VIII - Bantuan

12 4 0
                                    

 Gavin keluar dari perpustakaan dan mencari keberadaan Leona tetapi nihil. Rasanya perempuan itu baru saja keluar tetapi sudah menghilangs secepat kilat. Gavin terus mencari keberadaannya dengan bertanya pada murid lain yang berjalan disana tetapi tetap tidak ketemu. Hampir sepuluh menit ia mencari, bodohnya ia baru sadari jika perempuan dengan mata yang berbeda itu satu dorm dengan pengurus baru perpustakaan. Ia segera kembali lagi dan melangkahkan kakinya menuju perpustakaan untuk menanyakan temannya. Sialnya pengurus baru sudah tidak ada. Grey sudah menyuruhnya untuk pergi dan sekarang Gavin malah tertahan dengan Grey disini.

___

Esoknya Gavin sempat bertemu dengan Leona di kelas tetapi baru saja ia akan mengucapkan kata Leona sudah meninggalkannya begitu seterusnya hingga tiga kali. Leona tidak terlalu menyukai Gavin, laki-laki bukan menjadi prioritasnya sekarang. Bahkan itu tidak ada dalam resolusi dan tujuan hidupnya. Satu-satunya yang menjadi tujuannya saat ini adalah mencari dan mengungkapkan adiknya yang hilang.

Satu minggu berlalu, Gavin masih tidak menyerah. Gavin sudah menceritakan mengenai hal itu kepada Arga dan Arga juga berusaha membantu mencari Leona. Ia mencoba menanyakan pada Pak Adi mengenai pengurus baru perpustakaan, katanya dia akan datang sore ini. Itulah mengapa Arga dan Gavin berada di perpustakaan lama saat ini. Mereka berdua menunggu sambil membaca buku dan mengerjakan tugas mereka. Setelah sekian lama, akhirnya Bella datang. Keberuntungan berpihak pada mereka berdua hari ini, Bella datang sekaligus bersama Leona.

Leona menyadari keberadaan mereka berdua. Tanpa aba-aba Leona menanyakan mengapa kedua murid senior itu sangat sering kesini. Pak Adi menjelaskan bahwa mereka berdua memang langganan perpustakaan lama ini khususnya Gavin. Bella segera membantu Pak Adi mengurus buku-buku disini sedangkan Leona berniat untuk duduk di area blind spot seperti sebelumnya. Namun ia sedikit malas karena harus melewati senior-senior itu. Segera ia melangkahkan kakinya menuju kursi di depan jendela seperti hari sebelumnya namun ia berhenti melihat kearah Gavin dan Arga. Bukan untuk menatap Gavin melainkan Arga. Lelaki itu tidak lebih tampan dari Gavin tetapi sedikit sesuai dengan tipenya.

Sstt... bukan saatnya memikirkan seperti itu, batin Leona. Ia terus berjalan menuju kursi itu namun langkahnya dicegat oleh Arga.

"Hai kau temanku ingin bicara denganmu selama ini" ucap Arga padanya. Bella menyadari Gavin bergerak menuju arah yang sama dengan temannya itu.

"Iyaa bolehkah? Sebentar saja" sahut Gavin halus dari belakang punggung Arga.

Leona tidak menjawab sebaliknya menghindari tubuh mereka berdua dan terus berjalan menuju kursi itu.

"Heii! Tidak sopan sekali kau pada senior!" ucap Arga hampir berteriak.

"Kalian jangan berisik ini perpustakaan! Arga, Gavin, Leona jika ingin mengobrol di luar saja." Pak Adi menyahut dengan nada suara yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Tidak ingin memperpanjang keributan Leona keluar dari perpustakaan. Masih sama seperti sebelum-sebelumnya ia meninggalkan Gavin tanpa memberinya kesempatan berbicara. Namun Gavin tidak ingin kehilangan kesempatannya kali ini. Setelah keluar dari perpustakaan, ia segera mengejar Leona kemudian menarik tangganya sedikit memaksa.

"Auwww... kau kenapa bodoh, jangan menyentuhku sembarangan!" bentak Leona pada Gavin sambil menarik pergelangan tangganya.

Belum sempat Gavin mengucapkan satu kalimat pun, Leona menyelanya.

"Aku tidak mau berhubungan dengan laki-laki. Jika kau menyukaiku sudahilah, aku tidak tertarik denganmu." ucapnya datar tapi tak terbantahkan, ia terus berjalan meninggalkan mereka berdua.

Leona akan berbelok menuju koridor, namun satu kata yang ia dengar menghentikan langkah kakinya. Ia merinding sekaligus senang dan takut.

"DELORES" teriak Arga terpaksa. Arga sebenarnya tidak ingin mengatakannya dengan keras tetapi ia tidak ingin temannya membuang kesempatan berkali-kali. Dari sudut matanya, ia tahu Gavin terkejut namun sepertinya temannya itu mengerti mengapa ia melakukannya. Gavin senang melihat langkah Leona berhenti. Perempuan itu bergerak menuju kearah mereka berdua dengan muka yang lebih serius dari sebelumnya. Posisi mereka tepat sejajar saat ini, Gavin dan Arga mengahap ke timur sedangkan Leona menghadap ke barat.

"Tau apa kau soal nama yang kau sebut" ucap Leona penuh dengan penegasan tepat ditelinga mereka.

"Benar jadi Elvern itu kau rupanya" balas Gavin sedikit memancing Leona.

"Sejujurnya aku tidak mau berurusan denganmu tapi jika kalian tau tentang adikku dan menutupnya akan kubunuh kalian berdua" jelas Leona tanpa menaikkan nada suaranya.

"Daniel Delores" ucap Arga berusaha memancing Leona juga.

Mendengar nama lengkap adiknya disebut ia sedikit menoleh pada Arga dan menyorotinya dengan mata tajam. Arga tau warna mata Leona sangat cantik, tetapi ia tidak mengindahkannya sebaliknya ia balik menatapnya dengan sorot tajam yang hampir sama. Leona sedikit terkejut Arga tidak bergeming saat matanya menatap tajam kearahnya.

"Aku bersumpah akan merelakan nyawaku untuk menghabisi kalian berdua jika menyembunyikan adikku!" jawab Leona penuh penegasan.

Gavin tidak ingin menarik perhatian semua orang. Ia segera menarik Leona menuju meja dengan payung yang berada ditaman. Arga mengikuti mereka berdua duduk.

"Jadi Daniel Delores benar adikmu?" tanya Gavin pada Leona.

"Iya bagaimana kau bisa tau adikku?" balasan Leona dengan tanda tanya besar dikepalanya

"Gavin menemukan surat dengan petunjuk namamu di dorm barunya" jawab Arga menyahut.

"Tenang kami berdua tidak jahat. Adikmu mengisyaratkan kami untuk menemukanmu dan ya... kami akhirnya bisa memberitahumu setelah penolakan darimu berkali-kali" lanjut Arga berusaha mencairkan suasana tegang diantara mereka.

Leona mengutuk dirinya sendiri. Dengan bodonya ia berprasangka buruk pada seniornya ini. Bahkan dengan ucapan yang sangat percaya diri.

"Benar, aku menemukan surat dari adikmu tersembunyi dengan baik dibalik nakas. Sepertinya ia dalam keadaan darurat dan berusaha meminta tolong tanpa diketahui oleh kepala dorm dan guru-guru disini" jelas Gavin menimpali.

Mendengarnya Leona meminta maaf pada mereka berdua dan menceritakan mengapa ia masuk ke sekolah ini serta apa hubungannya dengan adik tunggalnya yang hilang disini. Mereka bertiga saling bertukar cerita mengenai Daniel dan kehidupan di sekolah ini. Leona ingin menangis bahagia sekarang, ia tidak menyangka masih ada orang baik di sekolah ini. Harapan akan menemukan adiknya semakin besar.

"Bolehkah aku bertanya pada senior?" tanya Leona pada Arga dan Gavin.

"Sudah kubilang panggil nama saja" sahut Arga.

"Apakah ada lulusan dari sini yang keluar baik-baik dari sekolah ini? tanya Leona.

"Tentu ada, kau bisa search mereka di web sekolah ataupun dilaman pencarian umum" jawab Gavin.

"Kau pikir sekolah ini penjara tidak memperbolehkan siswanya lulus" ucap Arga.

"Tetapi mengapa adikku menghilang" bisik Leona sambil menundukkan kepalanya menahan tangis.

"Aku berjanji akan menemukan adikmu, Leona. Tenanglah" Gavin membalas bisikan Leona berusaha menenangkannya.

"Di dunia seluas ini aku sendirian hanya Daniel yang kupunya, tapi mengapa ia harus menghilang, mengapa harus adikku yang menghilang" Leona mengucapkan kalimat itu datar dengan tatapan kosong. Bola matanya yang indah kini tak memiliki kesungguhan didalamnya.

"Berjanjilah pada dirimu sendiri, dalam keadaan apapun kau harus menemukan adikmu. Aku tidak pintar dan kuat seperti Gavin yang bisa menjanjikan adikmu tetapi aku cukup cepat dan cerdas untuk bisa membantumu" ucap Arga menenangkan pula. 

Sekolah Agama "White Croatoan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang