VI - Teka Teki

7 3 0
                                    

"Besok akan kuceritakan tapi jangan sebutkan nama Daniel Delores pada siapapun" bisik Gavin tepat ditelinga Arga yang membuat Arga sedikit merinding dan ketakutan"

"Baiklah baiklah akan kurahasiakan" balas Arga seraya mengangkat ibu jari nya.

___

Bella berada diperpustakaan lama menghabiskan waktu istirahatnya untuk sekedar membaca buku. Ia duduk di meja dekat jendela yang mengarah ke taman. Duduk disini sendirian membuatnya bernostalgia mengenai keluarganya. Ia masih tidak bisa percaya bahwa keluarganya sendiri menjualnya ke sekolah ini. Satu tetes air mata hampir lolos dari pelupuk matanya yang langsung diseka oleh Bella. Ia tidak ingin orang lain melihatnya menangis.

"Terakhir...?"

"Kau bilang nama marganya siapa? Descartes?"

"Apa mungkin sudah hari terakhirnya disini"

Samar-samar Bella mendengar dua murid laki-laki berbincang dengan pelan. Ia tebak mereka membicarakan mengenai filsafat namun Bella tidak ingin mendengarkan urusan orang lain jadi ia segera pergi dari perpustakaan dan mencari Leona.

Disisi lain Arga dan Gavin terus berusaha untuk memecahkan isi dari surat yang ditulis oleh seseorang bernama Daniel itu. Satu-satunya petunjuk yang mereka punya hanyalah kata "terakhir" yang ditulis paling beda dari yang lain atau memilih opsi lain dengan bertanya pada satu-persatu murid baru mengenai Daniel Delores yang pastinya memakan banyak waktu dan ada kemungkinan diketahui oleh guru dan kepala dorm. Gavin cukup pintar untuk mengetahui bahwa Daniel tidak ingin identitasnya diketahui oleh seluruh guru dan pengurus sekolah karena sekolah white croatoan ini sensitif dengan orang asing. Maka dari itu ia berusaha menyembunyikan identitas Daniel dengan menulis dan menghafal isi surat tersebut dalam semalam.

"Ahh mungkin kata terakhir yang ada dalam suratnya" bisik Arga.

"Kata terakhirnya hanya 'teman' bahkan dia bukan temanku" jawab Gavin serius.

"Berhubungan dengan kata terakhir?" lanjut Gavin disertai kerutan dahi menandakan kebingungannya.

"Akhhh otakku sudah buntu" teriak Arga yang disambut tatapan tajam Gavin seolah menyuruhnya untuk diam.

"Ada apa ribut-ribut Gavin?" tanya perempuan dengan beberapa buku ditangannya. Murid perempuan itu kemudian duduk disamping Gavin dan mengabaikan Arga dimana jelas-jelas Argalah yang berteriak bukan Gavin. Murid perempuan itu bernama Grey, satu—satunya murid yang membantu Pak Adi untuk mengurus perpustakaan ini. Walaupun umur Grey berbeda dengan Gavin dan Arga tetapi mereka masuk di angkatan yang sama. Grey telah menyukai Gavin sejak awal datang ke sekolah ini. Alasan ia menjabat sebagai pengurus perpustakaan lama juga karena mengetahui Gavin sering datang kesini.

"Tidak ada apa-apa, hanya TTS pekan lalu belum terjawab" jawab Gavin sambil fokus berpura-pura membaca buku.

"Hmm... padahal yang ribut itu aku, kenapa yang ditegur malah Gavin, Grey" ucap Arga pada Grey yang dibalas senyum sesaat.

"Oh iya Grey jika ada puisi di TTS petunjuknya hanya kata terakhir maksudnya apa ya siapa tau bisa bantu Gavin kan" celetuk Arga yang dibalas tatapan tajam Gavin menyuruhnya untuk diam. Gavin khawatir jika Grey akan mengetahui identitas surat ini.

"Terakhir...? Mungkin kata terakhir puisi, huruf terakhir atau kalimat terakhirnya?" jawab Grey sambil mengarahkan matanya kekanan atas tanda berpikir"

"Puisinya mana Gavin, mungkin aku bisa bantu" ucap Grey pada Gavin yang masih fokus membaca buku.

"Sudah tidak ada, sudah kukirimkan ke pos" jawab Gavin cepat.

"Yahh jika begitu kenapa kau bertanya..."ucap Grey mengarah pada Arga sambil memasang muka masam yang ditanggapi tawa kecil oleh Arga.

Gavin menengakkan tubuhnya bersiap untuk pergi. Grey juga sepertinya akan bersiap mengikuti Gavin tetapi dicegah dengan alasan ia akan ke toilet.

"Itu kuncinya"

"Elvern, huruf terakhir disetiap kalimat" bisik Gavin pada Arga dengan sedikit senyuman.

"Tetapi jika itu kakaknya mengapa nama marga mereka tidak sama" balas Arga disela sela perjalanan mereka menuju toilet.

Benar juga ya, batin Gavin. Disini mayoritas masih memiliki nama marga keluarga khususnya di kota ini. Gavin juga kurang yakin terhadap jawabannya apakah memang ini yang dimaksud Daniel atau bukan.

"Entah benar atau tidak, akan kucari tahu apa ada murid junior yang bernama Elvern atau tidak" lanjut Arga walaupun tidak mendapat jawaban Gavin.

"Baiklah aku juga akan cari tahu" balas Gavin setelah mereka sampai di toilet.

______________________________________________________________

Jam malam telah ditutup. Bella tengah merebahkan tubuhnya disamping Leona. Semua murid di dorm ini telah tertidur namun tidak dengan mereka berdua. Leona memutuskan untuk tidur satu kasur dengan Bella malam ini. Rasa rindu yang dalam pada adiknya menjadi alasannya. Leona ingin menangis tetapi malu rasanya. Ia membalikkan badannya memunggungi Bella. Bella tau bahwa Leona bersedih. Hal itu tergambar diraut wajahnya. Oleh karenanya Bella ingin mengalihkan kesedihan Leona dengan membicarakan hal lain.

"Leona" sahut Bella memastikan apakah Leona sudah tidur atau belum.

"Iya?" balas Leona singkat.

"Aku ditawari menjadi pengurus perpustakaan lama" jelas Bella.

"Tapi aku bingung akan menerima tawaran itu atau tidak" lanjutnya.

"Oleh siapa? Senior?" balas Leona dengan suara yang kecil namun masih bisa terdengar.

"Bukan, oleh guru pengurus. Menurutmu apakah aku terima atau tidak?" jawab Bella.

"Boleh saja jika kau mau" balas Leona.

"Oh iya perpustakaan lama hanya memiliki satu cctv, ada blind spot yang cukup luas" ucap Bella berusaha untuk membuat Leona ceria kembali.

"Benarkah!?" balas Leona seraya membalikkan tubuhnya. Ia benar antusias kali ini. Blind spot adalah titik buta, istilah yang biasa digunakan dalam berkendara dimana suatu area yang tidak terlihat karena jangkauan pandangan yang terbatas. Menemukan blind spot di area sekolah ini sangat susah karena jangkauannya cctv yang banyak. Karena area perpustakaan lama kurang terawatt fasilitasnya juga sedikit terbatas termasuk pemakaian cctv nya.

"Iyaa, kita bisa berdiskusi bebas disitu" ucap Bella kembali.

Leona memeluk Bella erat, kabar kecil yang dibawa Bella berdampak besar pada Leona. Ia sempat putus asa karena banyaknya cctv dan jam kegiatan yang cukup padat. Ia tidak bisa leluasa untuk mencari informasi mengenai adiknya.

Sekolah Agama "White Croatoan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang