4

1K 230 25
                                    

***

"Sayangku? Sudah bangun kan?" kata Lisa, bicara pada seseorang yang ia telepon sembari mengisi ulang stok camilan di rak. "Aku? Aku sudah bangun sejak tadi pagi, sekarang di minimarket dengan Jiyong oppa, Seunghyun oppa dan Rosie," jawabnya setelah mendengar suara lawan bicaranya di telepon.

"Tidak, di sini tidak sibuk. Hanya toko kecil," kata Lisa, jelas berbohong. "Rosie sedang bermain di dapur sekarang," susulnya, membicarakan Rose yang sibuk memotong lebih banyak daun bawang sembari merebus dua mangkuk ramyun.

"Jiyong oppa duduk-duduk di meja kasir, mulai mencari rokok lagi," tambahnya, membicarakan Jiyong yang harus mencari dua lusin rokok untuk pelanggan mereka. Pria itu perokok, tapi menjual rokok ternyata tidak semudah saat membelinya.

"Lalu Seunghyun oppa menghilang, pergi bermain entah kemana, sepertinya mencari daging untuk makan malam," kali ini ia membicarakan Seunghyun yang menghilang di dalam freezer daging, mencari daging has luar yang tidak ia ingat bagaimana bentuknya.

Lisa tertawa di teleponnya. "Aku juga heran," katanya setelah tertawa. "Makan siang saja belum, tapi Seunghyun oppa sudah mencari makan malam," susulnya. "Tapi eonni, kau tidak sibuk kan hari ini? Datang ke sini saja kalau tidak sibuk, bermain denganku di sini. Ramyun buatan Chaeng enak sekali, ada kepiting dan kerangnya, lalu Jiyong oppa juga sedang memanggang ubi di arang untuk camilan," katanya, mulai mencari bantuan setelah ia sedikit menipu lawan bicaranya.

"Eonni kan sudah berjanji akan datang besok," desak Lisa. "Datang sekarang aja, sedikit lebih awal tidak apa-apa kan? Ah! Ada karaoke koin juga di sini, asyik kan? Kalau eonni berangkat sekarang, eonni bisa sampai di sini sekitar jam empat. Bermain sebentar, lalu makan malam, lalu bermain lagi, lalu tidur, bagaimana? Ke sini ya? Aku bosan karena tidak ada banyak orang di sini. Semua staffnya sembunyi di tempat lain. Hanya ada kamera."

"Aku belum menelepon siapapun selain eonni," kata Lisa menjawab pertanyaan lawan bicaranya. "Rencananya nanti malam aku akan menelepon Jihoon. Banyak anak-anak di sini, fansnya Treasure pasti senang melihat Jihoon. Kalau eonni mau, eonni bisa mengajak Jihoon sekarang, suruh dia menyetir- ah? Jihoon tidak bisa menyetir? Belum boleh? Kalau begitu ajak managernya, atau siapapun orang di agensi yang bisa menyetir," lagi Lisa mendesak.

Mendengar tanggapan lawan bicaranya, Lisa tertawa. Tawa terbahak-bahak yang alami. "Bagaimana eonni tahu? Hmm... Harus yang lebih muda dariku, lelah sekali jadi si bungsu di sini... Semuanya memanggilku. Aku butuh pasukan. Lisa potong daun bawangnya, Lisa ambilkan air, Lisa tukar yang ini, Lisa, Lisa, Lisa, Lisa," cerita gadis itu, tidak membesar-besarkan keadaan namun kisahnya punya makna lain yang berbeda. Lisa selalu di panggil karena memang hanya dia yang bisa dimintai tolong, karena mereka kekurangan orang.

"Berhasil!" seru Lisa setelah panggilan itu berakhir. "Jennie eonni akan ke sini lebih awal, dia juga mau mengajak siapapun yang senggang di agensi. Akhirnya bala bantuan sebentar lagi datang, semangat oppa! Semangat Chaeng!"  katanya, bicara dari tempatnya berdiri di depan meja kasir. Hanya Jiyong dan Rose, juga beberapa pelanggan yang bisa mendengarnya.

"Apa Jennie BLACKPINK juga akan datang?" tanya seorang wanita yang sedang Jiyong layani di meja kasir.

"Iya," Lisa menganggukkan kepalanya dengan sangat senang.

"Kenapa? Apa kau mengidolakannya? Kalau begitu datang lah lagi nanti malam, untuk makan malam di sini," susul Jiyong, dengan nada bicaranya yang lembut khas pegawai di toko-toko. Pria itu terus mempromosikan dapur di sebelah meja kasir, seolah yakin kalau Rose bisa mengatasi semua pesanannya nanti.

Sampai akhirnya jam makan siang datang dan kekacauan terjadi. Mereka mendapat serangan pelanggan gelombang pertama. Anak-anak yang bersekolah di dekat toko itu datang untuk membeli camilan, pegawai di kantor pemerintahan juga datang untuk makan siang, telepon pun berdering karena ada pesanan untuk di antar ke rumah— para ibu mulai mencari bahan-bahan untuk menu makan malam mereka di rumah.

Jiyong tidak bisa berhenti bergerak, tangannya harus memindai barcode juga menjawab telepon dan menerima pesanan. Rasanya seperti sedang menarikan Bang Bang Bang yang di putar dua kali lipat lebih cepat, Jiyong tidak boleh berhenti bergerak.

Di dapur juga sama, pesanan ramyun kepitingnya datang secepat bagian rapp Lisa di Playing With Fire. Hanya ada tiga meja di sana, namun ketiganya sudah penuh dan Rose belum menyelesaikan satu pun ramyunnya. "Chaeng, tiga ramyun untuk meja tiga," kata Lisa yang baru saja menerima pesanan. Ia bicara dari meja tiga, kemudian berdiri di sana untuk mengobrol sebentar. "Ini hari pertama kami, tolong dimaklumi ya? Pelayanannya akan sangat tidak profesional... Dua jam yang lalu, kami bahkan tidak bisa menyalakan kompornya. Tapi aku jamin ramyunnya enak," katanya meminta pengertian dari para pelanggan yang sebenarnya senang melihat kekacauan di sana. Raut wajah panik dan bingung pada penyanyi YG Entertainment itu asyik sekali untuk dinikmati.

"Burn baby burn, cepat cepat cepat, masih ada tiga mangkuk lagi yang harus aku buat," kata Rose pada panci-panci ramyun di depannya. Ia memasak lima mangkuk ramyun sekaligus sekarang. Tiga mangkuk untuk meja nomor 1 dan dua mangkuk untuk meja nomor 2.

"Ya! Rosie, pakai dua kompor itu juga," suruh Lisa, sudah menyusun delapan mangkuk kosong di atas meja dapur, menyiapkan tempat untuk Rose menuangkan ramyun-ramyunnya nanti.

"Tidak bisa, nanti hangus, ini sudah paling cepat yang aku bisa," kata Rose, merentangkan tangannya untuk menghalangi Lisa menyalakan dua kompor lainnya.

"Lisa! Lisa! Lisa!" Jiyong memanggil dari meja kasir, membuat Lisa berlari kecil menghampirinya. "Carikan barang-barang ini," suruh pria itu, menunjukan catatan belanja dari dua orang yang meneleponnya beberapa menit lalu.

"Iya," Lisa mengambil catatannya, membaca sepintas kemudian mengambil keranjang belanja dan mulai mencari. "Ish... Tulisannya jelek sekali," komentar gadis itu, yang harus berulang kali memaju mundurkan kertasnya agar ia bisa mengira-ngira apa yang Jiyong tulis di sana. "Halo oppa," sapa gadis itu, pada seorang tukang daging amatir yang sedang membungkuk untuk memotong tipis dagingnya.

"Hm... Hai," balas Seunghyun. "Bibi, apa ini sudah tipis?" tanyanya sembari menunjukan daging yang baru saja ia potong. "Tadi aku diajari cara memotongnya tapi aku tidak tahu apa saja yang sudah aku pelajari, maaf ini pasti lama," katanya, dengan serius memakai pisau tajamnya.

"Hm... setipis itu. Tidak apa-apa, menonton pria tampan memotong daging juga menyenangkan," jawab wanita enam puluh tahun itu, membuat Seunghyun terkekeh sembari melanjutkan tugasnya. "Tapi, pria di kasir itu temanmu kan?"

"Jiyong? Hm... Dia temanku. Kenapa? Dia belum menikah, tidak punya pacar juga, mau menjodohkannya?"

"Tidak," geleng si pelanggan kios daging. "Kenapa tubuhnya digambari begitu? Ibunya tidak marah?"

"Tentu saja marah, tapi dia tidak mau mendengarkannya, anak nakal. Ibunya sudah menyerah."

Di tengah semua kesibukan itu, suara Rose kemudian menghujani lorong-lorong antar rak. Gadis itu berlari kecil pada Jiyong kemudian mencari Lisa di sela-sela rak belanjaan— "dimana pistolku?! Pistolku hilang! Lisa kembalikan pistolku!" seru gadis itu, mencari Lisa.

"Pistol? Kenapa kokimu mencari pistol?" tanya seorang pelanggan, pada Jiyong.

"Pematik," jawab Jiyong. "Untuk menyalakan kompor, mungkin menurutnya bentuknya seperti pistol," jelasnya dan pelanggan itu terkekeh karenanya. Katanya, toko itu jadi ramai sekali hanya karena suara dua gadis kekanakan di sana.

***

Unexpected MartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang