Bella's POV
Pintu masuk berupa pagar mewah dikelilingi dinding beton yang sangat tinggi sudah kulalui lima menit yang lalu. Tempat ini terlihat seperti dorm/asrama atau mungkin seminari atau pesantren, aku sendiri bingung menyebutnya apa. Jika kalian pernah menonton drama korea berjudul "Save Me", mungkin memiliki vibe yang sedikit mirip dengan tempat ini. Almarhumah nenekku bilang "singgup" adalah kata yang dapat menggambarkan tempat ini, sangat besar, sangat tertutup, namun anehnya sedikit masuk ke area hutan yang tidak jauh dari kota. Berbagai macam fasilitas yang super lengkap dan lebih modern dari bangunan yang pernah kutinggali di kota kelahiranku. Entah bagaimana aku bisa dikirim orang tuaku ketempat ini. Orang tuaku bilang bahwa aku disini untuk mendalami ilmu agama agar terhindar dari pergaulan bebas diluar sana. Akan tetapi umurku sudah 18 tahun, menurutku itu sudah terlambat untuk mengirimku ke sekolah agama.
Aku bergerak menuju kerumunan perempuan yang sudah melakukan pendaftaran menuju tahap pengecekan. Disini perempuan dan laki-laki dibatasi tetapi mereka masih bisa beraktivitas bersama. Tidak seketat aturan sekolah agama yang aku tahu dari internet dimana harus benar-benar dipisah dari gedung, taman dan lainnya. Aku masih bisa melihat perempuan dan laki-laki senior berjalan dan mengobrol bersama.
Tahap pengecekan mulai dilakukan oleh kepala dorm masing-masing. Suara speaker yang keras menginformasikan bahwa semua murid tidak boleh membawa barang apapun dari luar kecuali baju yang telah disortir oleh pihak dorm, bahkan handphone (hp) pribadi serta makanan dari luar dorm harus dikeluarkan.
"Arabella Leen"
Salah satu kepala dorm memanggil namaku. Aku berjalan kearah sumber suara, kemudian wanita paruh baya ini mengecek semua pakaianku. Dari ujung rambut hingga ujung kaki harus diperiksa satu persatu agar tidak ada barang terlewat yang berakhir dibawa oleh para murid kedalam dorm. Tapi aku tak akan semudah itu untuk melepaskan dari hp ku dan menyerahkannya begitu saja. Hampir saja hp yang kusembunyikan dibawah pembalut yang kupakai saat ini dipegang oleh kepala dorm.
"Wendy! Kamu gantikan Susi memeriksanya, kamu Susi bisa ikut saya sebentar ke belakang", suara bapak bapak itu terdengar disampingku memanggil kepala dorm yang memeriksaku tadi disusul anggukan sopan oleh kepala dorm. Jantungku mau meledak rasanya menahan rasa panik. Wendy, murid senior yang kutebak dua tahun lebih tua dariku melanjutkan proses pemeriksaan pakaianku yang telah dilakukan kepala dorm bernama Susi sebelumnya. Rasanya aku ingin berteriak girang ketika Wendy melewati bagian intimku, mungkin ada rasa jijik untuk menyentuh murid baru. Namun hal itu malah menguntungkan posisiku saat ini dan membuatku sangat lega.
Seluruh tahap pengecekan telah selesai dilakukan, murid-murid dihimbau untuk pergi ke ruangan besar disebelah barat lapangan. Ruangan tersebut cukup besar berisi LCD yang cukup besar pula, podium kecil, dan tidak memiliki kursi. Para murid disediakan karpet yang luas untuk duduk mendengarkan salam pembukaan dari petinggi-petinggi disana. Sialnya keypad hp ku bersuara saat semua orang yang berada dalam ruangan ini diam. Seharusnya aku tidak mendengarkan saran user disalah satu web yang menyuruh untuk membawa hp jadul, yang pastinya hanya memiliki keypad non layar sentuh jika akan masuk ke sekolah agama ini. Seluruh kepala dorm bersiap untuk mendatangi sumber suara dari hpku ini. Keringatku sudah bercucuran takut jika ketahuan. Langkah kaki dari para kepala dorm bergerak menuju kearahku. Aku berusaha untuk tetap tenang menghadapi situasi ini, namun suara langkah kaki yang semakin dekat membuatku semakin gelisah.
Tiba-tiba seseorang yang berada empat meter disampingku mengeluarkan dua sampah sedotan dan satu alat digital entah apa, dari sakunya. Tenang dan gesit ia memasukkan disela-sela kaki peserta lain. Tanpa disadari oleh murid lainnya, dia mulai berteriak.
"Saya melihat barang aneh disini! Kepala", ucapnya yang langsung direspon oleh kepala dorm.
Dengan gerakan cepat para kepala dorm mengambil barang yang sudah diselipkan oleh murid tadi dan membawa paksa murid perempuan yang telah difitnah oleh murid tersebut keluar dari ruangan ini. Ketua yayasan yang akan berpidato diawal, berteriak menyuruh semua murid untuk tenang dan kondusif, serta memberikan kesempatann bagi murid lain jika membawa barang dari luar untuk diserahkan kepada kepala dorm jika tidak ingin menerima hukuman pengasingan seperti murid yang dibawa keluar.
"Hai, aku Leona" bisik murid perempuan yang telah membantuku, yang sekarang telah berpindah tepat disampingku. Aku hanya membalas anggukan atas perkataannya. Masih tersisa rasa shock dan tidak percaya atas kejadian yang baru terjadi.
"Jangan takut aku akan membantumu karna kaulah satu-satunya orang yang menurutiku membawa hp" ucapnya yang membuatku membulatkan mata. Jadi murid bernama Leona inilah yang ada disitus web itu dan menyuruhku membawa hp jika aku akan menjadi salah satu murid sekolah ini.
Belum sempat aku menjawab perkataan Leona, seluruh murid dihimbau kembali untuk langsung menuju dorm masing-masing. Leona terus menempelku dan menggiringku mengikuti kerumunan lainnya. Kepala dorm menyuruh murid-murid untuk membagi setiap sepuluh murid ketika akan masuk kedalam gedung besar nan tinggi yang kutebak akan menjadi kamar kami. Kemudian aku dan Leona masuk diurutan kelima dan enam diikuti oleh murid lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Agama "White Croatoan"
Spiritualité[SELESAI] Sekolah agama "White Croatoan" membuka pendaftaran murid baru angkatan ke tiga belas. Ratusan anak mendaftar kesekolah ini dengan berbagai ekspresi. Gembira, sedih, takut, kecewa, senang, hingga bingung terukir diwajah para murid baru. Sal...