10

2 0 0
                                    

Kini mereka sudah sampai di Palembang. Mereka melepas penat di sebuah hotel, untuk sekedar tidur siang. Karena cewe hanya Amara dan Audrey, maka mereka berdua menempati satu kamar.

Audrey menyimpan kopernya, lalu merebahkan dirinya di kasur empuk hotel ini. Perjalan dalam pesawat cukup melelahkan, membuat Amara merasa sedikit pegal dan memutuskan untuk tidur. Sebelum matanya benar-benar terpejam, terdengar suara Audrey yang memanggilnya.

“Amara,”

“Iya Drey?” tanya Amara pelan, matanya benar-benar mengantuk siang ini.

“Udah lama kenal sama Ardan?” tanya Audrey serius.

“3 bulanan deh kayaknya,” jawab Amara asal.

“Audrey, aku tidur dulu ya. Ngantuk banget soalnya,” lanjut Amara.

“Oh iya, tidur aja. Aku juga mau tidur kok,” Audrey beranjak keluar dari kamar hotel. Langkahnya terhenti saat ada tangan yang menepuk bahunya.

Ia menoleh dan mendapatkan Ardan di belakangnya. “Audrey,” panggil Ardan.

“Amara… udah tidur ya?” tanya Ardan.

Audrey masih terdiam mencerna pertanyaan Ardan tadi. Jadi… Ardan menemuinya hanya untuk menanyakan Amara? Audrey tersenyum paksa.

“Ehm, iya Dan, katanya cape banget,” jawab Amara basa-basi.

Ardan terkekeh pelan, “Bisa-bisanya cuman duduk di pesawat cape,” Ardan tersenyum membayangkan wajah lelah gadis itu, yang selalu saja membuatnya gemas. Kali ini niatmya untuk menemui Amara akan ditunda dulu, karena sang empu sudah lebih dulu tidur.

“Emm yaudah, aku ke kamar dulu ya, Drey,” pamit Ardan.

Audrey tersenyum hambar, “Bertepuk sebelah tangan ternyata,” ucapnya lesuh. Ia pun melangkahkan kakinya menuju kamar. Ia sudah kehilangan mood, yang awalnya ingin pergi ke luar untuk mencari angin, kini ia urungkan.

***

Malam telah tiba. Setelah sore tadi pembukaan lomba tergelar ramai, kini waktunya untuk menampilkan video dan juga mempresentasikan nya di depan juri. Amara terlihat gugup, padahal yang seharusnya gugup adalah anak-anak jurnalis, terutama Ardan, karena dia lah yang akan menpresentasikannya nanti.

“Hei? Kenapa kamu yang gugup?” tanya Ardan melihat Amara yang tampak grogi.

“Aku takut lukisannya jelek, dan gak layak di perlihatkan juri,” jawabnya.

Tangan Ardan bergerak merangkul Amara, menyalurkan ketenangan untuk sahabat gadisnya itu. “Bagus kok, yakin aja. Aku aja yakin,” ujar Ardan menyemangati. Kini Amara sudah sedikit tenang, matanya menyorot tenang Ardan, dengan senyum yang mengembang namun terlihat sangat tulus.

“Makasih ya Ardan, kamu itu sahabat aku yang paling the best deh!” ucap Amara jauh lebih baik dari sebelumnya.

“Iya, stay calm, oke?”

Oke!”

“Peserta selanjutnya, jurnalis dari Sekolah Garuda Bangsa, dengan pembawaan topik, yaitu Coretan Kanvas” Terdengar panggilan dari pembawa acara, menyeru untuk menaiki panggung.

“Kepada grup jurnalis SMA Garuda Bangsa, dipersilahkan”

Mereka pun menaiki panggung, Sorak-sorai dari penonton juga sudah ricuh. Setelah mengucap salam, Ardan pun mulai menjelaskan video yang sudah ia buat, mulai dari bagaimana ia meliput berita tersebut dan menemui orangnya langsung, apa alasan topik ini disebut dengan coretan kanvas, dan ia pun meyakinkan para audiens tentang yang ada di video tersebut, bagaimana perasaannya saat memasuki ruang lukis Amara. Setelah beberapa lama menjelaskan, kini giliran Amara yang diminta menjelaskan dan menceritakan awal mula kariernya menjadi seorang pelukis.

Datang Untuk PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang