Selamat membaca...
----------------------
Pagi ini terjadi sebuah insiden besar. Insiden ini terjadi di dua tempat yaitu, kantor polisi dan juga rumah tahanan. Kedua tempat itu diserang oleh suatu geng yang disinyalir anggota dari organisasi bernama Wild Devil. Kedua tempat itu mengalami kerusakan yang amat parah, bahkan beberapa tahanan ada yang berhasil kabur. Insiden itu banyak menelan korban. Salah satunya adalah ayah dari Jessi.
"Ayah!" teriak Jessi ketika sudah berada tepat di depan pintu UGD.
Dirinya ingin masuk, tetapi ditahan oleh Jaya.
"Jes tenang."
"Tenang? Lu bilang tenang? Lu punya otak kan! Ayah gw lagi di dalam lu nyuruh gw tenang!"
"Iya gw tau lu panik dan khawatir, tapi dokter juga lagi berusaha nyelametin ayah lu. Jadi gw harap lu tetap tenang ya."
Jessi sudah tak kuasa menahan tangis. Dia menjatuhkan kepalanya di dada Jaya.
Jaya memeluk Jessi dan mengelus kepala bagian belakangnya. Ini hanya sebuah naluri dalam diri Jaya untuk menenangkan Jessi.
Jessi dan juga Jaya telah izin untuk pergi kesini. Awalnya setelah mendengar kabar ini Jessi ingin mengabari dan meminta Ashel untuk menjemputnya, tapi itu cukup memakan waktu yang lama. Pada akhirnya Jaya lah yang mengantar Jessi pergi ke rumah sakit tempat ayahnya berada.
"Reinhard!"
Jessi mengenali suara ini. Jessi segera melepas pelukan Jaya dan melihat ke asal suara itu.
"Mama!"
Jessi segera menghampiri perempuan yang dipanggil 'mama' itu, tapi kejadian mengejutkan terjadi. Ketika Jessi hendak memeluknya perempuan itu langsung menampar Jessi hingga jatuh ke lantai. Tak sampai disitu saja, perempuan itu kembali menghadiahi Jessi dengan beberapa injakan. Serangan itu membabi buta hingga seluruh anggota tubuh Jessi seperti di absen dengan kaki dari perempuan itu.
Jaya langsung mengunci kedua tangan perempuan itu dan langsung menariknya. Jaya sempat bertatapan dengan Jessi. Jaya merasakan rasa sakit ketika melihat mata itu.
"Jess pergi!"
"Ini gara-gara lu! Dasar anak pembawa sial!" bentak perempuan itu sambil berusaha melepaskan diri.
"Jess!"
Jessi pergi dari sana. Jessi tak tau sudah berapa banyak air mata yang dikeluarkannya dari kemarin.
Setelah dirasa cukup Jaya segera melepaskan perempuan itu. Mereka berdua menjadi tontonan orang banyak. Security datang menghampiri mereka untuk memperingati agar tak membuat keributan.
"Bapak gak usah repot-repot usir saya, saya memang mau keluar dari sini. Kalau bapak ingin tau apa yang terjadi tadi? coba bapak tanyakan ke ibu ini. Saya mohon maaf atas keributan nya pak, permisi."
Jaya segera keluar untuk mengejar Jessi, tapi di tengah perjalanan dirinya bertemu dengan Ashel.
"Loh kak mau kemana?"
"Ngejar Jessi."
"Ci Jessi kenapa kak?"
"Panjang ceritanya. Sekarang lu disini aja tungguin ayah nya Jessi. Nanti semisal penanganannya udah selsai lu kabarin gw."
Jaya kembali berlari. Ketika berada di luar Jaya mencoba keliling area rumah sakit. Soalny Jaya tak menemukan keberadaan Jessi.
+++++++++++++
Keadaan kelas sekarang menjadi ribut. Mereka semua sedang membicarakan insiden yang terjadi tadi.
Adnan menduga dalang di balik insiden itu adalah organisasi Wild Devil.
"Loh jam kosong ya?"
"Lah kemane aje lu Vi? Ini dah jam berapa njiir lu baru nongol."
"Gw tadi nganterin adek gw ke dokter dulu. Tadi pas gw mau berangkat tiba-tiba dia meriang."
"Kenapa gak sekalian cabut aja?"
"Dih emangnya gw lu, gw kan murid teladan."
Orang yang barusan adalah Viano. Dia baru datang. Adnan melihat gerak-gerik Viano. Dia tetap masih mencurigai salah satu temannya ini.
"Kenapa lu liatin gw gitu bat sih Nan?"
"Gpp. Gw cuma kebelet. Ols nanti kalau ada guru bilang gw ke toilet." ucap Adnan lalu pergi begitu saja.
"Dikira muka gw mirip WC kali yak."
"Emang mirip sih."
"Sialan lu!"
Singkat cerita Adnan sudah berada di dalam toilet. Sebelum masuk tadi Ada sempat melihat keadaan sekitar terlebih dahulu. Keadaannya sepi.
"Lu mau ngomong apa?" tanya Adnan yang sudah menatap cermin yang memang disediakan di dalam toilet.
"Nunggu apa lagi? Dia Seven Nan!"
Adnan bingung dengan pikirannya. Satu sisi ada benarnya perkataan Rifal. Kecurigaannya tentang Viano adalah Seven hampir menyentuh angka 80%, tapi di sisi lain Viano jiga merupakan teman darinya.
"Kenapa? Jangan bilang lu gak mau bunuh dia cuma gara-gara dia temen lu."
"Gw nunggu semua bukti ke kumpul dulu."
"Persetan dengan bukti, dasar pengecut! Punya teman malah buat lu semakin lemah Adnan!"
"Gak punya teman juga membuat lu tampak menyedihkan Rifal!"
"Diem lu brengsek!"
Adnan pergi keluar dari sana. Dia tak mau membuat keributan yang nantinya bisa menimbulkan kecurigaan terhadapnya. Ketika tengah berjalan HP miliknya berbunyi.
"Lah Jessi ilang!"
-+-+-+-+-+-+-+-+-
Hancur satu kata itulah yang paling tepat untuk menggambarkan suasana hati dan pikiran Jessi sekarang. Saat ini dirinya hanya pergi, tapi tak tau harus kemana.
"Neng mohon maaf abang mau muter. Eneng gak usah bayar deh."
Jessi terdiam. Saat ini Jessi sedang berada di dalam angkot. Raga nya memang di tempat, tetapi pikirannya pergi ntah kemana.
"Neng?"
Jessi baru tersadar ketika dipanggil untuk kesekian kalinya oleh supir angkutan umum tersebut. Jessi segera turun.
Dia jalan dan terus berjalan. Dirinya bahkan beberapa kali tidak sengaja menabrak beberapa orang.
Jessi melihat ada sebuah taman di sebrang jalan. Mungkin itu tempat yang tepat untuk meratapi nasibnya. Tanpa pikir panjang Jessi segera menyeberangi jalan.
"Dek awas!"
Jessi sama sekali tidak mendengat teriakan itu. Dirinya lebih memilih sibuk dengan pikirannya. Hingga suara klakson terdengar dan membuyarkan semuanya.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Sides : Revenge
Actionbagaimana jika dirimu memiliki sisi lain? ya, ada orang lain yang juga menempati tubuhmu. inilah kisah hidup ku bersama dia. *perhatian saya tegaskan ini hanya fiksi ya kawan* *Dan cerita ini mengandung unsur kekerasan dan juga kata-kata kasar, jadi...