7

2 0 0
                                    

Ardan sibuk dengan berkas-berkas jurnalisnya. Tadi pagi, Pak Iwan memberitahu bahwa Anak jurnalis akan mengikuti Lomba di luar kota. Itu memang hal biasa, namun kali ini sedikit berbeda. Karena berita tentang Amara yang menjuarai lomba melukis yang dibuat oleh Ardan itu lumayan terkenal, sehingga dilirik oleh Pusat Jurnalis yang ada di Palembang, membuat lomba kali ini harus didatangi juga oleh Amara sang pemenang.

Ardan sedang melihat berkas-berkas yang akan disiapkan untuk keberangkatannya. Kabar ini saja belum ia sampaikan kepada Amara, karena ia sedang mumet dengan kertas-kertas yang ada di depannya. Ia juga dispen dari pelajaran pertama hingga jam istirahat seperti sekarang. Handphone Ardan berdering menampakkan nama Amara di layar handphone nya. Dengan segera ia mengangkatnya, karena ia juga merasa bersalah tidak memberi kabar kepada Amara.

“Halo,” ucap Amara di seberang telepon.

“Halo Amara, kenapa?”

“Gak ngantin bareng ya?” tanya Amara.

“Kamu ke kantin sendiri aja ya, aku lagi ada tugas di ruang jurnalis ini,” ucap Ardan.

“Hmm, yaudah deh, semangat ya,” ucap Amara memberi semangat sebelum menutup panggilannya.

Ardan tersenyum. Bisa-bisanya dia baper cuma karena di semangati sahabat.

Setelah memfokuskan diri, Ardan kembali ke aktifitas sebelumnya, memeriksa berkas.

Lain halnya dengan Amara yang sedang duduk di kantin sendirian. Ia memakan apa yang telah ia pesan sebelumnya. Bukannya tak memiliki teman, namun ia hanya tidak bisa terlalu dekat dengan orang-orang.

Amara yang fokus makan, ia merasakan pergerakan di sampingnya membuatnya menoleh ke samping. Ada seorang cowo tengah duduk di sampingnya dengan lengkungan lebar di wajahnya.

“Enak dong mau ke luar kota,” ucap cowo itu membuka bicara. Amara mengernyit heran, dia siapa? Dan siapa yang mau ke luar kota?

“Emm, siapa ya?” tanya Amara sopan.

“Aku Reno, temannya Ardan,” Reno mengulurkan tangannya ke Amara untuk berjabatan, namun ada tangan lain yang menepisnya. Reno kaget dan langsung spontan melihat ke arah orang yang punya tangan tersebut.

“Ga perlu jabatan, kuno banget,”

Reno terkekeh pelan, “Posesif amat bro, official aja belom,” ujar Reno setelah itu mendapatkan tatapan nanar dari sang sahabat.

“Bukan gitu, kamu itu sering ngupil. Jorok,” lanjut Ardan lalu di pelototi oleh Reno. Sedangkan Amara tertawa mendengar penuturan dari Ardan tadi.

“Enak aja, enggak ya!”

“Kenapa ada di sini?” tanya Ardan kepada Reno.

“Lah ini kan kantin, Ardan. Tempat umum, jadi terserah aku lah,” jawab Reno jengkel.

Ardan menduduki dirinya di hadapan Amara, lalu mengalihkan atensinya ke arah gadis yang berada dihadapannya itu. “Dia ngomong apa, Amara?” tanya Ardan lembut.

“Dih takut amat, gak di rebut woi!” Reno menatap Ardan malas. Kenapa terlalu berlebihan? Apakah Amara tidak boleh berteman dengan orang lain selain Ardan?

“Enak dong mau ke luar kota,” ucap Amara membuat Ardan bingung.

“Ha?”

Amara memutar bola matanya malas, “Itu kata dia,” Amara menunjuk ke arah Reno. Ardan mengangguk.

“Emangnya ada apa?” tanya Amara lagi.

“Pak Iwan bilang, sekolah kita bakalan ikutan lomba jurnalis di luar kota. Tapi yang ini beda dari yang sebelumnya, kali ini narasumber nya juga ikut. Karena di video dan berit ku yang lumayan terkenal itu narasumbernya kamu, jadi kamu juga ikut ke luar kota, Amara,” jelas Ardan panjang lebar.

“Jadi, aku ikut ke luar kota sama anak-anak jurnalis?” tanya Amara memastikan. Ardan mengangguk.

Raut wajah Amara seketika berubah menjadi antusias, “Kapan berangkatnya, Ardan?” tanya nya senang. Ardan yang melihat Amara senang juga ikut tersenyum. Tangannya bergerak untuk mengelus rambut Amara.

“Dua hari lagi, nanti pulang kamu izin dulu ya ke Mama,” perintah Ardan yang diangguki mantap oleh Amara.

Reno yang merasa terabaikan pun hanya menatap dua sejoli yang ada di dekatnya itu dengan datar. Namun di dalam hatinya ia juga merasa senang, karena sahabatnya itu sudah bisa tersenyum lagi dengan wanita yang layak.

“Jadi nyamuk,” celetuk Reno namun melihat ke arah lain. Sedangkan Ardan dan Amara tertawa melihat wajah Reno yang kesal.

Datang Untuk PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang