12

1 0 0
                                    

Hari ini hari terakhir mereka berada di Kota Palembang. Kota yang berhasil membuat mereka semua membuktikan mahakarya nya, kota yang berhasil menciptakan hobi baru untuk seorang Amara, dan kota yang berhasil membuat kenangan bersama Amara untuk Ardan.

Setelah selesai dengan rangkaian lomba di hari terakhir ini, semua perwakilan dari sekolah-sekolah saling berpeluk haru untuk perpisahan ini. Waktu 3 hari yang mereka lewati bersama cukup membuat kenangan indah di kota ini.

“Yah udah selesai,” ucap Amara lesuh. Ia merasa berat untuk meninggalkan kota ini. Karena baru kali ini ia merasakan liburan tanpa kedua orang tuanya. Tapi tak juga bisa ia pungkiri bahwa ia sangat merindukan Mamanya.

“Besok pagi kita pulang,” jawab Ardan.

“Nanti malam kita ngumpul di danau dekat sini ya, sekalian refreshing sebelum pulang. Nanti kita bakar-bakar, terus nonton bareng. Untuk masalah bahan makanan, alat buat nonton, dan lainnya biar aku yang urus,” lanjut Ardan. Semua temannya bersorak-sorai.

“Yeayyy”

“Sekarang kita istirahat aja, kasian kalian pasti cape banget,” semua menyetujuinya, dan mereka pun pulang ke hotel tempat mereka menginap selama 3 hari ini.

***

Kini Amara dan Audrey sedang tertawa bersama di kamar mereka. Setelah pulang dari acara lomba tadi, mereka memutuskan untuk menonton drakor bersama. Seperti sekarang, mereka sedang duduk di kasur dengan laptop di tengah-tengah mereka.

“Yah gak sad ending,” ucap Amara setelah melihat tulisan end pada layar laptopnya.

“Gak papa, yang penting terhibur hahaha, mana lucu banget lagi endingnya,” mereka kembali tertawa.

“Kalau ada Ardan di sini, pasti kita udah di marahin karena ketawa kenceng. Katanya cewe gak boleh ketawa kenceng,” ucap Audrey diakhiri kekehan. Amara yang mendengar itu langsung saja menoleh ke arah Audrey. Apa yang dikatakan Audrey itu benar, Ardan selalu saja marah jika dia tertawa kencang. Dan Audrey mengetahui itu.

“Emang gitu ya Ardan dari dulu, Drey” tanya Amara sedikit ragu.

“Hahaha iya Amara. Aku kenal dia udah 3 tahun, ya aku hafal lah gimana dia.” Jawab Audrey membuat Amara mengangguk kaku.

“Deket banget dong ya?” tanya Amara lagi.

Audrey menoleh ke arah Amara, “jangan ditanya, aku sama Ardan itu dekat dari pertama kali masuk organisasi jurnalis. Aku sama Ardan saling bantu kalau dapet project dari Pak Iwan. Kalau Ardan butuh bantuan, aku selalu bantu, begitu juga sebaliknya.”

“Pernah dulu, saat Ardan benar-benar terpuruk dengan kepergian gadis yang dia sayang banget. Dia butuh sandaran, aku datang untuk menenangkannya. Ardan itu tertutup, jadi harus kita yang pandai-pandai mencari tau masalahnya. Aku begini, dan dia begitu, karena kita teman,” Lanjut Audrey dengan tersenyum miris.

Amara terharu mendengar cerita dari Audrey. Dimana, dicerita itu Audrey dan Ardan memang sangat dekat. Tetapi, kenapa mereka hanya berteman? Apakah mereka tidak memiliki rasa? Padahal, berteman sama lawan jenis itu mustahil kalau tidak ada rasa lebih, baik itu dari salah satunya, atau mungkin dua-duanya.

“Yaudah yuk siap-siap, udah mau maghrib. Habis Maghrib kan kita harus ngumpul.” Ucap Audrey.

***

Layar untuk menonton sudah terpasang. Bahan makanan sudah tersedia, lengkap dengan bumbu-bumbunya. Mereka sudah berkumpul di sini, untuk menghabisi waktu bersama sebelum pulang.

“Udah siap semua kan?” tanya Audrey kepada Amara yang sedang memotong sosis.

“Udah Drey, tinggal dibakar aja.” Jawab Amara.

Mereka pun mulai membakar apa yang sudah disiapkan oleh Ardan. Setelah matang mereka semua langsung melahapnya. Kebersamaan yang tak boleh terlewatkan.

Setelah selesai makan, Ardan dan teman lainnya menyiapkan film yang akan d tonton mereka. Setelah siap, mereka pun menonton bersama.,

“Seru banget!” ucap salah satu di antara mereka.

“Iya, gak bakal aku lupain sih ini,” sahut Amara bangga.

Ardan hanya tersenyum melihat teman-temannya merasa bahagia.

“Ardan, aku mau liat hasil video tadi dong,” ucap Amara. Tadi di penutupan lomba, Amara sempat disuruh mempersembahkan sebuah lukisan untuk para juri. Dan Amara lihat, Ardan sedang mengarahkan kamera handphone nya kearahnya, sudah pasti itu sedang merekamnya.

“Itu, di flashdisk. Cari sendiri aja ya?” tanya Ardan.

Oke,”

Amara pergi menuju meja yang terdapat laptop Ardan. Flashdisk yang dimaksud tadi ada di sebelahnya. Amara memasang flashdisk tersebut di laptop, lalu membuka file yang bertuliskan video. Salahnya Amara, ia tidak menanyakan di mana file video itu berada, karena di folder ini terdapat banyak sekali video.

Netra Amara menangkap satu folder yang berjudulkan “Langkah Baru”. Karena penasaran, Amara pun membukanya. Di awal video, terlihat seorang gadis yang tengah duduk di aula, yang tersorot dari belakang. Amara mengernyit heran, itu terlihat seperti dirinya.

“Benar adanya, yang pergi akan terganti,” terdengar suara Ardan di video itu. Amara masih fokus dengan video tersebut. Di layar laptop menampilkan seorang Amara yang sedang menunggu di halte, dan itu kejadian di saat Amara menunggu Ardan hingga sore kala itu.

“Rencana Tuhan memang baik. Keterpurukan ku kala itu, membuat semua orang di sekelilingku ikut merasakan perubahanmya. Semenjak kepergian dia, aku menjadi seorang yang tertutup. Selama 1 tahun lamanya, tak ada satupun orang yang berhasil membuatku sadar bahwa yang pergi, akan terganti. Lalu Tuhan datangkan orang baru, yang hingga kini selalu saja membuat aku bahagia. Aku yang dulunya terlalu larut dalam kesedihan, kini merasa lebih hidup. Dia datang, dan aku menganggpanya sebagai pengganti.

Aku bahagia, aku bersyukur bisa kenal dengan gadis ini. Amara Sintya Putri Baskoro. Gadis yang sudah mengembalikan keadaan seperti semula. Ada rasa yang tak biasa, disela persahabatan ini. Kedekatan ini, membuat ku ragu, apakah dia merasakan hal yang sama. Aku bukan lelaki yang romantis, yang bisa spontan mengungkapkan perasaan. Aku hanya bisa mencurahkannya melalui tulisan, dan juga video ini. Setelah apa yang telah aku lalui bersamanya, apakah bisa aku dan dia lebih dari sahabat?”

Amara tersenyum haru, air matanya tak sanggup lagi untuk di tampung. Video ini, dimana semua kebersamaan Amara dan Ardan terputar di sini, dengan kata-kata yang Ardan lantunkan, kata-kata yang mungkin saja sulit ia katakan langsung. Ternyata, apa yang Amara rasakan selama ini, juga dirasakan oleh Ardan. Itu artinya, Perasaan Amara terbalaskan. Amara tak bisa berkata apa-apa. Video ini mampu membuat Amara terpaku di tempat.

Langkah kaki terdengar mendekati Amara. Ardan datang dengan sebotol air, lalu memberikannya kepada Amara.

“Udah dapet belum videonya?” tanya Ardan.

“Mau,” ucap Amara cepat.

“Mau apa?” tsnya Ardan lagi.

“Video,”

Ardan mengernyit heran, “Video apa, Amara?”

Amara menatap intens netra Ardan, “Yang datang, akan terganti,” ucap Amara membuat Ardan seketika terdiam. Ardan mematung di tempat, apa yang dikatakan Amara membuat Ardan sedikit ling-lung.

“H-ha? K-kamu s-sudah liat?” tanya Ardan gugup. Amara mengangguk.

“Jadi…. Kamu mau?” tanya Ardan hati-hati. Amara kembali mengangguk. Ardan tersenyum bahagia dan langsung membawa Amara ke dalam dekapannya.

“Ini gak mimpikan?”

Dalam pelukannya, Amara mengangguk. “Semoga sedihnya kamu akan terobati dengan kehadiran aku. Kita jalanin bareng”

“Ini awal yang baru, aku yakin kita berdua pasti bisa ngelewatin apapun yang akan terjadi kedepannya,”

Datang Untuk PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang