6.Kopi ember.

6 0 0
                                    

☁️☁️




"Ayahhhhhh." Asya berlari sehabis bersih bersih selepas dia main disawah tadi siang. Ayah yang tengah sibuk berdiri menghadap kanvas polos itu mengabaikan putrinya.

"Ayahhh iiihhh!" merasa kesal di acuhkan di menggoyang goyangkan lengan ayahnya, "kenapa Asya?"

"Tadi Asya di sekolah ketemu banyak temen!" adunya pada lelaki yang tengah fokus memakai kacamata itu, dan membuat kharismanya bertambah.

"Oh ya?, trus ada apa lagi?" Ayah mulai tertarik dengan cerita putrinya, ia menghadap dan membawa Asya kecil kepangkuannya, mengabaikan kanvas polos yang niat ia lukis.

"Trus ada pak Surya, pak Surya itu ganteng bangett."

"Ganteng pak Surya apa ayah?"

"Ya ayah lah!, Ayahkan yang paling ganteng seduniaa!" Ujar merentangkan tangannya

Ayah terkekeh, "trus apa lagi?"

"Juga tadi ada pak Sapto!, Pak Sapto nyeremin ayahh. Kumisnya itu lohh, hiii seereem~" ujarnya sambil bermain dengan jemari besar milik Ayahnya, terlihat bahwa jarinya sangat kecil.

"Bunda sama pak Sapto siapa yang lebih serem?" iseng ia bertanya, tanpa sadar ada seseorang yang mengintainya dengan lirikan mematikan.

"Eeemmm..... Bunda!"

Tawa Ayah lepas begitu saja mendengar jawaban anaknya, ia sampai tak sengaja mengeluarkan air matanya saking lepasnya ia tertawa.

"Jadi bunda lebih serem yaa..."

Tawa Ayah berhenti seketika, ia menelan salivanya cepat. Suara dari bunda terkesan horor di telinganya, memang salahnya karena bertanya hal seperti itu pada Asya.

"Bunda?" Asya merentangkan tangannya ke arah Bunda, Bunda pun membawa Asya ke gendongannya, tetapi lirikan matanya tak putus begitu saja pada tiap gerak gerik Ayah.

Bunda membawa Asya ke sofa depan televisi, yang berada tak jauh dari tempat ayah tadi. Setelahnya bunda berjalan menuju Ayah, tiap langkah membuat ayah semakin kalang kabut di kursi kesayangannya.

"Eh Bunda, ada apa itu di wajahnya bunda?"

"Apa?"

"Kecantikan." ayah mengembangkan senyumnya, tetapi malah menjadi canggung di antara keduanya.

"Ngga usah basa basi."

Siapapun tolong ayah, tidur nyenyaknya malam ini akan terancam.

Ayah berdiri menghadap bunda, sebenarnya tindakannya ini cukup berani. Ia menepuk puncak surai Bunda dengan lembut, "jangan marah dong, Nanda."

"Tadi cuma bercanda." Ayah kelepasan terkekeh mengingatnya.

"Tidur diluar."

☁️

☁️

Pak karta membuka pintu rumahnya. Ia yang sedang ingin pergi tidur merasa terganggu dengan pintu rumahnya yang tiba tiba di ketuk.

ALFASYAKA dan ASA [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang