Aku memiliki ketertarikan pada hal-hal semacam ini, Rodney sudah tahu.
Dua jam berlalu dan laptop yang menyala menjadi saksi bisu atas keberadaan kami. Bunyi pemanggang roti terdengar meminta perhatian. Mengalihkan atensi dari layar, aku mengedikkan bahu, memberi sinyal pada Rodney agar dia segera memindahkan kepalanya dari bahuku. "Aku harus mengambil rotinya, bersandar saja pada sofa."
Bibir laki-laki itu mengerucut, mengangkat kepala dengan malas dan menggantikanku tanpa diminta untuk memenuhi panggilan sebuah pemanggang roti. Tak lama, dia kembali dengan piring di tangan kanan, mengempaskan diri di sofa, dan kembali bersandar di bahuku. "Blyhte, berapa lama lagi?" Rodney mungkin sudah cukup muak melihat tampilan layar laptop, dia bertahan selama kurun waktu dua jam untuk melihatku menelusuri berbagai macam hal yang ... tidak jelas menurutnya.
"Pulang saja dan tidur, Rodney," sahutku, membuka mulut saat laki-laki itu menyodorkan seiris roti panggang.
Rodney cukup ekspresif dan aku tahu jelas raut muka apa yang kini ditampilkannya.
"Tidak mau," putusnya lalu mengerucutkan bibir kembali. Dia kembali bersuara, memelas sembari menarik ujung lengan bajuku. "Blyhte ...."
Kulirik kaki Rodney yang dilapisi sepasang kaus kaki hitam. "Fine, lima menit."
Dia tersenyum lebar.
Aku memandang penuh heran pada Rodney yang mengunyah es krim stik, sesaat setelah aku menelan es krim yang telah kukunyah sebelumnya.Mungkin tatapanku terlalu kentara sehingga dia menoleh dan memasang raut curiga. "Makanku berantakan?"
"Tidak," jawabku, kemudian kembali melanjutkan untuk menuntaskan rasa penasaran, "sejak kapan kau juga mengunyah es krim?"
Rodney terlihat terkejut, mungkin dia juga tidak sadar melakukan hal itu. "Apa ini mengganggumu?"
Alisku sontak naik satu saat mendengar pertanyaan anehnya. "Kalau begitu, apa kau terganggu denganku? Aku melakukan hal yang sama."
Pertanyaan bumerang yang kulempar pada Rodney membuat laki-laki itu terdiam sejenak kemudian tertawa keras. Aku tidak mengerti, tetapi dia terlihat bahagia, jadi kubiarkan saja.
"Omong-omong, kau lihat laki-laki di sana?" Rodney menunjuk arah selatan, keningnya meliuk heran, seolah baru saja mendapati sebuah peristiwa janggal.
Di belakang seorang wanita, sesosok laki-laki menggunakan hoodie berwarna putih nampak kontras dengan lingkungan sekitar yang bernuansa cokelat. Wajahnya tertutup tudung hoodie, dia menghadap kemari. Aku tidak mau merasa percaya diri luar biasa dengan menganggap orang asing sedang memperhatikanku, memperhatikan kami berdua di tengah banyaknya orang lain.
Mungkin laki-laki itu tengah menatap orang lain, tetapi jelas tidak benar karena tudung hoodie yang dia kenakan dibuka perlahan. Kulitnya putih dengan rambut berombak bagaikan laut yang ditimpa cahaya matahari, dan aku berani menjamin ... bahwa saat ini bibirnya melengkung cerah bagaikan bulan sabit.
"Stranger?" ujar Rodney pelan, tidak terlalu peduli karena dia kini mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana.
Kualihkan perhatian, menatap Rodney yang lagi-lagi mengunyah es krim yang tinggal setengah. Namun, ketika aku ingin kembali mengamati gerak-gerik sang laki-laki bertudung, dia lenyap.
"Blyhte, es krimmu meleleh."
Aku melewatkan jam makan siang. Danau buatan di hadapanku terbentang luas, tetapi tidak seperti permadani dimana aku dapat berdiri dan berdansa di atasnya. Beberapa angsa putih berenang ria bersama kawanan mereka, aku penasaran apa tidak ada setitik rasa takut dalam diri para angsa. Dasar danau tidak terlihat, tidak ada yang tahu apa yang ada di bawah sana, tapi mereka, para hewan berbulu putih itu berenang di atas permukaan air seolah tidak ada yang harus mereka khawatirkan.Pergelangan tanganku terasa disentuh seseorang kemudian ditarik ke belakang beberapa langkah. Aku berputar karenanya dan mendapati laki-laki yang kutinggalkan di tempat parkir untuk berlari kemari terlebih dahulu beberapa saat lalu.
"Kau berdiri terlalu dekat dengan air," ujar Rodney, terlihat kesal, aku tidak tahu mengapa dia terlihat demikian.
Banyak hal terlintas secara tiba-tiba di pikiranku, berputar, berhamburan, meminta perhatian. Namun, salah satu dari mereka rupanya cukup beruntung untuk menjadi yang pertama. "Aku bisa berenang." Tanda Kuning dengan simbol larangan tertangkap netraku yang bergerilya. "Meskipun itu dilarang di sini."
Setelah melepaskan cengkeraman tangan Rodney dari lenganku, kami berjalan bersisian di sisi danau buatan. Pikiranku dikuasai angsa yang semakin menjauh dari kami.
"Apa yang akan terjadi jika seseorang menyelam ke dalam sana?" tunjukku pada danau di samping kiri kami, menahan tawa saat Rodney melotot lalu menggeleng keras.
"Berenang maupun menyelam dilarang di sini, mengerti?" Laki-laki itu balas menunjuk simbol larangan jauh di belakang.
Tidak perlu borgol besi untuk mencegahku melakukan hal-hal tidak masuk akal, karena Rodney sontak merelakan tangannya menggenggam erat pergelangan tangan kananku.
"Para angsa tidak khawatir pada apa yang mungkin bersemayam di luar jangkauan mereka, di bawah danau. Jadi bukankah aku tidak perlu khawatir pada makhluk yang kita temui minggu lalu?" Aku merasakan genggaman Rodney makin mengerat, mungkin dia berharap agar pembicaraan ini segera dihentikan. Namun, aku belum selesai berbicara. "Hutan Cannock sepertinya tidak semenakutkan itu? Mungkin kita harus kembali ikut di perbu-"
"Blyhte, please don't. I beg you."
Aku menghentikan langkah karena Rodney mendadak berhenti saat kami berada di tengah kumpulan orang.
Raut wajahnya terlihat tidak suka, laki-laki itu membungkuk sembari menyentuh pundakku dan bersuara sepelan mungkin dengan menghapus jarak di antara kami. "Werewolf berbahaya. Berhenti berhubungan dengan hal semacam itu. Jika mereka memang hidup di bumi yang sama, biarkan rahasia menjadi semestinya. Jangan membahayakan dirimu, kumohon."
Aku tidak menjawab apa pun karena Rodney terburu-buru menarikku pergi menjauh dari danau. Dari belakang, punggung kokohnya menutupi segala hal hingga aku tak dapat melihat apa pun yang tengah ia hadapi di depan sana. Rodney Halard, punggung dan pemikirannya seolah sejalan untuk melarangku mengetahui sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hunting the Werewolf [2022]
FantasyKepergiannya pada malam Halloween bersama Rodney Halard ke dalam rengkuhan hutan Cannock Chase mengantarkan Blyhte Alison pada sebuah fakta menakjubkan. Ketertarikannya pada makhluk mitologi semakin meluap kala bertemu dengan werewolf di aktivitas p...