Chapter 6

429 51 11
                                    


"Kau tahu-kan kalau anak nakal harus dihukum biar anak itu jera"

Begitu mendengar kata-kata itu, membuat tubuhku tidak berkutik. Air mataku semakin deras seakan takut apa yang akan Kak Solar perbuat kepadaku nantinya. "a-ampun, kak, j-jangan h-hukum Thorn. Thorn tidak akan n-na-nakal lagi"

"Lagian kalau di rumah terus Thorn bosan jadi Thorn keluar kerja part time. J-jangan marah... janji gak nakal lagi. Maaf kak"

Sayangnya Kak Solar tidak mendengarkanku dan memilih berjalan sambil mengendongku. "kau tunggu saja hukumannya, anak nakal" itulah kalimat yang Kak Solar katakan kepadaku.

Aku diam dan terisak pelan begitu mendengarkannya. Lima menit untuk sampai didepan rumah dan Kak Solar masih mengendongku dan berjalan menuju kebun belakang. Kak Solar membuka pintu gudang dan menutup pintu itu kembali dengan kakinya. Kakak tidak melepaskanku dari gendongannya dan tangan kanannya menarik tuas diatas hingga lampu gudang menyala.

"kau tahu Thorn, coba lihat disana" aku menyembunyikan wajahku tidak berani menatap apa yang Kak Solar tunjukkan kepadaku didepan. Kakak geram, "lihat atau aku akan membuat lebih buruk lagi nantinya"

Dengan perlahan aku mengunakan tangan kananku untuk menghapus air mataku dan melihat apa yang ditunjukan Kak Solar kepadaku.

"apa kau kangen mereka berdua, Thorn?"

Kali ini tubuhku benar-benar dibuat ketakutan dan mataku kembali mengalir. Bagimana mungkin?
Bagaimana mungkin dua kerangka manusia masih ada disana mengantung di dinding. Bukan karena dua kerangka yang mengantung, melainkan apa yang dipakai kedua kerangka itu. Baju yang persis ketika aku masih kelas tiga sd, kerangka-kerangka itu milik mama sama papa.

"Kak, kenapa?" kakak menatapku dengan alis sebelahnya terangkat, "kenapa kakak tidak mengubur mama sama papa ditempat yang seharusnya?" kataku sedikit lebih keras.

"oh, jadi kau sudah berani berbicara sekeras itu" tangan kananku digenggamnya semakin erat. "sakit" kataku pelan berharap Kak Solar melepaskan genggamannya pada tangan kananku.

Kak Solar membawaku kesisi lain gudang dan disana kakak berhenti ketika melihat tali tambang yang masih mengikat keatas menjulur kebawah. "ulurkan kedua tanganmu pada tali itu"

Aku mengelengkan kepalaku, "jangan kak, jangan ikat Thorn... hiks..."

Kakak tidak peduli dan dengan lihainya tangan kananku berhasil diikat dan kali ini tangan kiriku tertangkap dan bernasib sama. Kakak menurunkan tubuhku dengan kedua tanganku terikat keatas. Kak Solar mengambil kursi yang kecil menyuruhku berdiri diatasnya.

Aku takut jika Kak Solar menendang kuat kursi yang kugunakan sebagai sandaran. Jika itu terjadi, maka kedua tanganku harus menompang tubuhku.

"kau ingin mati, Thorn? Jika iya aku bisa saja membuang kursi yang kau gunakan untuk berdiri. Lagipula, kakimu saja masih menjinjit meskipun dibantu kursi kecil ini" Kak Solar didepanku dan kali ini menarik daguku dengan kuat.

Aku tidak mau mati, aku ingin bersamanya. "a-ampun Kak, Thorn belum mau mati" kataku dan kali ini tidak bisa dibendungi lagi air mataku ini.

Tangan Kak Solar mengusap pipiku dan menyingkirkan air mata yang berjatuhan, "apa kau membenciku sekarang, Thornie?"

Aku mengelengkan kepalaku, "Thorn tidak akan pernah membenci kakak. Thorn hanya punya kakak didunia ini, Thorn masih ingin bersamamu, kak. Maafin Thorn, kak. Maafin Thorn"

Kak Solar mengambil sesuatu dipunggungnya dan meletakkannya didepan dadaku. Pisau yang digenggam Kak Solar seakan menari-nari didepan dadaku sesekali menekannya hingga membuatku menahan rasa sakit karena tajamnya permukaan pisau.

Stay With Me BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang