SII - LI - Glenda, Ada Apa Denganmu?

30 3 2
                                    

Aku mengerang kala nyeri kembali menghantam kepalaku. Kugelengkan kepala, menopang tubuh dengan tangan untuk perlahan berdiri. Meskipun sempoyongan, aku dengan panik melihat sekitar. "Ian? Ian!"

Kudengar suara mirip seperti anjing ketakutan. Suara itu berasal dari ujung jurang di sebelah kananku. "Ian!" Dia berada di sana, berusaha mengais tanah untuk naik ke atas. Netra abu-abunya menatapku takut. Oh, sial, ini semua memang salahku. "Ian, bertahanlah, aku akan menarikmu ke atas, okay?" Kuulurkan tangan, panik menggerogotiku hingga rasanya aku ingin muntah. Aku belum dapat menyentuhnya, sisa sedikit lagi sebelum aku dapat meraih kakinya ....

Pekikan lolos dari mulutku saat dentuman itu tepat berada di sampingku, membuatku berguling ke samping menghindarinya. Tanah tempat Ian berusaha bertahan perlahan merosot ke bawah. "Ian!" Netranya yang mengeluarkan bulir air mata menatapku sendu sebelum mataku merekam bagaimana dia terjatuh ke bawah sana dan aku hanya dapat melihatnya. Degup jantungku semakin cepat, membuatku merasakan nyeri yang teramat hebat.

"Blyhteee."

Panggilan itu menyadarkanku, meringis, aku beranjak berdiri, terseok menjauhi Cordelia yang perlahan turun menukik dari atas.  Langkahku kupacu semakin cepat, tapi belum aku mencapai batu besar di depan sana untuk bersembunyi, tubuhku dibanting ke tanah, telentang menatap awan abu-abu yang menguasai langit.

"Ooh, Blyhte Alison. Kasihan sekali kau."

Aku terbatuk, tubuhku rasanya remuk. Pusing menyerangku, membuat pandanganku pada Cordelia yang berdiri terpecah menjadi dua. Napasku tidak beraturan, aku mengernyit, berusaha memfokuskan pandangan.

"Bagaimana ini, Blyhte? Manusia itu tidak ada untuk melindungimu. Bawahan setia alphamu juga sudah terjun jatuh ke bawah sana!" Dia tertawa keras, terpingkal-pingkal.

Aku menggigit bibir. Rodney dan Ian, seharusnya mereka tidak akan seperti ini jika tidak untuk melindungiku. Nyeri pada jantungku semakin kuat, napasku tersengal. Samar-samar, kudengar Cordelia berbicara dengan nada keheranan.

"Lho, memang benar ya? Matamu baru berubah merah saat aku membunuh temanmu itu."

Aku menatapnya, darahku mendidih. Semudah itu kah dia mengatakan hal mengerikan yang dilakukannya terhadap Rodney? Wanita ini ... kutatap dia tajam, andai aku tidak mengikutinya dulu. Andai saja, aku mendengarkan Rodney!

Entah bagaimana, tanpa sadar aku berlari ke arahnya, kakiku bergerak sendiri, menyerangnya yang menghindariku dengan gesit sembari melecutkan serangan.

"Haha!" Dia terlihat senang. "Ini baru menghiburku! Seharusnya memang kuhabisi saja temanmu itu dari dulu!"

"Cordelia!" Aku meloncat maju, dia melemparku dengan sihirnya, membuatku menghantam batang kayu pohon pinus yang membuatku meringkuk di tanah. Aku terbatuk, darah merah keluar dari mulutku. Tanganku bergetar, apa tulangku patah?

"Masih belum menyerah?" tanyanya, menyeringai.

Aku tertawa kecil, bangkit kembali. Iblis sepertinya tidak pantas hidup! Aku berlari, mengikis jarak dengannya. Sebentar lagi, ketika jarakku dan dirinya hanya sebatas hidung kami, aku akan mengoyak dirinya dengan kukuku yang memanjang. "Enyah kau, Cordel ... Akh!"

Aku merasakan kakiku terangkat dari tanah, terkendali sesuatu yang membuatku melayang beberapa meter dari tanah. Lagi-lagi, kudapati orang yang paling tidak ingin kutemui, hatiku mencelus. Sejenak keterkejutan menguasaiku sebelum kekehan lolos dari bibirku. Akhirnya kau menunjukkan kulitmu, Glenda.

Wanita bermantel hijau emerald yang hari ini tampak sedikit berantakan itu berdiri di samping kanan di bawah sana. Dia mengarahkan tongkatnya kepadaku, membuatku berada dalam genggamannya.

Inikah rasanya dikhianati?

"Terkejut?" celoteh Cordelia. Kakak beradik ini membuatku muak. "Sekutumu sendiri mengkhianatimu?"

Aku masih menatap wajahnya. Glenda memang mengarahkan pandangannya padaku. Anehnya wanita itu tampak tidak fokus, ada apa ya?

"Blyhte, mundur!" Shane tiba-tiba melempar serangannya pada Cordelia yang lengah, tetapi cukup gesit menghindar sehingga lengannya hanya tergores. Bersamaan dengan penyihir mata ametis pack Vlad yang menyerang Glenda hingga kendali atasku hilang, dia menangkapku yang jatuh dan membawaku ke belakang punggungnya. "Larilah," bisiknya.

"Tidak lagi," jawabku. Kuusap pipiku yang basah. "Apa motifmu membantuku, Shane?" tanyaku pada dirinya yang masih sibuk menangkis serangan Cordelia dan menyerang balik. Aku masih bersembunyi di belakangnya. "Yang kutahu, kau sama jahatnya dengan wanita itu."

Shane terkekeh. "Anggap saja aku melindungi Juliette, kalau kau tak suka dengan pikiran bahwa aku melindungimu yang mirip dengannya." Shane mendorongku pelan ke belakang. "Sekarang bisakah kau pergi? Di sini berbahaya."

Aku menoleh kala kurasakan moncong serigala menyentuh tanganku. Serigala putih yang menolongku pada awal pertemuan kami di hutan Cannock Chase, Warden. Dia kembali membantuku.

Tanganku digigitnya, tidak sakit, tetapi dia seperti mengarahkanku untuk naik ke tubuhnya karena dia kini menekuk kaki depan. Ragu, aku mengalungkan lengan pada lehernya. Bulu putih serigala ini menyapu wajahku, lembut sekali.

"Kenapa semua orang menggangguku!"

Aku menoleh ke belakang mendengar suara teriakan Cordelia. Dia berdecak karena Shane terus-menerus menyerangnya. Di sebelah sana, kulihat Glenda terpojok diserang penyihir bermata ametis. Meskipun demikian, wajahnya tidak terlihat sadar, mengapa aku merasa dia seperti dikendalikan sesuatu?

Saat Warden mulai berlari, aku mendengar suara dentuman yang membuatku lagi-lagi menoleh ke belakang. Hatiku mencelus, darah merembes pada lengan mantel hijau emerald yang dikenakannya. Saat dia menumbangkan penyihir ametis itu, aku melihatnya menoleh ke arahku, sontak aku berteriak pada Warden yang memacu langkahnya, "Warden, Glenda mengejar kita!"

Dia menggeram, mempercepat larinya. Saat aku menoleh kembali ke belakang, Glenda telah menghilang. Ke mana perginya dia?

Suara rembetan listrik tertangkap telingaku. Kilat cahaya putih yang kulihat terakhir kali membuat Warden tersungkur, tubuhku terpelanting untuk kesekian kalinya menyeret tanah. Aku menutup bibirku, menahan erangan kesakitan karena luka-luka yang kudapatkan.

Oh, tidak. Mataku membola melihat Glenda mengarahkan ujung tongkatnya pada Warden, refleks membuatku berlari cepat ke arah wanita itu, menghindari lecutan serangan dan berhasil membuatnya terjatuh ke tanah. Selagi menahan tangannya untuk tetap berada di samping tubuh agar dia tidak melepaskan serangannya padaku, aku menatap matanya. Dia seperti dikendalikan sesuatu, mungkinkah ini sama seperti saat Cordelia mengendalikan para manusia untuk membunuh Lycaon?

Mungkinkah ... ada sedikit harapan dia sebenarnya tidak mengkhianatiku?

"Glenda," panggilku, dia masih memberontak dan tidak merespon sama sekali, "kau sadar siapa aku?" Pantang menyerah, aku menatapnya tepat di mata. "Hei, aku Blyhte!"

Letusan senapan membuatku berguling ke samping, mengerang memegang erat lengan atasku.

Darah. Tanganku berlumuran darah.

Pemburu? Mataku membola melihat ujung senapan mereka mengarah pada sesuatu. Saat kuikuti arah pandang mereka, kulihat Warden yang terpojok dalam bentuk serigalanya. Tidak, tidak!

"Jangan!"

Lolongan serigala menyerbu para pemburu, mengoyak dengan gigi mereka. Aku meringkuk menutup kepala kala letusan senjata api itu kembali terdengar. Di ujung mataku, Glenda berdiri tegak, menatapku dengan sorot matanya yang kosong dan menakutkan.

 Di ujung mataku, Glenda berdiri tegak, menatapku dengan sorot matanya yang kosong dan menakutkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hunting the Werewolf [2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang