BAB 5

369 34 0
                                    

Kalila memungut jas yang tersampir di sofa ruang tamu dan mengenakannya sembari berjalan menuju rak sepatu. Namun ketika melewati meja makan, langkahnya terhenti. Di atas meja marbel, terletak sebuah totebag dengan signature milik toko binatu langganannya.

Kalila membuka totebag tersebut. Sebuah jaket yang terlipat rapih dan wangi setelah di-dry cleaning. Jaket milik Reagan.

Jaket itu sudah kembali dari binatu sejak dua hari yang lalu, namun Kalila belum sempat untuk menghubungi pemiliknya. Apalagi ditambah dengan rasa keengganan dirinya untuk kembali bertemu pria itu.

Menghela napas, Kalila mengeluarkan ponsel dari dalam tas jinjing kerjanya. Bagaimana pun juga benda ini harus dikembalikan. Dan lebih cepat urusannya dengan Reagan selesai akan lebih baik.

Ia mencari kontak yang minggu lalu disimpannya itu, mengirim pesan singkat, lalu kembali menyimpan ponselnya tanpa menunggu balasan.

Kalila: Hi Reagan, ini Kalila. Jaket kamu sudah dicuci bersih dan siap dikembalikan. Malam ini kamu ada waktu?

__________________

Kalila sedang memeriksa hasil desain yang akan dipresentasikan di depan client sore nanti ketika Hary memanggil namanya.

"Kal, dipanggil pak Gunawan ke ruangannya, tuh," kata Hary menunjuk ruangan pak Gunawan, Koordinator Proyek yang sedang ia kerjakan.

Mendengar itu, Kalila buru-buru menutup laptopnya dan menenteng benda itu menuju ruangan atasannya.

"Thanks, Har."

Tok tok

"Masuk."

"Bapak manggil saya?" tanya Kalila seraya menutup pintu.

Mata pak Gunawan berbinar melihat Kalila yang berdiri di hadapannya. "Kalila! Oh ya, ya. Sebenarnya saya cuma mau tanya kamu lebih suka Sushi atau Steak?" tanya pak Gunawan, memamerkan gigi kuning perokoknya pada Kalila.

Mendegar pertanyaan itu, tentu saja Kalila mengira indera pendengarnya lah yang salah tangkap.

"Maaf pak?"

"Iya, saya mau tanya kamu lebih suka Sushi atau Steak? Saya bingung mau pilih yang mana di antara dua itu," jelas pak Gunawan seolah-olah pertanyaannya saat ini tidak terdengar aneh.

"Saya kira bapak mau menanyakan persiapan pitching dengan client nanti sore?" tanya Kalila balik. Dalam hati ia sedang bertanya-tanya apa korelasi antara pekerjaannya dengan sushi dan steak.

"Oh, enggak, enggak. Itu saya serahkan semuanya ke kamu. Saya percaya kinerja kamu yang bagus. Ini saya sedang milih tempat untuk kita makan malam nanti," kata pak Gunawan, malah tersenyum semakin lebar. Cara pria tua itu mengatakan 'kita' membuat Kalila seketika merinding.

"Makan malam tim maksudnya pak?" koreksi Kalila walaupun ia tidak ingat ada acara makan-makan malam ini.

"Ya, ya makan malam tim. Atau kalau kamu mau makan berdua saja juga boleh," balas pak Gunawan dengan kerlingan genit.

Kalila menatap horor pria separuh botak yang berusia setengah abad itu. Sebenarnya pak Gunawan merupakan atasannya yang baru, menggantikan bu Anita—atasannya sejak awal masuk perusahaan ini yang resign dua minggu lalu. Tidak pernah terpikirkan oleh Kalila jika atasan barunya akan bertingkah genit seperti ini. Tiba-tiba ia merindukan bu Anita yang terkenal micromanaging.

Tampaknya Kalila mulai tidak waras.

"Jadi yang mana, Kalila? Sushi atau Steak?"

"Steak aja pak," jawab Kalila akhirnya. Enggan menodai kecintaannya pada Sushi karena harus makan bersama atasan genit di hadapannya ini.

The Lost StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang