Chapter 19

519 68 18
                                    

"Kalian beneran nggak mau berubah pikiran? Mama masih ngarep banget lho kalian seterusnya tinggal di sini," ucap Bu Junita dengan tatapan memelas.

"Mana bisa begitu, Ma. Kalau kita bergantung terus ke orang tua, kapan kita bisa mandirinya? Mama nggak usah khawatir. Kita masih sama-sama tinggal di Jakarta kok, jadi kami berdua bakal sering mampir ke sini," balas Gara selembut mungkin.

"Mama sehat-sehat ya. Kami bakal sering-sering telepon Mama," timpal Rere.

"Harus dong, Sayang. Kalau enggak, Mama bakal kena serangan malarindu saking kangennya sama kalian," kata Bu Junita seraya menarik tubuh Rere dan memeluknya dengan erat.

"Kalian ini, masa Mama doang yang kalian hubungi? Lupa ya kalau kalian juga punya Papa?" ujar Pak Rangga.

Rere pun menoleh ke arah Pak Rangga. "Nggak dong, Pa. Intinya, kami bakal sering-sering menghubungi rumah dan bertukar kabar. Papa tetap jaga kesehatan ya. Jangan lupa rutin kontrol dan minum obat," tuturnya dengan senyum manis.

"Nah, gitu dong. Ini baru menantu kesayangan Papa," kata Pak Rangga dengan senyum puas. Sambil meraih satu pundak Gara, dia menambahkan, "Kalau anak ini berani macam-macam, langsung lapor aja ke Papa. Biar Papa yang jewer dia sampai nangis," selorohnya yang langsung membuat semua orang tertawa.

"Kalau gitu, kami pamit ya, Pa, Ma," pamit Rere seraya mencium punggung tangan kedua orang tua itu secara bergantian. Gara pun melakukan hal yang sama.

"Iya, hati-hati di jalan ya. Jaga diri kalian baik-baik."

Setelah mengucapkan salam, Gara dan Rere berbalik dan masuk ke dalam mobil. Jujur, Rere masih merasa tidak enak hati. Selama ini, Pak Rangga dan Bu Junita selalu memperlakukannya dengan baik. Mungkin karena mereka sudah lama sekali mendambakan seorang anak perempuan, Rere jadi dimanja habis-habisan oleh mereka layaknya anak sendiri. Namun, demi kebaikan semua pihak, mereka berdua harus memisahkan diri dari para orang tua. Siapa yang bisa menjamin rahasia pernikahan mereka akan tetap aman selamanya bila menetap di rumah itu? Rere tidak mau terjadi drama yang tidak perlu sebelum tiba saatnya berpisah dengan Gara nanti.

"Kita mampir belanja dulu ke supermarket. Kamu mau makan apa hari ini?"

Pertanyaan dari Gara itu langsung membuat Rere berpikir menu apa saja yang harus dimasaknya di tempat tinggal baru mereka nanti. Karena kemampuan memasaknya tergolong pas-pasan, jadi Rere hanya bisa membuat beberapa menu yang sederhana seperti nasi goreng dan tumis sayur. Namun, dia juga ingin menyajikan sesuatu yang istimewa. Sebagai seorang pengacara sekaligus pebisnis dengan kekayaan di atas rata-rata, sudah pasti Gara telah terbiasa menikmati makanan enak dan berkelas. Mungkin Rere harus melakukan searching terlebih dahulu di internet?

"Lama amat mikirnya," kata Gara setelah tidak mendengar jawaban dari Rere lebih dari satu menit "Udah, ngomong aja kamu mau makan apa, biar aku yang masakin."

Spontan Rere menoleh. "Mas Gara yang mau masak? Serius?" ujarnya agak sangsi.

"Serius dong. Gini-gini aku lumayan jago lho soal dapur," balas Gara tanpa ragu.

Rere mendengus pelan. "Pasti jagonya bikin salad doang, kan? Nggak mau ah, nanti yang dimasak daun-daunan semua. Bisa-bisa aku jadi kambing nanti," candanya.

Gara pun tertawa. "Jadi kamu nantangin nih ceritanya. Fine, aku bakal masakin kamu yang spesial. Kita lihat kamu bakal ngasih aku nilai berapa habis ini," ucapnya penuh percaya diri.

Mother, I Don't Want To Get Married! [EDIT ON PROCESS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang