Bella's POV
Aku mengernyitkan dahi merasakan pusing dikepalaku. Syukurlah ular yang berada disamping itu tidak terbangun. Mataku berusaha kubuka lebar ketika mendengar suara yang ternyata berasal dari Arga. Dia sudah membuka batu yang menutupi goa ini dan sekarang ini sedang mengobati luka di kakinya dengan kain seadanya. Aku merasakan sakit yang sama dibahu kiri ku. Bekas cakaran yang tidak sedalam bekas cakaran kaki seniorku ini. Aku bisa melihat tulang yang hampir terlihat di kakinya. Namun dia mengatakan bahwa kakinya baik baik saja kemudian mengajakku untuk melanjutkan perjalanan
Kami berdua melanjutkan perjalanan setelah beristirahat semalaman. Pagi dan siang hari berhasil kami lewati dengan susah payah. Persediaan makanan dan minuman yang cukup, sangat membantu perjalanan kami namun aku tetap tidak tega memakan ini semua. Tersisa banyak makanan didalam ransel ini bahkan makanan ringan yang Leona persiapkan untuk adiknya tidak kusentuh sama sekali. Sudah hampir sore hari dan suara ombak pantai semakin jelas terdengar ditelinga kami. Untungnya kami masih tidak menemukan penjaga dari sekolah white croatoan disekitar pantai. Arga bilang pantai ini tidak mungkin didatangi wisatawan karena masih tidak adanya akses umum kemari. Ia juga mengatakan bahwa kami perlu menyebrangi pulau yang jauh berada didepannya, tapi kami tak punya cara menuju kesana, terlalu jauh dan tidak ada perahu apapun disini.
Tiba-tiba Arga bergerak menuju bibir pantai dan meniupkan peluit yang ia bawa disaku bajunya. Bella menyadari bahwa Arga yang tidak sekuat dan setangguh Gavin, ternyata orang yang sangat cerdas dan sangat siap diantara kami semua yang berniat kabur. Entah apa gunanya peluit yang dia tiup berkali-kali itu.
"Bisa kau gantikan meniupnya?" tanya Arga setelah dia merasakan Lelah.
"Untuk apa?" tanyaku karena kebingunan belum mendapatkan kejelasan dari apa yang dia lakukan sedari tadi.
"Tiuplah sembari aku ceritakan" suruhnya padaku. Aku menurutinya dan dia mulai bercerita.
"Ayah kandungku tinggal dipulau itu" ucapnya yang membuatku kaget dan reflek meniupkan peluit itu jauh lebih keras. Arga sedikit tertawa kemudian melanjutkan ucapannya.
"Ibuku bercerai dengan ayahku saat aku berusia sepuluh tahun. Ibu menyuruhku ikut dengannya meninggalkan ayah dan aku setuju karena kupikir ayah bertindak kasar dan melukai ibu. Tapi satu malam setelah kami pindah, aku melihat ibu bersama pria lain tidur bersama disatu ranjang. Aku berteriak keras agar ibu terbangun dan kami berdebat hebat malam itu. Pria itu malah pergi keruang tamu menunggu adu mulut kami selesai. Ibu kelepasan mengatakan bahwa ayah terlalu miskin untuk hidup ibu yang glamor" ucap Arga menceritakan keluarganya padaku.
"Besok paginya aku pergi menemui ayahku dan memintanya untuk hidup bersama. Pada awalnya ayah menerima tapi dia menyerahkanku kembali pada ibu dengan alasan hidupku akan lebih terjamin jika tinggal bersama ibu. Sebelum pergi ayah mengajakku kepantai ini, dia mengatakan aku bisa menemuinya di pulau itu. Dia mengajarkanku tanda-tanda sos seperti peluit ini, jika aku ingin menemuinya. Ayah bilang akan menjemputku jika aku melakukan itu." Lanjutnya.
"Tapi aku tidak yakin dia masih hidup disana saat ini atau sudah tiada" kalimat terakhir Arga kembali membuatku terkejut. Benar karena kita belum pasti mendapatkan pertolongan dari ayah Arga namun mau tidak mau hanya ini pilihan kami saat ini.
Kepulan asap hitam tiba-tiba keluar dari arah pulau setelah berjam-jam kami meniup peluit ini. Hampir mati karena tenggorokanku terlalu kering. Arga berdiri dan melangkah lebih dekat lagi dengan bibir pantai untuk melihat lebih jelas. Aku mengikutinya. Samar-samar perahu yang sederhana mendekat kearah kami. Arga melambaikan tangganya tanda bahwa ada orang yang butuh pertolongan disini. Pria berjenggot dengan baju lusuh itu turun dari perahu.
"Ayahh, ini Arga" ucap Arga hampir berteriak pada pria yang disebut ayahnya. Ayahnya mengamati wajah putranya kemudian memeluknya dengan erat.
"Arga anakku, kau sudah sebesar ini" ucapnya disertai dengan tangisan haru kemudian menatap sadar kearahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah Agama "White Croatoan"
Spiritualité[SELESAI] Sekolah agama "White Croatoan" membuka pendaftaran murid baru angkatan ke tiga belas. Ratusan anak mendaftar kesekolah ini dengan berbagai ekspresi. Gembira, sedih, takut, kecewa, senang, hingga bingung terukir diwajah para murid baru. Sal...