Kini matahari pagi telah menampakkan wujudnya. Amara yang masih bergelung dengan selimutnya, perlahan membuka mata ketika merasakan sinar matahari pagi masuk dari sela fentilasi kamar. Ia mengerjap pelan, mengatur pandangannya yang masih samar. Ia melihat ke arah nakas, jam beker yang tersimpan rapi itu menunjukkan pukul 6 pagi. Amara segera bergegas menuju kamar mandi, setelah itu bersiap untuk pergi ke sekolah.
Setelah siap dengan seragam dan tas yang sudah bertengger di bahunya, Amara melangkahkan kakinya menuju dapur. Terlihat Mama nya dan hidangan yang sudah siap untuk disantap.
“Pagi, Ma!” Sapa Amara membuat orang yang dituju menoleh kemudian tersenyum.
“Pagi juga, sayang” Mama melangkah mendekati meja makan dengan mangkuk yang berisikan sayur sop lalu meletakkannya di meja. Amara pun juga mendudukkan dirinya pada kursi yang sudah tersedia, dengan matanya yang menjelajahi setiap inci meja makan yang menyajikan banyak makanan.
“Papa mana, Ma?” Tanyanya.
“Tadi udah berangkat, ada meeting katanya. Yaudah yuk sarapan!” Amara mengangguk. Kini anak dan Ibu itu sedang menikmati sarapan dengan suasana yang sunyi, hanya dentingan garpu dan sendok yang terdengar di ruangan itu.
Setelah usai sarapan, Amara berpamitan kepada Mama nya. “Amara hari ini pulang telat, Ma. Mau wawancara sama anak jurnalis sekolah. Berangkat dulu ya, Assalamu’alaikum” Setelah menyalami tangan Mama nya, kini Amara telah pergi menuju ke Sekolah.
Di sisi lain, Ardan yang sudah berada di sekolah, lebih tepatnya di kantin, sedang menikmati sarapan yang ia pesan. Pasalnya, tadi pagi Ibunya kesiangan dan tidak sempat untuk memasak sarapan untuknya.
Terlihat Reno yang sedang memasuki area kantin, sudah ia pastikan anak itu akan mendatanginya.
“Ardan, tumben sarapan di kantin?” Reno menduduki dirinya di samping Ardan.
“Terserah aku lah Ren, gak minta bayarin kamu juga, kan?” jawab Ardan malas. Reno selalu saja bertanya hal yang tak seharusnya dijawab. Berteman dengan Reno dalam kurun waktu yang sudah lama membuat Ardan tau sifat Reno yang selalu bertanya sesuatu yang tidak perlu dijawab.
“Oh iya, pulang sekolah mampir ke tempat biasa, kuy?” ajak Reno dan mendapatkan gelengan dari Ardan.
“Aku ada jadwal,” jawab Ardan santai. Reno hanya mengangguk. Sudah maklum jika Ardan menolak ajakannya, karena Ardan selalu memiliki jadwal yang padat.
“Oh iya, udah ketemu sama yang mau kamu wawancara itu?” tanya Reno.
“Udah. Pulang sekolah mau wawancara,” jawab Ardan dan melanjutkan makannya.
Setelah menghabiskan satu porsi makanan, bel pun berbunyi, menyeru siswa-siswi sekolah Garuda Bangsa untuk masuk ke kelas masing-masing. Tak terkecuali Reno dan Ardan, mereka segera bergegas untuk masuk ke kelas karena jadwal hari ini adalah guru killer yang mengajar.
Setelah berkutat dengan pelajaran, waktu pulang pun tiba. Ardan tak lupa dengan janjinya, ia memasukkan buku-buku ke dalam tasnya, lalu melangkah pergi menuju aula.
Setelah sampai di aula, ia melihat seorang gadis dengan perawakan tinggi, dan rambut yang tergerai indah sudah terduduk dengan handphone di tangannya.
“Udah lama?” Amara tersentak kaget dengan kehadiran Ardan yang tiba-tiba.
“Barusan kok,” jawabnya dengan senyum manis.
Ardan mengangguk, dan beralih duduk di sebelah Amara. Mengeluarkan laptopnya kemudian memangkunya. “Kita mulai sekarang, ya?” Amara mengangguk.
Setelah 30 menit saling bertanya jawab, mereka pun menyelesaikan wawancara nya. Merasa sudah tidak ada lagi urusan dengan Ardan, Amara berpamitan untuk pulang.
“Pulangnya pakai apa?” Tanya Ardan yang masih fokus memasukkan laptop ke dalam tas. “Di jemput, aku duluan ya,” ucapnya lalu pergi menjauhi Ardan. Ardan pun melangkahkan kakinya menuju parkiran. Saat melewati gerbang sekolah, dilihatnya Amara yang masih berdiri, sepertinya menunggu jemputan. Ia pun langsung mengarahkan motornya menuju tempat Amara berdiri.
“Belum dijemput?” tanya Ardan.
“Gak ada yang jemput, barusan Supirku telpon. Naik taksi aja kayaknya,” jawab Amara sopan. Ardan mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sekolah. Sekolah tampak sepi, karena jam pulang sekolah sudah lewat satu jam yang lalu.
“Aku anterin pulang, hitung-hitung hemat ongkos, kan?” Amara tampak menimang tawaran itu, lalu setelahnya ia terkekeh pelan dan mengangguk. Ardan tersenyum dan menyerahkan helm cadangan yang selalu ia bawa.
Setelah siap dengan helm nya serta telah menempati jok belakang motor Ardan, kini dua sejoli itu pergi meninggalkan gerbang sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Datang Untuk Pergi
Teen FictionTugas Kelompok Bahasa Indonesia👍 Ini novel lite, jadi singkat, padat, dan tidak jelas👍 Selamat membaca🙏