Risma tersenyum karena tumis kangkungnya sudah jadi. Ini adalah menu makan malamnya yang sudah agak telat. Tidak apa-apa, yang penting perutnya terisi dan dia tetap sehat.
Risma membawa tumis kangkung itu ke atas meja. Dia sudah tidak sabar untuk menyantap karena perutnya sudah menagih untuk diisi. Tapi tampaknya dia harus menunda untuk makan lantaran mendengar ketukan di pintu. Risma terdiam sejenak, berpikir, mencoba untuk menebak siapa yang mengetuk, sebelum akhirnya bergerak menuju pintu. Dia berharap itu bukanlah Kendra. Dia capek menghadapi suaminya itu.
Ketukan itu kembali terdengar. Risma pun meninggalkan meja makan untuk membuka pintu. Matanya melebar begitu mendapati Laili, ibu mertuanya berdiri di hadapannya.
“I… bu?” ucap Risma setengah tak percaya. Risma melayangkan pandang ke sekitar. Dia melihat mobil ayah mertuanya di luar pagar atau di tepi jalan. “Ibu ke sini dengan ayah?” tanya Risma pada Laili.
Laili mengangguk. “Iya, ibu datang dengan ayah. Tapi dia tidak mau ikutan masuk. Dia mau menunggu di mobil saja.”
“Ooo…” balas Risma. “Kalau begitu silahkan masuk, bu?” Risma membuka pintu lebih lebar dan dengan gerakan tangannya mempersilahkan Laili masuk serta duduk di kursi yang ada di ruang tamu itu. Perasaannya mulai tidak enak. Dia yakin kedatangan Laili ada sangkut pautnya dengan keputusannya yang berniat pisah dengan Kendra.
“Ada apa ya ibu datang kemari?” tanya Risma to the point ketika mereka sudah duduk berhadapan. Meskipun sangat marah dengan Kendra, dia tetap bersuara lembut pada ibu mertuanya itu.
“Seharusnya ibu yang bertanya, kenapa kamu pulang ke rumah ini?” Laili malah balik bertanya.
Risma menatap Laili bingung. “Memangnya Mas Kendra tidak bercerita kepada ibu alasannya? Aku rasa Mas Kendra tidak menyembunyikan istri keduanya dari ibu dan ayah.”
“Iya, kami sudah tau kalau soal pernikahan kedua Kendra itu. Akan tetapi apa ini jalan terbaik buat persoalan kalian?”
“Terus kalau bukan ini, jalan terbaiknya apa menurut ibu? Aku tetap bertahan menjadi istri Mas Kendra meskipun hatiku hancur lebur dan tiap hari sakit hati?”
Laili balik menatap Risma. “Risma, Kendra itu menikah karena ingin punya anak. Masak kamu tidak mau memakluminya?”
“Memaklumi yang bagaimana maksudnya? Yang ada Mas Kendra yang tidak sabar. Kami ini baru menikah dua tahun bukan sepuluh tahun. Kenapa ini terlalu dipermasalahkan sampai-sampai Mas Kendra menikah lagi? Banyak kok yang baru memiliki anak setelah lebih dari dua tahun menikah. Lima bahkan sepuluh tahun.”
“Jadi kamu yakin diri kamu tidak mandul?”
“Aku tidak bisa mengatakan diriku mandul atau tidak mandul, bu. Akan tetapi, aku tidak sanggup hidup berpoligami. Aku memilih untuk mundur. Aku ikhlaskan Mas Kendra bahagia dengan Eva. Aku tidak akan mengganggu mereka. Aku akan mencari kebahagiaanku sendiri dengan caraku sendiri.”
“Intinya, kamu sudah sangat yakin akan mengugat cerai Kendra?”
Risma mengangguk. “Ya. Aku sangat yakin, bu.”
Laili menelan salivanya. Dia terus membujuk menantunya itu seperti keinginan Kendra. Namun, upaya itu sia-sia. Risma tetap 'keukeuh' ingin bercerai. Laili yang selama ini selalu ingin menang jika berbicara dengan Risma, kini harus mengakui kalau menantunya itu sangat teguh jika sudah membuat keputusan. Apapun yang dijadikan umpan agar Risma tetap bersama Kendra, tak juga bisa menggoyah niat wanita muda di depannya itu.
***
Matahari yang terbit tanda hari baru dimulai. Risma begitu semangat untuk bangun. Setelah sholat subuh, dia masak untuk sarapannya sendiri, yang dilanjutkan dengan mandi. Setelah menyantap masakannya sendiru, Risma berangkat. Tentu saja untuk melanjutkan ikhtiarnya mencari pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Pernikahan (END)
RomanceMenjadi istri yang berbakti adalah kebahagiaan buat Risma. Akan tetap baktinya justru disepelekan oleh sang suami. Kendra, suaminya menikah lagi dengan wanita lain tanpa izinnya. Risma baru tahu suaminya telah berpoligami setelah kandungan Eva istr...