Author's POV
Lima menit lagi akan mencapi batas akhir aktivitas tetapi Leona belum terlihat memasuki kamar dorm. Peraturan penyimpangan yang dilakukan oleh murid sekolah white croatoan dalam bentuk apapun akan dikenai hukuman pengasiangan. Waktu pengasingan tergantung dari seberapa berat penyimpangan yang dilakukan. Penyimpangan keterlambatan akan dikenakan waktu satu minggu pengasingan. Bella paham akan hal ini, maka dari itu ia segera berlari menuju kamar mandi untuk mencari keberadaan Leona.
Disisi lain Leona sedang terburu-buru memasuki dorm, tersisa dua menit lagi ketika ia memasuki lift dorm yang untungnya sepi. Mata Leona akhirnya berpapasan dengan mata Bella. Sorot khawatir akan hukuman yang akan diterima Leona terpancar di mata Bella. Sorot mata Bella langsung beralih ketika ia melihat kepala dorm menatapnya. Segera ia menarik tangan Leona masuk ke dalam kamar.
Pintu masuk kamar mereka terbuka. Seluruh pandangan mata seolah terkunci menatap Ibu Anna dengan takut. Nafas Leona masih tersenggal-senggal namun ia berusaha untuk tenang dan tidak menampakkannya.
"Masih awal masuk salah satu dari teman kalian hampir terlambat ya...", ucap Ibu Anna sembari melangkahkan kakinya kearah Leona.
"Kalian tahukan peraturan pengasingan", lanjutnya masih dengan tatapan mengintimidasi kearah Leona.
"Leona Elvern, dari mana kamu nyaris saja terlambat", pertanyaan dari Ibu Anna datar tanpa amarah namun mengintidasi seluruh murid dikamar dorm ini.
Leona tidak menjawab, ia menundukkan kepalanya. Pengasingan adalah sesuatu yang benar-benar harus ia jauhi. Daniel mengisyaratkan untuk menjauhi hukuman apapun jika ia mau menolongnya.
"Nyaris terlambat tidak akan mengakibatkan hukuman padamu Leona jangan takut" ucap Ibu Anna sambal menaikkan dagu Leona dan menatapnya.
Leona tidak mengeluarkan satu kata pun, ada tatapan sedih, gelisah dan takut dari sorot matanya. Mendengar tidak ada jawaban dari Leona, Ibu Anna melepaskan tangannya dan menghimbau murid lain agar tidak terlambat kemudian keluar dari kamar dorm mereka. Leona mengucapkan permintaan maaf pada teman sekamarnya karena hampir mengakibatkan mereka diceramahi oleh Ibu Anna.
________________________________________________________________________
Seorang laki-laki baru saja memasuki kamar mandi seorang diri. Ia terpaksa meminta izin kepada kepala dorm karena ia mengalami diare. Alasan klasik yang ia katakan nampaknya masih bisa diterima oleh kepala dorm. Laki-laki itu bernama Gavin yang berusia 20 tahun. Gavin adalah murid senior di sekolah ini. Alasan ia pergi ke kamar mandi di jam malam adalah karena surat yang ia temukan di balik nakas tertutupi dinding seolah dinding tersebut sengaja dilubangi kearah bawah agar kertas kecil itu tidak ikut tersapu dan berakhir ditemukan petugas kebersihan.
Perlahan Gavin membuka kertas kecil tersebut setelah menyalakan kran air agar kepala dorm yang menunggu di depan pintu tidak mendengar.
Tolong cepatlah sebelum sore
Tolong aku, sekolah ini nampaknya akan kekal
Hati-hatilah perhatikan cctv
Aku mohon temukan siswi baru sebelum terjebak sekte
Ia kakakku aku ingin mengatakan disini tidak benar
Terakhir tolong selamatkan aku teman
Daniel Delores, angkatan 11
Isi surat itu nampak membingungkan Gavin, ia benar-benar tidak tahu apa artinya. Yang pasti ia bisa merasakan bahwa Daniel dalam keadaan darurat dan butuh pertolongan. Suara ketukan dari kepala dorm yang menyuruhnya untuk segera keluar dari kamar mandi membuyarkan pikiran Gavin tentang Daniel.
"Hampir selesai...", ucap Gavin sedikit berteriak agar kepala dorm tidak membuka paksa pintu ini. Sebagai murid senior Gavin cukup paham dengan sekolah ini, bagaimana peraturannya, hukuman sampai penilaiannya. Gavin termasuk salah satu murid yang pintar di angkatannya, terutama nilai tes psikologi yang baru baru ini diberitahukan gurunya bahwa ia mendapatkan nilai psikotes yang tertinggi.
Gavin segera keluar dari bilik kamar mandi dan ruangan itu sesudah menyembunyikan surat yang entah apa maksudnya belum bisa ia identifikasi. Ia memberikan senyum sopan kepada kepala dorm dan bergegas menuju dorm kamarnya. Ia masih menerka-nerka hal apa dan siapa yang dimaksud Daniel.
Siswi baru? Tahun ini? Kata terakhir ditulis sedikit lebih tebal dari yang lain, batin Gavin masih bergulat tiga hal itu. Siapa sebenarnya kakak Daniel dan mengapa ia meminta untuk menolongnya.
"Apa Daniel juga hilang seperti murid lainnya?", ucap Gavin pada dirinya sendiri.
"Kau bicara denganku?", tanya Arga teman sekamar Gavin yang juga sama seangkatan dengannya. Arga adalah satu satunya teman yang paling dekat dengan Gavin di sekolah ini. Berbanding terbalik dengan Gavin yang serius dan pendiam, Arga justru suka bergurau dan ramah namun ia kurang pintar. Tetapi Arga memiliki sisi kreatif tersendiri yang membuat Gavin kagum.
"Ahh tidak" jawab Gavin.
"Apa kau tau ada siswa bernama Daniel Delores?" lanjut v bertanya pada Arga setelah menimang-nimang apakah ia harus memberitahu isi surat yang sudah ia temukan atau tidak.
"Daniel Delores...?" ucap Arga sambil mengernyitkan dahinya. Ia sepertinya pernah mendengar nama Delores tapi ia lupa dimana ia mendengarnya.
"Sepertinya aku pernah dengar tapi aku tidak yakin, memangnya ada apa?" tanya Arga kembali pada Gavin.
"Tidak apa apa, ada form yang harus kuberikan padanya tapi sepertinya ia bukan seangkatan dengan kita sepertinya dari angkatan 11" jelas Gavin membohongi Arga.
"Ahh jika kau mau akan kutanyakan guru besok"
"JANGAN..." penolakan tiba tiba dari Gavin membingungkan Arga, mengapa ia harus menolak dengan muka serius itu.
"Besok akan kuceritakan tapi jangan sebutkan nama Daniel Delores pada siapapun" bisik Gavin tepat ditelinga Arga yang membuat Arga sedikit merinding dan ketakutan"
"Baiklah baiklah akan kurahasiakan" balas Arga seraya mengangkat ibu jari nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Agama "White Croatoan"
Spiritual[SELESAI] Sekolah agama "White Croatoan" membuka pendaftaran murid baru angkatan ke tiga belas. Ratusan anak mendaftar kesekolah ini dengan berbagai ekspresi. Gembira, sedih, takut, kecewa, senang, hingga bingung terukir diwajah para murid baru. Sal...