XIV - Penyesalan & Cerita Daniel

10 2 0
                                    

Setelah memakan tubuh Karina, monster itu tiba-tiba musnah, entah karena apa alasannya. Kilatan cahaya putih menggugurkan tubuhnya hingga tersisa abu yang terbawa angin. Situasi yang membingungkan bagi mereka berlima harus bersyukur atau tidak. Mereka yang tersisa saat ini hanya bisa berlari dan terus berlari. Satu monster lagi menarik tubuh Leona yang sedang mengendong Daniel hingga terguling ke jurang. Gavin tidak percaya apa yang barusan ia lihat.

"Arga, Bella kutungu kalian di pantai aku akan menyelamatkan perempuan yang kusukai!!!" teriak Gavin sebelum dirinya ikut masuk ke jurang yang sama dengan Leona.

___

Mendengar itu Bella ingin menyerah saja rasanya. Akan tetapi Arga menyemangatinya ditengah situasi sekarang ini. Bella berlari sambil menangis. Rasa sakit akibat dagingnya yang terkoyak tidak lebih sakit dari melihat Leona ke jurang, ditambah dengan satu murid saja yang tersisa dengannya. Monster itu masih mengejar mereka. Arga mengisyaratkan Leona untuk masuk kedalam goa kecil yang berada seratus meter didepannya. Bella mengangguk paham. Ia segera masuk kedalam goa setelah berada didepannya. Arga menendang monster itu ketika ia akan masuk kedalam pula namun kakinya berhasil ditahan oleh monster itu. Bella segera mencari sesuatu didalam goa dan menemukan batu cukup besar. Segera ia lemparkan batu itu hingga mengenai kepala monster itu. Bella mengambil batu yang lebih besar untuk menutup celah kecil dari goa ini.

Nafas mereka berdua tersenggal-senggal. Arga meringis kesakitan ketika kakinya sudah mengeluarkan banyak darah akibat cakaran dari monster dengan kuku raksasa itu. Tak berakhir sampai disitu penderitaan mereka, didalam gua yang mereka tempati saat ini terdapat ular dengan ukuran cukup besar. Sedikit keberuntungan bagi mereka, ular itu tertidur. Melihat kekhawatiran di wajah Bella, Arga menenangkannya dengan mengatakan bahwa ular itu berhibernasi.

"Kita bisa bertahan hingga besok disini, sepertinya monster itu hanya aktif di malam hari" ucap Arga melanjutkan.

"Bagaimana senior tau diaktif di malam saja?" tanya Bella setelah menormalkan detak jantungnya.

"Ayahku pernah melihat monster di wilayah ini. Kupikir dia bercanda dan menakut-nakutiku saja tapi ternyata memang benar" jelas Arga pada Bella.

"Tapi apa kau yakin kita bertahan disini? Tanpa oksigen?" tanya Bella meragukan dirinya sendiri.

"Bukalah sedikit celah batu itu, monster itu juga tidak akan bisa masuk. Lubangnya terlalu kecil untuk tubuhnya" ucap Arga yang tidak dituruti oleh Bella karna khawatir monster itu memaksa masuk.

Bella membuka ransel yang ia bawa berisi minuman, makanan dan barang lain yang telah dipersiapkan untuk kami berenam. Ia menangis tanpa suara ketika melihat isi ransel itu.

Seharusnya ini untuk kita berenam tidak hanya berdua, batinnya. Ia merasa kesal karena hanya ia saja yang membawa bahan perlengkapan ini. Bella takut Leona, Gavin terlebih adiknya akan kelaparan.

"Jangan dimakan jika kau tak sanggup, atau makanlah jatahmu saja" sahut Arga dengan suara yang makin lemah.

"Perjalanan besok masih jauh, pulihkan energimu terlebih dahulu" lanjutnya kemudian bersiap untuk menutup mata entah dia tidur atau pingsan karena kelelahan. Melihat Arga, Bella membuka salah satu botol minum kemudian meminumkannya pada Arga. Ia tak mau jika Arga juga mati menyisakan dirinya sendiri. Bella lebih baik mati daripada mengatasi situasi ini sendirian. Ia dengan telaten membantu Arga minum agar tidak tumpah dan airnya akan berakhir sia-sia. Setelah bergelut dengan pikirannya sendiri Bella kemudian sedikit membuka batu yang menutup goa agar oksigen bisa masuk menuruti perkataan seniornya. Baru kali ini tangisan Bella terdengar karena sunyinya malam. Ia menangis hingga tak sadar ia tertidur dibahu Arga.

___________________________________________________


Gavin meringis kesakitan saat perutnya menyentuh tanah. Dengan posisi yang masih terlentang ditanah, ia menyobek baju lengan panjang yang ia pakai dengan pisau yang untungnya tidak melukainya. Ia melilitkan kain itu diperutnya agar darah dari perutnya berhenti. Gavin tetap seperti itu hingga lima belas menit. Kemudian dia berdiri dengan sekuat tenaga untuk mencari Leona dan Daniel. Gavin menghindupkan senter hp Leona dan menyoroti bagian jurang ini.

"to....long....." ucap seseorang lirih. Gavin mengerti itu suara Leona. Ia segera berlari kesumber suara.

"Syukurlah aku menemukanmu" ucap Gavin pada Leona yang sudah terkapar dengan luka-luka dipunggungnya karena melindungi adiknya. Daniel bahkan tidak lecet terkena tanah karena eratnya pelukan Leona walaupun hingga saat ini dia belum tersadar.

"Aku mohon bertahanlah Leona" ucap Gavin seraya melepaskan Daniel dan memangkunya kemudian menarik kepala Leona agar tidur dipahanya.

Gavin tersadar karena sinar matahari yang meyorot mukanya. Daniel telah sadarkan diri tapi tidak dengan Leona. Gavin menepuk-nepuk pipi Leona agar ia bangun dari tidurnya. Daniel juga melakukan hal yang sama padanya. Leona menyentuh punggungnya dan meringis kesakitan. Akan tetapi setelah melihat adiknya dengan jelas ia memeluknya dengan erat dan memastikan adiknya baik-baik saja.

Kondisi Daniel jika dilihat siang hari sangat memprihatinkan, tubuhnya penuh dengan luka lebam. Yang lebih parah yaitu mata kirinya tidak terbuka seperti iritasi. Leona membuka baju adiknya dan menemukan luka yang sama parahnya disemua bagian perutnya. Namun Daniel tidak menunjukkan rasa sakitnya sama sekali, justru senyuman lebar terpancar diwajahnya.

"Jika kakak terlambat menjemputku satu hari saja, maka aku akan ditumbalkan" ucap Daniel tiba-tiba yang membuat mereka berdua terkejut. Arga membuka ransel kecil yang ia bawa dan mengeluarkan sebotol air mineral yang belum ia minum sama sekali. Dia kemudian menyerahkan pada Daniel dan menyuruhnya untuk minum.

"Tumbal?" tanya Leona dan Gavin bersamaan.

"Murid yang ditumbalkan harus diasingkan terlebih dahulu selama enam bulan. Tiga bulan awal

aku mencoba kabur karena mendengar teriakan kakak, tapi mereka menemukanku dan memukuliku agar aku tidak bisa berjalan dan kabur lagi" jelas Daniel masih dengan senyumannya.

"Tapi aku bersyukur kakak menyelamatkanku tepat sebelum aku ditumbalkan. Oh iya jika kakak melihat monster besar jangan takut, mereka hanya bisa mengejar kita dimalam hari saja karena mereka tidak bisa berada dibawah matahari" lanjut Daniel.

Cerita Daniel membuat Leona semakin sedih, tangisnya pecah setelah menyadari adiknya masih bisa selamat setelah apa yang dilakukan sekolah biadab itu. Gavin dan Daniel sama sama menenangkannya.

"Minumlah, Leona. Perjalanan kita menuju pantai masih jauh. Kita juga harus sampai disana sebelum malam agar monster itu tidak datang" ucap Gavin lembut. Leona menuruti apa kata Gavin. Mereka beristirahat sejenak sebelum memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Gavin mengendong Daniel dipunggungnya. Ia tidak memperdulikan rasa sakitnya sekarang. Gavin hanya berharap bisa menuju ke pantai seperti apa yang ia janjikan pada Arga.

Sekolah Agama "White Croatoan"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang