5

2 0 0
                                    

“Karena terlalu nyaman, aku lupa bahwa kita hanya sebatas teman.”

***

Sudah terhitung 1 bulan sejak insiden tabrakan di koridor sekolah, yang menjadi awal pertemuan Amara dan Ardan. Kini, pertemanan mereka terpantau mulai semakin dekat. Tak jarang mereka selalu bersama, Ardan yang tak pernah absen menjemput Amara untuk pergi sekolah bersama, dan juga mereka yang selalu ngantin bareng. Kedekatan mereka berdua juga menjadi perbincangan satu sekolah. Bayangkan saja, seorang jurnalis sekolah yang banyak diidam-idamkan kaum hawa sekolah Garuda Bangsa, sedang dekat dengan seorang gadis berprestasi di sekolah ini dan terkenal dengan parasnya yang cantik. Perpaduan yang sangat sempurna. Bahkan ada rumor bahwa mereka berdua sudah resmi pacaran. Amara juga sudah pernah angkat bicara, mengatakan rumor dirinya dan Ardan yang resmi pacaran itu tidaklah benar, untuk meluruskan kesalahpahaman yang tersebar di sekolah ini.

Ardan berjalan menyusuri koridor yang terlihat ramai, tujuannya saat ini adalah kelas Amara. Seperti yang sudah diketahui, Ardan dan Amara selalu pergi ke kantin bersama. Karena dulu sudah terbiasa ke kantin bareng saat projek jurnalis yang pak iwan berikan, yakni mempresentasikan hasil jurnalis dengan narasumbernya langsung dalam ajang lomba jurnalis sekolah se-provinsi, maka dari itu hingga sekarang mereka juga sudah terbiasa untuk ke kantin bersama.

Baru saja Ardan hendak memasuki kelas Amara, namun orang yang dituju sudah lebih dahulu keluar kelas. Ardan tersenyum, “Ayo ke kantin,” ajaknya yang diangguki langsung oleh Amara. Mereka pun pergi menuju kantin, melewati koridor yang pastinya ramai. Banyak pasang mata yang melihat dua sejoli ini dengan tatapan kagum, bahkan ada yang berpendapat bahwa mereka berdua sangat serasi jika menjadi sepasang kekasih. Mereka tak mempermasalahkannya, setiap orang berhak berpendapat asal tidak berlebihan.

Setelah sampai di kantin, mereka menduduki dirinya di bangku yang masih kosong.

“Kamu mau pesan apa? Biar sekalian aku pesenin,” ujar Ardan.

“Bubur kayaknya enak deh, sama lemon tea, ya!” jawab Amara. Ardan mengangguk paham, lalu berlenggang pergi untuk memesan makanan mereka berdua.

Setelah selesai memesan, Ardan kembali duduk di hadapan Amara yang sedang sibuk dengan handphone nya. Tak lama pesanan mereka pun datang, dua porsi bubur, satu lemon tea, dan satu air mineral.

Amara memberhentikan kegiatannya tadi, menaruh handphone nya lalu dengan segera menarik satu porsi bubur ke hadapannya. Ardan yang melihat Amara sedang mengaduk buburnya itu langsung saja membuka suara, “Kok buburnya diaduk?” tanyanya. Amara mengernyit heran kala mendengar pertanyaan yang dilontarkan Ardan. “Kenapa emang?” tanyanya balik.

“Kalau diaduk, cita rasanya jadi hilang dong?”

Amara menatap tajam Ardan yang berada di hadapannya. “Siapa bilang? Yang ada itu kalau buburnya enggak diaduk malah jadi hambar. Kalau diaduk kan semuanya jadi merata” ucap Amara lalu menyuap satu sendok bubur yang sudah ia aduk tadi.

Ardan menatap tak percaya teman gadisnya yang sedang memakan dengan nikmat bubur yang sudah tercampur sempurna. “Amaraaa, kan rasanya jadi gak natural,” Ardan tetap bertahan dengan pilihannya, tim bubur tidak diaduk.

Amara memutar bola matanya malas, “Ribet banget sih, makan aja tuh buburmu. Nanti dingin, gak enak” Ardan pun memakan buburnya tanpa diaduk terlebih dahulu. Tak jarang juga mereka saling beradu argumen yang jelas-jelas tidak penting untuk dibahas.

“Amara, di rumahku nanti malam ada acara, datang ya,” ucap Ardan sambil menikmati makanannya.

“Oh iya, Mama juga tadi bilang kalau dia mau ke rumah kamu, mau bantuin Ibu masak” Jawab Amara.

Jangan heran, pertemanan mereka memang sudah diketahui oleh orang tua dari kedua belah pihak. Ardan yang sering main ke rumah Amara, dan begitu juga sebaliknya membuat kedua orangtuanya juga saling menjalin pertemanan.

Makanan mereka sudah habis, akhirnya mereka memutuskan untuk balik ke kelas masing-masing, karena hanya tersisa 5 menit lagi bel masuk akan berbunyi.

Ardan sudah berada di kelasnya. Barusan guru yang seharusnya mengajar pada jam pelajaran sekarang, memberikan tugas karena sedang ada urusan mendadak, hal itulah yang membuat suasana di kelas ini sangat ricuh. Ardan yang notabene nya anak yang tidak gesrek seperti teman-temannya, memilih untuk duduk manis di bangkunya sambil menuliskan sesuatu di permukaan kertas.

Reno datang lalu duduk di samping Ardan. “Ardan, udah belom tugas tadi?” tanyanya. Ardan menatap Reno dengan malas, sudah biasa jika Reno datang kepadanya hanya untuk meminta tugas untuk dia salin. Ardan pun memberikan tugasnya yang sudah siap sedari tadi. Reno yang berhasil mendapatkan tugas Ardan, menampilkan wajah sumringahnya, lalu dengan segera menyalinnya dengan posisi yang tetap berada di samping Ardan.

30 menit sudah berlalu, bel pulang pun dengan merdunya terdengar di telinga siswa-siswi yang berada di kelas ini. Sorakan kemenangan pun terdenganr menyeruak masuk ke dalam gendang telinga Ardan. Ia pun membereskan buku-bukunya.

“Dan, pulang sama siapa?” tanya Reno. Ia bertanya karena tadi pagi motornya tidak bisa hidup, dan akhirnya pergi ke sekolah menggunakan angkot. Rencananya, ia akan menumpang pulang dengan Ardan.

“Sama Amara,” jawab Ardan singkat.

“Yah, padahal aku mau nebeng tadi” Ucap Reno dengan menghela nafas pelan.

“Btw, kalau dilihat-lihat, kamu dengan Amara itu serasi loh, Dan. Gak ada niatan buat official?” lanjut Reno.

“Apa sih Ren, aku mau pulang dulu,” ucapnya lalu berlalu pergi meninggalkan Reno.

Di depan kelasnya, kini Amara sedang menunggu Ardan yang katanya akan menemuinya. Terlihat orang yang ia tunggu sedari tadi sedang melangkah mendekatinya. Amara tersenyum, Ardan pun juga tersenyum menanggapinya. Merekapun pergi menuju parkiran untuk pulang.

Datang Untuk PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang