☁️☁️
Okty menggenggam tangan sahabatnya, dia merasa bersalah karena telah membuatnya seperti ini, "maaf...."
Lagi lagi kata itu yang keluar dari mulutnya,
Asya bergerak menatap Okty, dia menghapus semua air mata yang tak henti hentinya Okty keluarkan. Detik setelahnya ia tersenyum manis, "ngga ada kata maaf dalam persahabatan."
Ia merentangkan tangannya, mengajak Okty dan Alfa kedalam pelukannya. Keduanya memeluk Asya bersamaan, tangis Okty kembali pecah dalam pelukan mereka bertiga. Alfa hanya menutup matanya dan tersenyum kecut.
"Kita sahabat." ujar Asya mengakhiri pelukan mereka bertiga.
"Ihh, mata Okty jadi ilang. Gue jadi mikir bener lo di Oplas deh, biar keliatan gitu." pasalnya mata Okty yang sipit, sekarang menjadi lebih sipit karena menangis, bahkan kini membengkak.
"Aduhh, gue masih cantik ngga ya??"
Okty terkekeh melihat sahabatnya yang panik karena habis menangis, "masih cantik."
"Aww, makasihh."
Ketiganya diam. Entah karena tidak mau ada yang memulai bicara atau karena memang tidak ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Ketiga remaja itu memilih duduk di pinggir jalan sambil menatap hamparan sawah yang luas, ketiganya duduk berjejeran,
"Okty, kita butuh penjelasan." tuntut Asya.
Okty mengangguk, dia menarik nafasnya. Rahasia yang ia pendam bertahun tahun akan ia keluarkan,
"Gue dari kecil di asuh sama Kakek nenek, tanpa tahu wajah kedua orang tua gue sama sekali. Di umur tiga tahun, kakek gue meninggal. Dan di umur gue yang keempat nenek gue nyusul kakek. Di pemakaman gue bingung, nanti gue sama siapa kalo yang ngasuh gue udah ngga ada. Gue kecil cuma bisa nangis di makam kakek nenek waktu itu."
"Gue ngga berani pulang, karena pasti bakalan di ejek sama anak anak disana. Karena fisik gue yang beda sama mereka, mereka bilang gue anak pungut lah, anak buangan lah, anak panti lah, buset banyak banget." Ia terkekeh,
"Tapi tiba tiba ada perempuan dewasa, dia datengin gue dan bilang kalau dia itu ibu gue. Gue seneng banget waktu itu, akhirnya gue punya tempat berlindung baru."
"Gue di boyong kesini dan ketemu sama kalian. Sumpah, seumur hidup menurut gue tuh hoki punya gue cuma sahabatan sama kalian. Walaupun kalian agak aneh, rada rada, juga bego. Tapi kalian mau nerima gue apa adanya, walaupun kadang kalian ngejek fisik gue, tapi gue tau kok kalo kalian cuma bercanda."
Asya dan Alfa tersenyum mendengar penuturan Okty,
"Dan lo, sya. Lo juga temen cewe pertama gue, lo sahabat cewe pertama gue. Lo itu serba pertama, sya. Lo orang pertama yang ngajak gue temenan, lo orang pertama yang muji gue, lo orang pertama yang bangkitin senyum lepas gue setelah kehilangan kakek nenek. Karena lo gue bangkit." Asya menghapus air mata yang hendak keluar.
"Dan Alfa, walaupun dulu lo mirip babi, tapi lo temen plus sahabat cowo pertama. Lo jagain kita, lo ngga pernah tuh kasar sama kita, kaya lo itu tipe ideal banget. Tapi sayang lo kaya babi. And gue ngga suka babi." Alfa terkekeh mendengarnya,
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFASYAKA dan ASA [on going]
Teen Fiction"Alfareel satyana, Karasyaka prama. Hmm.. cocok ah buat di cetak di buku nikah." "Buku Yasin kali!" Berselisih paham?, Adu mulut?, Banyak drama?, Ouhh tentu semua itu ada di dalam persahabatan mereka berdua, Alfareel dan Karasyaka. Namun di suatu...