13

1 0 0
                                    

“Jika ini sore terakhir untuk kita, sore ini akan menjadi sejarah yang akan terkenang.”

***

Pagi ini Amara, Ardan dan juga Mama Amara sedang berada di ruang makan, mereka terlihat tengah berbincang-bincang sesekali menyuap sarapan buatan Mama Amara.Kejadian kemarin, sudah sampai ke telinga Mama Amara membuat Ardan yang tadinya berniat untuk menjemput Amara menjadi terduduk di sini karena dipaksa sarapan bersama.

Setelah selesai, mereka berdua pun berpamitan kepada Mama Amara.

“Amara sama Ardan pamit dulu ya Ma, Assalamu’alaikum,”

Setelah sampai di sekolah, mereka berdua pergi ke kantin terlebih dahulu karena Amara ingin membeli roti. Saat di kantin, Amara melihat Audrey yang sedang duduk bersama temannya, Amara pun menyapanya. Namun, respon yang diberikan Audrey membuat Amara heran, kenapa Audrey seperti tersenyum canggung? Tak seperti saat mereka satu kamar hotel kemarin-kemarin. Tapi Amara tidak mempermasalahkannya, mungkin saja Audrey sedang tidak mood pagi ini, atau keletihan karena baru saja pulang dari Kota Palembang

Selesai membeli roti, Amara dan Ardan pun pergi keluar kantin menuju kelas mereka masing-masing.

***

Waktu pulang telah tiba, Ardan berencana mengajak Amara untuk pergi ke suatu tempat, tentunya membuat Amara penasaran dan saat dijalan ia tak henti-hentinya bertanya membuat Ardan gemas.

Setelah beberapa menit di perjalan, mereka pun tiba di tempat yang Ardan janjikan. Sebuah Pohon yang di atasnya terdapat seperti rumah kecil untuk sekedar duduk dan berteduh, bisa dibilang itu adalah rumah pohon.

“Ardan, ini kok bisa ada beginian?” tanya Amara. Sebenarnya dia speechless, tapi karena pertanyaannya yang agak kurang menarik membuat Ardan memutar bola matanya malas.

“Bisalah Amara, ini dulu aku buat sama teman-teman waktu SMP, tapi sekarang mereka udah pada pindah,” jawabnya.

“Jadi, karena kamu udah punya hobi baru, nanti kapan pun kalau kamu mau ngeliat senja, kita bisa kesini,” lanjut Ardan.

Amara tersenyum sambil mengangguk beberapa kali, langsung saja ia mengajak Ardan naik ke Rumah pohon itu. Mereka duduk menghadap matahari sore yang tidak terlalu menyengat, dengan pemandangan sekitarnya yang memang terlihat asri.

Amara menatap kosong kearah depan, “Lucu ya, kita ketemu karena tugas dari Pak Iwan buat kamu, terus kita dekat karena tugas itu juga, dan resminya juga pas pergi nugas ke Palembang,”

“Tuhan itu baik, mempertemukan aku sama orang yang miris sempurna kayak kamu,” lanjut Amara.

Ardan menatap Amara tersenyum. Ia menggeleng, “Seharusnya aku yang bersyukur, kamu datang membuat aku tau makna hidup sebenarnya. Tau bahwa larut dalam kesedihan itu gak bisa merubah takdir. Terimakasih, aku harap tak ada perpisahan yang datang di antara kita. Aku simpan kepercayaan di kamu,” ucap Ardan.

Hari sudah mulai sore, Ardan dan Amara hampir saja lupa waktu karena terlalu asik bersenda gurau di sana. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan datang ke sini lain hari.

Saat di tengah perjalanan, cuaca terlihat mendung dan suara gelegar petir terdengar menyeramkan di telinga Amara. Amara memeluk erat pinggang Ardan yang sedang fokus mengendarai motor.

***

Sudah terhitung 3 bulan hubungan mereka berdua. Anak sekolah pun sudah tau tentang itu, dan mereka tidak kaget karena memang sudah bisa ditebak. Oh ya, tentang Audrey, selepas ia mengetahui hubungan Ardan dan Amara, ia sempat menghilang selama seminggu. Katanya ia tidak terima dengan kenyataan ini, karena ia juga menyukai Ardan. Namun setelah diberi penjelasa oleh Reno, Audrey mulai bisa menerima dan juga meminta maaf kepada Ardan dan Amara.

Dan selama 3 bulan itu pula, mereka sering pergi melihat senja di Rumah pohon, berkeluh kesah, bercerita, semuanya di Rumah pohon. Karena akhir-akhir ini mereka memiliki banyak sekali tugas, membuat mereka belum sempat lagi pergi ke sana. Oleh karena itu, mereka berencana untuk berkunjung ke rumah pohon.

Di penghujung hari, seperti biasa Ardan dan Amara tengah asyik bersantai di atas sana. Hembusan angin sore yang menenangkan, membuat sore ini terasa lebih bermakna.

Senda gurau tak pernah ada habisnya setiap kali pertemuan mereka ditambah lagi dengan tingkah konyol Ardan yang selalu mengundang gelak tawa.

Namun, ketika pandangan mata tak lepas dari warna jingga di langit yang mulai gelap, tiba-tiba Ardan menghentikan candaannya dan seketika suasana menjadi hening.

“Amara, kalau ini sore terakhir untuk kita, jangan pernah lupakan hari ini ya!” ucap Ardan.

Amara masih belum mengerti maksud dari ucapan Ardan. Sambil tersenyum Amara menjawab, “Hari-hari kita kan memang seperti ini, dari dulu hingga nanti, Ardan. Mendung langit yang terganti dengan senja yang cerah, seakan tau kalau aku selalu bahagia punya kamu,” ucap Amara dengan bangga.

“Semoga ini bukan senja terakhir untuk kita berdua ya, Amara,” ucapnya dengan nada meyakinkan. Sekejap Amara terdiam memikirkan apa maksud dari perkataan Ardan.

“Maksudnya apa, Ardan? “ tanya Amara.

“Ya, kali aja ini senja terakhir untuk kita, kita gak tau umur,” ucap Ardan. Ia menggenggam tangan Amara membuat sang empuh merasa aneh. Amara merasa bahwa perkataan Ardan tentang senja terakhir itu benar. Tapi entahlah, semoga saja tidak.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karena sebentar lagi waktu maghrib. Di perjalanan, Amara gelisah dan masih kepikiran dengan apa yang Ardan bicarakan tadi. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Tapi dengan cepat Amara menepis semua itu, Amara yakin tidak akan terjadi apa-apa.

Amara melihat ke arah samping, tampak mobil dengan kecepatan di atas rata-rata sedang bersiap untuk menyebrang. Dalam waktu yang sama pula, Ardan melajukan motornya membuat Amara yang hendak memperingati Ardan untuk tidak maju terlebih dahulu menjadi terdiam kaku. Dan kecelakaan pun tak dapat dihindarkan.

Suara dentuman keras menyeruak di indra pendengaran Amara, seluruh badannya terasa sangat sakit. Amara terseret jauh dan akhirnya tergeletak di pinggir jalan. Pandangannya seketika buram, namun dapat ia lihat dengan samar, Ardan dengan darah segar di sekujur tubuhnya tengah terbaring lemah di sampingnya.

Kecelakaan yang dialami oleh Ardan dan juga Amara itu mengundang warga untuk membantunya. Salah satu warga yang berada disana langsung saja menghubungi ambulan.

Datang Untuk PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang