Usai menunaikan ibadah Maghrib, Rere kembali menuju ke dapur. Sejak tadi sore, dia memang sibuk sekali membantu menyiapkan pesta barbeque. Daripada berbaur dengan Andin dan gengnya yang jelas-jelas tidak menyukainya, lebih baik dia bercengkerama dengan Bu Junita dan para ibu yang lainnya sembari menusuk sate. Karena banyak sekali anggota keluarga yang hadir, jadi mereka membutuhkan setidaknya 500 tusuk agar semuanya kebagian.
"Nih, sementara kamu bawain keluar yang ini dulu," ujar Bu Junita seraya menyodorkan satu loyang besar berisi puluhan tusuk sate yang sudah siap.
Rere pun menyambut loyang itu. "Oke, Ma."
Dengan kedua tangan, Rere membawa loyang besar itu menuju ke halaman samping. Ada tiga buah pemanggangan yang digunakan malam ini. Terlihat para bapak yang sibuk menata arang dan menyalakan api dengan korek minyak. Di antara mereka, ada satu orang yang paling mencuri perhatian. Siapa lagi kalau bukan Gara, suami Rere yang tercinta dalam tanda kutip. Dia mengenakan kaos hitam polos dan celana pendek abu-abu. Bahkan, dalam pakaian yang paling sederhana pun ketampanannya tidak berkurang sama sekali.
"Oh, satenya udah kelar ya," ucap Gara begitu menyadari kehadiran Rere sambil tetap mengipasi arang.
"Baru sebagian kecil kok," jawab Rere seraya tetap berjalan lalu meletakkan loyang yang dibawanya di atas meja kosong di sebelah pemanggangan.
"Mau kubakarin sate apa?"
Rere memperhatikan sejenak sate-sate yang berada di loyang itu lalu menyebutkan, "Udang lima, ayam tiga, beef dua."
Gara langsung menyanggupi. "Oke, Sayang."
Begitu bara api sudah siap, Gara langsung mengambil 10 tusuk sate sesuai dengan permintaan Rere dan mulai memanggangnya. Aroma sedap khas daging yang dibakar di atas arang menyebar ke udara. Spontan perut Rere bergemuruh. Hampir saja air liurnya menetes. Tidak, Rere tidak boleh lapar sekarang. Masih ada ratusan tusuk sate lainnya yang menunggu untuk dikeluarkan dari dapur.
"Aku ambil lagi satenya di dapur ya, Mas," ucap Rere seraya membalikkan badannya. Namun, dengan cepat Gara meraih satu tangannya sebelum dia sempat melangkahkan kakinya.
"Udah, kamu di sini aja temenin aku. Biar yang lain aja yang bawain satenya ke sini."
"Oh, oke." Rere mengangguk sekali. Sepertinya dia paham apa maksud Gara memintanya untuk tidak kembali ke dapur, jadi dia berkata, "Aku bantuin Mas Gara bakar-bakar aja deh kalau gitu."
"Nggak nggak," balas Gara dengan cepat sambil menggeleng. "Kamu cukup diam di sebelahku, biar aku yang bakar satenya."
Rere mengernyit kebingungan. "Eh? Terus aku ngapain kalau gitu?"
"Lihatin aku aja." Gara sedikit mencondongkan tubuhnya agar dapat berbisik tepat di telinga Rere. "Aku pengen nunjukin sesuatu ke kamu."
"Nunjukin apa?" Rere mulai penasaran.
"My best side, of course. Spesial buat istriku tersayang." Gara memasang senyum yang sangat manis hingga lesung pipinya tercetak jelas. Netra hitamnya berbinar-binar penuh afeksi, memandang Rere seolah dialah pusat semestanya saat ini. Harus Rere akui, akting pria ini bukan kaleng-kaleng. Gara sudah seperti aktor kelas atas. Siapapun yang melihatnya pasti akan beranggapan bahwa dia sangat mencintai istrinya. Benar-benar, Rere tidak bisa lengah sedikitpun. Bahaya sekali bila dia sampai ikut terperdaya olehnya lalu terbawa perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mother, I Don't Want To Get Married! [EDIT ON PROCESS]
Romance"Kalau begitu, maukah Bapak menjadi pacar saya?" "Kenapa saya harus menerima tawaran itu?" "Um ... tentu saja karena saya menyukai Bapak." Rere tidak ingin menikah, tetapi sang mama memaksanya untuk menerima perjodohan. Oleh karena itu, Rere nekat m...