Happy Reading~
✪☆゚.*・。✪
"Kalian yakin nggak tinggal sama Bibi aja?" Jena berulang kali mempertanyakan hal ini. Dia sudah di depan rumah bersiap untuk pulang.
"Kita tinggal bareng aja lah bro. Kalian cuma berdua aja emang nggak kesepian? Ayok laaa. Kita bisa maen PS bareng." Adit, anak Bibi Jea dan Paman Jo sekaligus sepupu Dean dan Dafin ikut membujuk.
"Gak papa Tan. Dafin makannya banyak. Ngerepotin entar." Dean menolak halus.
"Heh anyink! Sembarangan ya Lo! Walaupun emang bener jangan prontal gitu dong!" protes Dafin yang saat ini melayangkan tatapan mautnya kepada Dean.
Paman Jo terkekeh pelan. Dia menggusak rambut Dean dengan gemas. "Ya udah kalau mau tinggal berdua aja. Tapi inget ya, telpon kami kalau ada apa-apa."
Dafin hormat ala-ala tentara. "Siap paman, kalau snack Dapin abis pasti hubungi paman."
Paman Jo dan Bibi Jena tertawa. Mereka lalu beriringan menuju mobil sembari melambaikan tangan.
Adit membuka jendela mobil. "Minggu depan kalian sekolah kan?"
Dean dan Dafin mengangguk. Adit mengacungkan jempolnya dan perlahan mobil pun pergi. Kedua anak kembar itu pun masuk ke dalam rumah.
Omong-omong, Dean dan Dafin telah berusia 15 tahun. Mereka akan mulai memasuki SMA minggu depan. SMA yang menjadi incaran kedua anak kembar itu sejak lama. Mereka masuk ke sana dengan beasiswa full karena piagam prestasi yang mereka miliki.
"Kok lo sibuk bener?" tanya Dafin ketika melihat Dean yang mengunci seluruh pintu dan jendela rumah.
"Lo goblok atau bodoh? Nggak lihat mendung?"
Dafin melirik sedikit ke arah ventilasi di atas jendela. Benar saja, langit sudah berubah dengan kumpulan awan hitam pekat. Angin juga mulai berembus kencang. Dafin meneguk ludahnya kasar. Dengan cepat, ia berlari ke arah Dean dan bersembunyi di belakangnya. Dia terus mengikuti Dean yang berkeliling rumah. Perlu kalian ketahui, rumah Dean dan Dafin bukanlah rumah yang besar layaknya rumah orang kaya. Hanya rumah sederhana di suatu komplek perumahan. Beberapa kali memang di renovasi, namun hanya di tambah agar halaman depan rumah luas dan belakang rumah terdapat taman kecil dan 1 gazebo. Sangat jauh berbeda dengan rumah Bibi Jea yang bahkan seperti mansion.
"Mau tidur bareng?" tawar Dean setelah memastikan semua pintu dan jendela tertutup.
"Ck, nggak lah. Gue ini lakik asal lo tahu," tolak Dafin sensi. Dia berlari menuju kamarnya dan membuka pintu dengan cepat.
Dean menggeleng kan kepalanya. Lihat saja nanti, palingan saudara kembarnya itu akan merengek meminta di temani.
✪☆゚.*・。✪
"Dean.."
Dean yang baru saja menghidupkan lilin menoleh sekilas ke arah Dafin yang memegang selimutnya. Saudaranya itu berdiri di ambang pintu.
"Kenapa?"
"Mati lampu."
"Terus?"
"Takut."
Dean terkekeh pelan. Dia menghempaskan diri di kasur dan mengkode Dafin untuk tidur di sampingnya.
"Lakik banget lo."
Dafin cemberut. Wajah manisnya membuat Dean mau tak mau tersenyum lucu. Walaupun merasa kesal mendengar cibiran dari Dean, Dafin tetap maju dan mengambil posisi berbaring di samping Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗧𝘄𝗶𝗻𝘀 𝗨𝗻𝗶𝘃𝗲𝗿𝘀𝗲
General FictionKeberadaan Dafin sangat berharga untuk Dean. Begitu pula sebaliknya. Sepeninggalan kedua orang tua mereka, mereka harus menjalani kehidupan hanya berdua. Sikap protektif Dean memang kadangkala membuat kesal Dafin, namun sebenarnya ia tahu, saudara...