SII - XXXIX - Gemuruh Pertanda

42 7 2
                                    

Berkendara di tengah gemuruh dan hujan lebat memang sedikit menyusahkan. Jarak pandangku terkikis oleh buram akibat benturan air dan hawa dingin yang mengembunkan kaca depan mobil. Wiper mobil sudah kunyalakan sejak beberapa saat lalu, benda itu berusaha keras membantuku melihat jalanan dengan jelas. Rodney mengirimiku sebuah pesan suara yang ketika kunyalakan bersuara cukup keras, dia berteriak di tengah berkendara. Setelah mendengarnya, aku refleks memutar kemudi untuk berhenti di depan sebuah toko. Toko buku yang cukup tua. Kumatikan mesin mobil sebelum beranjak keluar dan berlari menerobos guyuran hujan. Di dalam, aku menemukan Rodney sedang menepuk-nepuk bajunya dan menatapku yang baru saja tiba.

"Seharusnya kita tunggu saja di toko Cael." Dia menepuk belakang punggungku berulang kali, menghilangkan sisa-sisa air hujan. "Kau basah, Blyhte."

Tempat ini dipenuhi buku-buku, baunya selaras, lembaran kertas baru dan usang yang menjadi sebuah kesatuan. Seorang perempuan muda yang berada di balik kasir menatap kami cukup lama dengan wajah mengantuknya.

"Ada yang bisa kubantu? Ada buku yang kalian cari?" tanyanya.

Rodney menggeleng, berusaha tersenyum ramah. Selagi menunggu hujan mereda seperti isi pesannya beberapa saat lalu, aku menyusuri tumpukan buku pada rak yang disusun tinggi. Baunya cukup pekat, lembaran kertas usang. Kurasa ini buku yang lama tak terjual. Sebuah buku keluaran lama bersampul hijau menarik perhatianku. Aku meraihnya, membolak-balik lembarannya yang tidak disampul plastik sebelum mengintip halaman belakang.

Ditulis oleh Juliette. Tidak ada tahunnya. Biodata penulis buku ini hanya sekadar nama.

"Itu buku cetakan lama," ujar perempuan muda yang menjaga kasir. "Sudah lama sekali tidak terjual. Buku cetakan barunya bukan di sana."

Aku menoleh, sebelum meletakkan buku itu di tempat semula. "Berapa lama buku itu di sini?"

Bahu perempuan itu terangkat. "Tidak tahu, aku hanya menjaga toko ini, yang kutahu selama tiga tahun bekerja di sini, buku di deretan itu sudah lama sekali tidak disentuh orang-orang."

Kulirik Rodney yang mengamati sinopsis sebuah buku. Aku kembali menatap buku bersampul hijau yang kuletakkan kembali, isi bukunya melebihi ekspektasiku. Tidak tertebak barangkali adalah padanan yang cocok untuk buku itu.

Aku mengambilnya kembali dan berjalan menuju kasir, menimbulkan sorot terheran perempuan itu yang dengan segera menguasai mimik wajahnya kembali.

"Kau yakin ingin membelinya?"

Sepertinya selama perempuan itu bekerja, ini pertama kalinya salah satu buku di rak usang itu dibeli oleh seseorang. Aku mengangguk, kemudian mengeluarkan sebuah kartu yang kuletakkan di atas meja kasir. Harganya cukup murah untuk sebuah buku tebal. Mereka pasti menjualnya dengan harga rendah untuk menarik minat pembeli dan sepertinya tetap saja gagal. Paper bag itu kujinjing sebelum mendatangi Rodney.

"Hanya sebuah buku," ujarku ketika Rodney menatap paper bag di tanganku. Kuseret tangannya keluar ketika hujan mereda menjadi gerimis. Kulihat perempuan di meja kasir itu melambaikan tangan pada Rodney yang tak menyadarinya.

"Datanglah kembali," ujar perempuan itu.

Aku menyikut lengannya dan berbisik, "Rodney, dia melambaikan tangan padamu."

"Tidak," tolak Rodney tegas sebelum dia membuka pintu, "itu untukmu."

***

"Ini, minumlah."

"Terima kasih." Rodney mengangguk dan tersenyum saat aku meletakkan mug di depannya. Kubuka buku yang sedaritadi kuletakkan di atas meja, buku yang kubeli di toko beberapa saat lalu. Gemuruh di luar masih bertalu-talu, kilatan cahaya ungu itu terlihat memecut udara dari kaca jendela. Aku menatap Rodney yang berpindah duduk di sampingku. Laki-laki itu menatap intens buku seolah bisa melubangi dengan tatapannya.

"Aku juga ingin melihatnya," ujar Rodney.

Kuusap sampul hijau buku itu lalu membukanya. Bau apek kertas lama itu membuatku menahan napas. Halaman pertama hanya bertuliskan sederet kalimat kepemilikan 'Catatan milik Juliette'. Halaman berikutnya tertulis lebih banyak kalimat 'Waterford, Italia. Ada banyak benda penemuan manusia yang membantuku menulis catatan ini'.

"Penulis yang misterius, huh?" timpal Rodney.

Aku melanjutkan membuka halaman berikutnya. Sketsa kasar sepasang sayap cukup pudar, di sampingnya tergambar sebuah bubuk hitam bagaikan arang halus. "Sayap harpy memberikan efek panas jika dicampur dengan bubuk 'debu hitam' pegunungan Alpen," bacaku, aku mengernyit, kalimatnya seolah sang penulis benar-benar melakukan hal ini.

"Apa itu harpy?" tanya Rodney.

"Wanita setengah burung." Kubalik halaman berikutnya tanpa peduli Rodney yang sedang mencernanya. Halaman-halaman ini berisi cara meramu berbagai hal. Aku bisa mengerti mengapa orang-orang tidak membeli buku ini. Buku ini aneh. Terakhir kulihat ada halaman bertuliskan katak pohon biru ternyata dapat diolah menjadi cairan asam untuk kabur dari pandangan naga sebelum Rodney mengangkat tangannya.

"Penulisnya freak." Dia menyeruput jus persik sebelum melirikku sedikit. "Kau mau mencari katak ketumpahan cat biru dan menaklukkan naga? Sayang sekali tidak ada naga di Birmingham."

Kututup lembaran buku itu dan meletakkannya di atas meja sebelum bersedekap dan bersandar di sofa.

"Menurutmu buku itu nyata, Blyhte?" celetuk Rodney.

Aku mengangkat bahu, memejamkan mata. "Kuhabiskan lima dolar untuk itu."

"Lupakan saja," gumam Rodney, menyesap minumannya.

Gemuruh di luar sana benar-benar kuat, memberikan efek pada kaca jendela yang bergetar karenanya. Aku membuka halaman selanjutnya, memonopoli buku di pangkuanku karena Rodney sudah membuang ketertarikannya, sketsa ekor yang cukup indah, ekor yang memanjang dan berkilauan seolah ditempa matahari. Di sampingnya ada sebuah catatan kecil berupa tulisan tipis bagaikan ranting kayu, 'cukup berbahaya, efek sisik siren menciptakan halusinasi pekat pada target penggunanya'.

Di bawah tulisan itu, masih ada beberapa paragraf yang akan kulanjutkan untuk kubaca sebelum Rodney tiba-tiba mencekal lenganku. Raut wajahnya resah usai menerima panggilan telepon yang sudah terputus, pucat pasi bagaikan melihat naga berdiri tepat di depan mata hijaunya.

Aku mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja, membuka layar benda elektronik itu dan mendapati riwayat telepon dari Ned. Ada apa? Bukankah keperluannya denganku sudah selesai? Kulirik Rodney yang mengusap kasar wajahnya dan terlihat berpikir keras. Dia perlu waktu untuk bicara dan aku tidak cukup sabar menunggu alasannya lebih lama. Ada hal yang sedang terjadi.

Rodney masih kehilangan kata-katanya, laki-laki itu menatapku lama dengan tidak percaya, sebelum dia mengucapkan sesuatu yang membuat detak jantungku berdebar tidak karuan.

"Willow hilang, seseorang menculiknya setelah kita pergi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hunting the Werewolf [2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang