju, tiba-tiba Rere mendengar ponselnya bernyanyi merdu dari arah meja yang berada di belakangnya. Cepat-cepat dia menghampiri ponsel itu dan membaca nama penelepon yang tertera. Ternyata dari Gara. Padahal belum 2 jam sejak dia berangkat ke kantor. Ada apa gerangan?

"Halo, assalamualaikum," sapa Gara begitu Rere menempelkan ponselnya ke telinga kiri.

"Walaikumsalam. Kenapa, Mas? Ada barangmu yang ketinggalan?" tebak Rere.

"Nggak, bukan itu. Aku cuma mau ngabarin kalau Mama bentar lagi dateng. Barusan beliau telepon aku, katanya udah otw."

Rere terkaget. "Mama Junita mau main ke sini? Dadakan banget."

"Iya, mungkin sampai sekitar 15 menit lagi. Kamu temenin Mama dulu ya, Re. Aku masih ada banyak kerjaan sekarang, tapi kuusahakan cepet nyusul."

"Oke, Mas Gara santai aja. Biar aku yang tangani Mama di sini."

Begitu panggilan berakhir, Rere memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan buru-buru menyelesaikan jemurannya. Lupakan soal menikmati me time-nya, dia berada dalam krisis sekarang. Dengan secepat kilat, dia mengantung semua cucian yang tersisa lalu tancap gas ke ruang tengah. Untung Rere sudah selesai menyapu seisi ruangan selepas subuh tadi, jadi dia bisa sedikit lebih tenang. Dia tinggal merapikan koran dan majalah yang berceceran lalu mengganti taplak meja. Terakhir, dia meletakkan beberapa barang miliknya di dalam kamar Gara, sebagai antisipasi kalau-kalau Bu Junita masuk dan memeriksa kamar anaknya. Jangan sampai mama mertuanya itu tahu bahwa mereka berdua tidur dalam kamar terpisah.

Tepat saat mengunci pintu kamarnya, Rere mendengar suara denting bel yang menggema nyaring. Itu pasti Bu Junita. Rere pun bergegas menghampiri pintu untuk menyambutnya. Seperti biasa, Bu Junita tampak cantik dan anggun sekali. Dia mengenakan gaun A-line biru langit yang cerah seperti cuaca hari ini. Rambut ikal sebahunya dibiarkan tergerai indah tanpa aksesoris apapun. Perhatian Rere lalu tertuju pada tas karton besar yang dijinjingnya. Apa saja isinya? Kenapa ukurannya besar sekali?

Mother, I Don't Want To Get Married! [EDIT ON PROCESS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang