Ibu mengkhawatirkan kondisiku.
Kemarin, setelah Rodney membawaku pulang, berbagai pertanyaan dilontarkan olehnya, pada putri semata wayangnya yang menghilang tanpa kabar selama beberapa hari. Kukira namaku akan terbit dalam surat kabar yang dimuat dalam daftar pencarian orang hilang, tetapi rupanya Tiana cukup membantu. Dengan alibinya, dia membuat ibu percaya bahwa aku sedang berlibur di suatu tempat. Oh, yang benar saja, pergi tanpa mengabari sama saja dengan aku berniat melarikan diri, bukannya berlibur di tempat antah-berantah.
Mataku menatapnya lekat. Gadis itu duduk di sampingku, menyilangkan kakinya, menatap tiga remaja yang membentuk boneka dari salju dari kejauhan.
"Lucu, kan?" ujarnya, "makhluk kecil itu."
Aku diam, tak membalas satu pun kalimatnya. Tiana mengajakku kemari, pastilah ada yang ingin dibicarakannya.
"Kau tidak lelah?" tanyanya padaku, tersenyum miris, "takdirmu begitu rumit, Blyhte."
Mulutku terbuka, kemudian mengatup kembali. Rasanya suaraku tercekat hingga tak dapat mengeluarkan sepatah kata.
"Aku bersyukur," ujarnya, menoleh padaku, "kau selamat."
Bukankah aneh mengingat pertemuan pertama kami dengan momen saat ini? Bukannya dia, menganggapku seperti musuhnya saat kami bertemu kala itu? Atau ... itu semua hanya perasaanku?
Suaraku tersendat. "Kenapa ... kau seperti ini?"
Tiana menyandarkan punggungnya pada bangku taman, dia menerawang jauh ke depan, sorot matanya seolah redup untuk sesaat. "Aku memiliki hutang pada seseorang." Dia menjeda, tersenyum. "Hutang yang sangat besar dan aku mencoba untuk membayarnya," ungkapnya, melirikku, "dengan melindungimu."
Hutang? "Siapa yang kau maksud?"
Dia menyilangkan tangannya di dada, mengulum bibirnya seolah tengah kesusahan menahan sesuatu dalam dirinya. "Juliette." Matanya berkaca-kaca, Tiana menarik napas panjang. "Setelah semua yang dilakukannya untukku, yang diinginkannya hanyalah melindungi keturunannya. Melindungimu ... Blyhte."
Aku tertegun, apakah yang dimaksudnya sama dengan saat Glenda memberitahuku dulu? Melindungiku dari bahaya seperti kakaknya sendiri?
"Kau mirip dengannya."
"Siapa kau sebenarnya?" tanyaku, menelisik matanya yang kelam. "Tiana, benar itu namamu?"
Tiana menyeka matanya, tertawa kecil. "Sudah kuduga kau sama seperti Juliette, rasa penasaranmu tinggi sekali. Dia senang sekali bereksperimen karena penasarannya, aku hanya mengamatinya. Aku tahu kau mengawasiku saat itu di Wolverhampton, ketika aku bersama teman-teman kecilku."
Oh, rupanya dia tahu aku mengawasinya diam-diam.
"Kau juga sama sepertinya dalam sisi ceroboh dan tidak peduli pada diri sendiri. Padahal hubunganku dengannya hanya teman yang terbentuk dari pertemuan yang tidak disengaja." Tiana berceloteh, dia berhenti, sebelum meremat tangannya sendiri. "Itulah mengapa aku selamat," ujarnya sembari menatapku, "karena dia menyelamatkanku."
"Menyelamatkanmu dari apa?" tanyaku.
Tiana menghela napas. "Lihat, kau memang mudah penasaran sepertinya."
"Jawab pertanyaanku dulu," desakku.
"Kurasa buku milik Juliette sudah sampai di tanganmu?"
Buku tidak biasa yang disebut aneh oleh Rodney yang kubeli di toko buku dalam perjalanan ke rumah?
Dia mengernyit, kurasa hampir meledak. "Jangan bilang kau tidak memilikinya?"
"Aku membelinya," jawabku, membuatnya menghela napas.
"Buku itu memang harus sampai padamu sesuai permintaannya," ujarnya, "Juliette melindungiku yang membawa lari buku itu sesuai arahannya."
Dia berdiri, mengangkat lengan baju yang menutup lengan kiri atasnya yang membuatku mengernyit. "Kau tahu, hubungan kakak dan adik saja bisa menjadi rumit hanya karena obsesi. Perasaan berbahaya yang bertahun-tahun membuatku muak setelah sering melihatnya pada manusia."
Luka bakar keunguan di tangan Tiana meyebar sepanjang lengan atasnya.
"Aku mendapatkannya dari Cordelia, sepupu jauh Juliette yang nakal," ungkapnya, menutup lengannya dengan baju yang dia kenakan. "Juga remaja yang memiliki kemampuan begitu hebat. Juliette juga mengakuinya."
"Apa yang terjadi?" tanyaku, lengannya meskipun ditutup dengan helaian baju yang dia kenakan tetap menyita atensiku.
"Dia menembakku dengan peluru khusus ketika hendak merebut buku ini, dia tahu kelemahanku. Untungnya hanya mengenai lenganku, meskipun memang membuatnya tidak berfungsi dan mati rasa." Tiana mengangkat tangan kanannya. "Setidaknya dia membiarkanku menggunakan tangan kananku, meskipun jika kau ingin tahu, aku sebenarnya kidal."
Kernyitan di dahiku menambah ketika dia menambahkan kalimat terakhirnya. Sebenarnya sehebat apa buku yang diinginkan Cordelia? Haruskah ... sampai sejauh ini?
"Jangan terlalu bersedih," lanjutnya, "aku sudah mulai terbiasa menggunakan tangan kananku."
Desiran angin terdengar di telingaku sejenak setelah tidak ada satupun dari kami yang berbicara. Tiana sibuk melihat sekumpulan remaja yang diganggu remaja lainnya. Boneka salju yang sebelumnya hampir jadi kini rata dengan salju lainnya. Senyum di bibir Tiana membuatku heran untuk sesaat sebelum dia mengucapkan sesuatu.
"Aku akan menjadi pengamat, Blyhte. Membantu langsung tidak akan membuat mereka mengerti arti bangkit. Selama masalah itu tidak berbahaya, kurasa mereka harus terluka untuk mengerti cara melindungi diri sendiri." Tiana menunujuk mereka. "Lihat, sekarang kawanan pengganggu itu kalah, kan."
Aku melempar atensiku pada mereka yang dimaksudnya. Bola-bola salju balasan dilemparkan pada mereka yang mengganggu oleh para anak-anak pembuat boneka salju. Pemandangan yang tanpa sadar membuatku tersenyum.
"Kau tersenyum," celetuk Tiana. "Maaf karena aku baru menampakkan diri di depanmu sekarang, menyamar menjadi remaja dengan fisikku yang tidak menua dan mencari Blyhte di seluruh belahan dunia tidak semudah yang kubayangkan."
Aku mengangguk, menatap ujung sepatu. Mungkin, Tiana tidak seburuk yang pernah kubayangkan.
"Maaf juga karena perilakuku yang sengaja mengasarimu dulu."
Kepalaku refleks mendongak. Dia sadar diri?
"Harus kulakukan agar kau mau menjauhiku. Dengan demikian, aku bisa membantumu dari jauh tanpa kau tahu, tapi ternyata kau keras kepala sekali." Tiana mendengkus. "Apa aku sudah bilang kau ceroboh? Padahal kau sudah sadar bahaya mengincarmu, bukan dari golongan werewolf, tetapi dari para penyihir! Kau masih saja melemparkan dirimu ke rencana mereka tanpa atau dengan sadar. Payah sekali."
"Lantas kau ini makhluk apa?" tanyaku, mengalihkan pembicaraan, telibgaku gatal mendengarnya mengoceh sedaritadi. "Kenapa aku mencium bau perkamen lama darimu? Apa itu benar parfum seperti yang pernah kau katakan?"
Tiana berkacak pinggang. "Apa masih kurang jelas di matamu? Parfum? Kau percaya? Huh!" Dia berdecak. "Aku tidak akan repot-repot mengikir gigi taring, memasang lensa berwarna pada iris mata, berpura-pura menjadi remaja dan masuk sekolah jika bukan untukmu. Payah! Setidaknya Juliette lebih peka dan pintar darimu, Blyhte!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hunting the Werewolf [2022]
FantasyKepergiannya pada malam Halloween bersama Rodney Halard ke dalam rengkuhan hutan Cannock Chase mengantarkan Blyhte Alison pada sebuah fakta menakjubkan. Ketertarikannya pada makhluk mitologi semakin meluap kala bertemu dengan werewolf di aktivitas p...