Perasaan ini membingungkan. Haru memenuhi relung hatiku. Ujung bibirnya yang terangkat membuatku terperangah. Jadi benar, ini bukan mimpi. Inilah yang saat itu dimaksud oleh Ian, tentang alpha yang memerintah kawasannya.
"Anda tidak boleh terlibat hal berbahaya dalam waktu dekat, lukanya cukup dalam. Saya khawatir keadaan anda akan kembali memburuk." Gadis bernetra ametis itu menarik perhatianku. Dia berdiri di belakang sang luna.
"Dia berdarah campuran, penyihir dan werewolf. Bakatnya adalah penyembuhan." Lacy menjelaskan.
Aku menatap Warden. Kami beradu pandang sebelum dia membuka mulutnya, suara baritonnya menggelitik telingaku. "Apa kabar?"
Aku merasakan pipiku menghangat kala bulir air turun membasahinya. Oh, astaga. Dia masih hidup. "Kenapa bisa? Kukira kau sudah ...."
"Berbeda dengan Nona Demelza, alpha masih bisa diselamatkan saat itu, anggota pack membawanya. Crescent moon pack membuat perjanjian dengan satu-satunya penyihir dengan kemampuan penyembuhan yang ada di pack ini," jelas Ian. Sejenak kutangkap raut wajah Warden yang berubah murung.
Vlad menyela, berujar sinis, "walaupun kemungkinan dia berhasil selamat hanya sedikit." Kemudian mendapat cubitan Lacy di pinggangnya.
Lacy tersenyum kecil, berbisik pada Vlad, tetapi aku masih dapat mendengarnya. "Diam, Vlad."
Mataku terperangah menatap bekas luka di dada kirinya. Tanpa sadar melangkah maju dan menyentuh dadanya yang telanjang tanpa sehelai kain. "Apa sakit sekali?"
Keterkejutan menyergapku saat mendadak dia mencekal tanganku yang berada di dadanya, mengangkatnya ke atas. Tatapan Warden begitu membingungkanku. Ah, benar, dia membenci vampire. Sadar kesalahan yang kuperbuat, aku berusaha menarik tanganku, tetapi ia bergeming.
Matanya menatap mataku kemudian turun ke bawah, menatap pipiku sejenak, kemudian melepasnya tanpa aba-aba. Rasanya canggung kalau saja Vlad tidak berdeham dan membuatku menyentuh leher.
"Cepatlah tinggalkan tempat ini, urusan kita sudah selesai."
"Vlad!"
Aku menatap Warden kemudian memalingkan wajah. Akan tetapi, malah kudapati senyuman yang tersungging di wajah Ian yang sedari tadi diam seribu kata. Apa-apaan maksudnya itu?
"Sebaiknya kita pergi," ujarku, mendahului menuju pintu kayu yang terbuka sebelum langkahku terpaksa berhenti karena suara dentuman luar biasa yang membuatku mundur beberapa langkah. Rumah ini terasa bergetar.
Kami bergegas keluar, pemandangan api yang menjilat salah satu rumah werewolf menyambut kami. Suara tangisan histeris para anak-anak werewolf yang ketakutan mengudara, para werewolf itu berlarian pontang-panting menyelamatkan diri. Aku hendak maju, tetapi Warden menarik lenganku.
"Tetap di tempatmu," titahnya.
Vlad sibuk menyelamatkan anggota packnya, dan gadis ametis itu berada di belakang kami. Sekujur badanku merinding mendengar tawa seseorang, mataku sontak mengarah ke atas. Lututku lemas mengetahui Cordelia yang turun dari sapu terbang, mengarahkan ujung tongkatnya pada leher orang yang paling tidak ingin kulihat untuk berada di tempat ini.
"Rodney ...," lirihku. Kutangkap gerak bibirnya yang seolah mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Resah gelisah mendekapku erat. Rasanya sulit mengais oksigen saat melihat iris hijau miliknya. "Jangan menyentuhnya." Aku spontan maju, tetapi pergerakanku tertahan Warden yang masih mencekal lenganku. "Lepaskan," pintaku.
"Diam di tempatmu," balasnya.
Di depan sana, dengan latar belakang api yang berkobar menjilat kayu, Cordelia memamerkan senyum lebarnya. "Hai, Blyhte, bagaimana kejutannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hunting the Werewolf [2022]
FantasyKepergiannya pada malam Halloween bersama Rodney Halard ke dalam rengkuhan hutan Cannock Chase mengantarkan Blyhte Alison pada sebuah fakta menakjubkan. Ketertarikannya pada makhluk mitologi semakin meluap kala bertemu dengan werewolf di aktivitas p...