12.Menerima.

5 0 0
                                    

☁️☁️




Hanya cahaya samar samar yang bisa ia terima, matanya terbuka baru menyesuaikan cahaya yang masuk. Hingga sepenuhnya mata terbuka ia tak melihat ada orang di sekitarnya. Tunggu, ini di kamarnya! dan sekarang malam hari, apakah barusan hanya mimpi?

"Bunda! Ayah!" ia berteriak memanggil kedua orangtuanya dengan senyuman senang, ia berfikir bahwa tadi hanya mimpi buruk yang melintas,

Bunda yang kebetulan tengah duduk diam di sofa mendongak melihat putrinya yang tersenyum senang, ia rasa putrinya sudah merasa lebih baik.

"Bunda bunda!, Tadi Asya mimpi serem banget!" adunya, ia duduk sejajar di samping bundanya.

"Mimpi apa?"

"Tadi tuh Asya mimpi kalau Alfa sama Asya itu saudara. Padahal kita saling cinta. Tapi untungnya itu cuma mimpi." ia tersenyum senang tanpa beban, tapi senyumnya memudar saat melihat ekspresi bundanya yang tidak berubah sejak tadi,

"Bunda kok diem?"

"Maaf sayang, tapi yang kamu kira mimpi itu memang kenyataannya. Kalian berdua benar benar saudara."

Asya membeku sekali lagi, ternyata tadi bukan mimpi. Ternyata memang tidak ada harapan lagi untuk hubungannya dengan Alfa.

"Bunda... Asya boleh nemuin Alfa?" Bunda menggeleng, "belum boleh sayang."

Asya hanya terdiam, ia pergi masuk ke kamar. Tetapi ia keluar lewat jendela dan berjalan hati hati keluar rumah.

☁️

☁️

Tenda hajatan di depan rumahnya sudah di bongkar. Udara malam membuat sedikit kedinginan, ia berjalan tanpa sandal karena memang ingin sekali bertemu Alfa. Dengan erat ia memeluk tubuhnya yang terasa dingin, dan sayangnya ia lupa memakai pakaian tebal, dan hanya memakai kaos dan celana pendek.

Saat baru ingin masuk ke gerbang rumah Papa, ia di buat mematung melihat beberapa koper dan tas yang di masukan ke dalam mobil. Dan Alfa dengan setelan rapih. Di sana juga ada Mama yang sedang menangis di tenangkan oleh Raka.

"Maafkan om, Alfa. Om terlalu terbawa emosi." ujar Ayah menepuk pundak Alfa.

Papa memeluk erat putra bungsunya. Untuk pertama kalinya ia akan berpisah jauh dengan putra nakalnya ini. Alfa terpaksa harus melanjutkan belajar di Jepang. Untuk kebaikan bersama.

"Ayo, nanti keburu Asya bangun." Papa mengajak putranya masuk ke mobil.

"Tunggu!" Asya berlari setelah berdiri terdiam dari tempatnya,

"Alfa mau kemana?"

Perlahan Alfa berjalan menuju gadisnya, ia tersenyum dan memainkan rambut hitam pekat milik Asya yang belum sempat ditata. Ia memandangi semua wajah yang akan sangat ia rindukan. Kecuali netra hitam indah milik Asya, hanya netra itu yang membuatnya terhipnotis dan kembali lagi jatuh cinta yang akan membuat sang pemilik mata indah itu terluka.

"Alfa?"

Alfa membawa gadis yang ia amat cintai ke pelukannya, pelukan paling hangat ia berikan untuk menghilangkan segala rasa sakit yang walaupun tak akan pernah terobati. Asya semakin bingung, ia hanya menikmati pelukan yang entah kenapa akan membuatnya rindu. Alfa hirup wangi gadis kecilnya, yang selalu membuatnya tenang dalam sekejap, ia tidak tahu bagaimana ia menemukan ketenangan di negara matahari terbit sana.

ALFASYAKA dan ASA [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang