Bab 30: R

336 31 5
                                    

"Let's end whatever is going on between us, right now."

"What? Wait, did you drink?"

"Aku sangat sadar, dan aku mau kita berhenti sampai di sini. Kamu dan aku."

Reagan menatap Kalila masih dengan alis yang tertaut. Tangannya menyisir rambut yang tertata rapih dengan asal-asalan.

"I didn't know what I'd expected to hear bringing you here, but surely not this."

Sengaja ia menunggu selama beberapa detik. Namun ketika Kalila tidak kunjung merubah ekspresi dingin di wajahnya, Reagan tahu bahwa wanita itu tidak sedang bercanda.

"Apa alasannya? Kita selama ini baik-baik aja. Hell, I still even pick you up yesterday. So give me something that makes sense."

"Aku sadar kalau ini yang terbaik," ujar wanita itu mengalihkan tatapannya. Lagi dan lagi. Tapi Reagan tahu betul bahwa Kalila bukan orang yang akan mengalihkan pandangannya ketika ia sedang mengatakan hal yang diyakininya benar.

Of course, this is all nonsense.

"Berhenti di sini jadi jalan yang terbaik untuk semuanya," Kalila melanjutkan.

"Semuanya siapa? Kamu? Yang jelas aku nggak merasakan hal yang sama," tukas Reagan mencemooh. Merasa alasan wanita itu terlalu lucu dan tidak masuk akal.

Kalila mengeluarkan desahan putus asa, "Kita harus berhenti sebelum semua ini terlalu jauh, Reg."

"Bagiku ini sudah terlalu jauh. There's no going back from here."

Kalila menggeleng, "Kamu masih punya teman-teman kamu, keluarga kamu—"

"Tapi mereka bukan kamu!" potong Reagan dengan suara sedikit meninggi, berusaha kuat menahan rasa frustasinya. Bagaimana wanita itu bisa tidak mengerti arti dirinya bagi Reagan? Apakah semua hal yang dia lakukan selama ini belum cukup jelas?

"Dan kamu masih punya Alice!" balas Kalila dengan nada yang sama.

Mendengar kalimat itu, Reagan sontak termenung. Rautnya berubah bingung. Otaknya berusaha keras memahami apa hubungan Alice dengan semua ini. Mengapa Kalila tiba-tiba menyebut nama teman masa kecilnya itu.

"Kamu masih punya dia, dan bisa melanjutkan hidup kamu bersamanya. Aku juga akan melanjutkan hidupku sendiri. Semuanya akan berakhir bahagia. Can you not see it? This will be the best for all of us, Reagan."

Reagan kembali menggeleng, "No, I can't see anything in the future without you in it."

"Yes, you can. Makanya aku minta kita sudahi semuanya sekarang sebelum—"

"Sebelum apa? Sebelum aku jatuh cinta sama kamu? For God's sake, Kalila. You're the one who can't see it. Can you not see that it's too late? I've already fallen for you!" Reagan berseru dengan napas memburu. Jantungnya sedikit lagi akan meledak akibat seluruh perasaan yang berkecamuk di dadanya.

"I love you, Kalila Risty Ariotedjo," ucap Reagan dengan suara bergetar. "Can you finally see it?"

Reagan tersenyum getir melihat keterkejutan terpampang jelas di wajah wanita itu. Ternyata mau bagaimana pun ia mempersiapkan dirinya untuk momen ini, ia tetap tidak bisa menahan sakit yang seolah meremas jantungnya tanpa ampun.

"Tapi kamu ... dan Alice—"

"What the hell, Kalila?" bentak Reagan tanpa bisa dicegah, seketika muak dengan nama itu.

"Kenapa kamu—" namun seketika kalimatnya berhenti di tengah jalan. Seperti ada bunyi klik di dalam kepala, akhirnya Ia menemukan jawabannya.

"Tunggu. Apa kamu ... cemburu?" tebak Reagan. Suaranya penuh dengan nada tak percaya. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya di benak Reagan sosok Kalila yang merasa cemburu. Tidak karenanya. Tidak untuknya.

Oh, how idiot can you be, Reagan?

"Kamu cemburu dengan Alice," ucap Reagan kini dengan lebih pasti. Benar saja, di hadapannya Kalila terdiam gugup.

"I-ini bukan sesederhana itu. See the bigger picture, Reagan—"

"Nggak. Ini memang sesederhana itu," sebuah senyum simpul akhirnya terbit di wajah Reagan. Raut frustasi yang sebelumnya menetap di wajah itu kini hilang tanpa bekas. Seolah-olah tidak pernah ada di sana sebelumnya.

Tentu saja. Bahkan dengan mendengar nama manusia brengsek itu keluar dari mulut Kalila sudah bisa membuat darahnya mendidih. Tapi malam ini Kalila bahkan melihatnya bersama Alice.

Reagan tidak tahu apakah ini pantas, namun ia tidak bisa mencegah perasaan bahagia yang tiba-tiba menyeruak hangat memenuhi dadanya.

Kaki panjang Reagan melangkah maju hingga jarak mereka berdua kini kurang dari satu meter. Hingga Reagan bisa melihat kedua manik mata yang bergetar panik bercampur resah itu.

"You feel jealous with her, and that's okay. That's valid," tangan Reagan terangkat merapihkan anak rambut Kalila ke belakang telinga sedangkan wanita itu diam tertegun. Sentuhannya membuat kelopak mata berhias eyeshadow cokelat keemasan itu tertutup selama beberapa detik.

"And there will be no one, including me, especially me, to belittle it."

"Tapi ..."

"Kamu harus percaya ketika aku bilang aku nggak bisa melihat masa depan tanpa kamu, Kalila," ucap Reagan, tangan kanan menyentuh pipi Kalila lembut. Lalu tanpa bergeming, pria itu melanjutkan,

"Because that's the most honest truth I've told anybody in a very long time."

The Lost StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang