ZAIDAN DAN ZAYYAN

3.1K 171 5
                                    

Pagi ini Risma sudah berdiri di depan PT. Kencana Jaya. Dia mengenakan pakaian putih hitam seperti perintah sang resepsionis. Beberapa orang yang memakai pakaian sama dengannya tampak memasuki lobby. Sudah bisa ditebak, mereka juga orang-orang yang lulus tes berkas dan akan mengikuti tes wawancara seperti dirinya. Meski Risma melihat saingannya tidak sedikit, dia tidak gentar. Dia harus optimis dan yakin berhasil. Karena prasangka adalah doa.

Selama kurang lebih lima jam Risma berada di perusahaan itu. Pukul tiga sore Risma baru keluar dari perusahaan. Tepat di luar pagar, ponselnya berbunyi. Rani ternyata menelpon.

“Halo, assalamu’alaikum, mbak,” sapa Risma ramah.

“Wa’alaikumsalam. Kamu lagi apa, Ris?”

“Lagi mau pulang mbak dari tes wawancara.”

“Oh, begitu ya. Baguslah. Semoga berhasil lulus ya.”

“Terima kasih. Mohon doanya, mbak.”

“Pasti, pasti mbak doakan. Oya, urusan gugatan cerai kamu bagaimana? Sudah diurus belum?”

“Belum, mbak. Rencana besok. Temani dong. Mbak.”

“Boleh. Jam berapa?”

“Pagi dong, mbak. Biar tubuh dan pikiran masih segar. Tapi beneran mbak mau antar?”

“Mau, tentu saja mau. Buat kamu apa sih yang tidak. Lagian sudah lama tidak bepergian bareng kamu. Besok selesai urusan kamu, kita langsung shopping sebentar ke Mall, ya?”

“Oke, siapa takut.”

Keduanya tertawa renyah.

Setelah obrolan yang membuat tampak bahagia itu berakhir, Risma memesan ojek online untuk mengantarnya pulang.

***

Esok paginya dengan ditemani Rani, Risma pergi ke pengadilan agama. Meskipun sudah yakin dengan keputusannya, rasa takut itu tetap ada dan itu membuat wajahnya muram. Sebagai orang yang mengerti dengan perasaan Risma, Rani memberikan semangat. Rani menyakinkan Risma bahwa hidup adik angkatnya itu akan baik-baik saja tanpa Kendra. Beberapa hari terakhir yang Risma lalui seorang diri di rumah peninggalan orangtuanya adalah bukti wanita itu bisa mandiri. Begitu menurut Rani.

Sesampai di pengadilan, mereka langsung memasukkan berkas yang sudah Risma persiapkan dari rumah. Karena baru memasukkan berkas saja, tak banyak yang mereka lakukan di sana sebelum akhirnya pergi ke sebuah pusat perbelanjaan. Mereka berdua benar-benar menikmati kebebasan tanpa anak dan suami. Keduanya berbelanja yang kemudian dilanjutkan makan siang.

“Bagaimana perasaanmu setelah tak lagi serumah dengan Kendra?” tanya Rani di sela-sela menikmati makanan. Bukan serba ingin tahu, Rani hanya memastikan adik angkatnya itu baik-baik saja.

Risma mengendikan bahu. “Biasa saja. Yang pasti rasa sakit hatiku tidak separah ketika aku melihat kebersamaan Mas Kendra dengan Eva. Aku jadi ingin segera menyandang status janda.”

Rani tersenyum mendengar jawaban Risma. “Ada-ada saja kamu. Tapi ya… kalau aku jadi kamu juga pasti memiliki keinginan yang sama. Siapa yang tahan melihat suami bermesraan dengan wanita lain sementara di luar sana mungkin ada pria yang disediakan Tuhan untuk kamu.”

Mendengar itu, Risma langsung menatap Rani. “Tapi aku belum berpikir tentang pria lain, mbak.”

“Jangan bilang kamu trauma.”

“Aku tidak trauma. Hanya saja aku merasa sangsi ada pria yang mau menikah dengan wanita seperti aku. Wanita yang sulit untuk hamil.”

Dahi Rani mengerut. “Kenapa kamu jadi rendah diri seperti ini, sih?”

“Aku bukan rendah diri, mbak. Aku hanya intropeksi diri.”

“Yang aku lihat kamu rendah diri, Ris.” Rani menyipitkan matanya. “Jangan-jangan kamu termakan oleh ucapan ngawur suamimu itu.”

Risma menghela nafas berat. “Entahlah. Tapi menurutku sebaiknya aku memang tidak memikirkan hal itu dulu. Aku harus fokus dengan perceraianku dan mendapatkan pekerjaan. Mbak doakan aku agar lulus tes kemarin ya?”

Rani menepuk pundak Risma beberapa kali. “Itu pasti. Aku yakin kamu lulus kok. Tuhan tidak tidur. Dia tau kamu sangat membutuhkannya.”

“Amiiin,” Risma mengusap wajahnya.

***

Doa. Hanya itu yang menjadi tumpuannya saat ini. Risma sangat berharap Tuhan mengabulkan doanya dengan meluluskannya dalam tes interview yang sudah dia jalani. Dia membayangkan hidupnya akan segera terarah jika sudah mempunyai pekerjaan tetap. Kesibukan di tempat kerja akan menjadi hiburan untuk bisa melupakan kesedihan yang dia alami.

Jika mengingat kembali kisah cintanya dengan Kendra tentulah dia bersedih ketika menyadari akan segera diakhiri. Andai Kendra dan Eva belum terikat dalam sebuah pernikahan, mungkin dia masih bisa memperjuangkan pernikahan. Kenyataannya, Kendra sudah menikahi Eva. Alasan itulah yang membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan langsung mengambil keputusan untuk menggugat cerai. Dia adalah wanita yang tidak sanggup untuk diduakan. Menurutnya perpisahan adalah solusi yang adil untuknya dan untuk semua.

Drrrrrt…. Drrrrrt….

Getaran ponsel itu membuat Risma tersadar dari lamunan. Dia segera menerima panggilan dari nomer tak dikenal itu.

“Assalamu’alaikum…,” sapa Risma.

“Selamat siang,” jawab yang ada di telpon. “Dengan Kharisma Febrianti?”

“Ya saya sendiri.”

“Ini dari PT. Kencana Subur. Beberapa hari kemarin anda mengikuti tes interview?”

“Ya, betul.”

“Selamat, anda dinyatakan lulus. Jadi besok silahkan anda datang ke perusahaan untuk mulai bekerja.”

Saat itu juga wajah Risma langsung berseri-seri. Matanya berkaca-kaca tapi tidak bisa mengeluarkan airmata. Risma sangat bahagia mendengar berita kelulusannya. Ternyata dengan mudah Tuhan mengabulkan doanya.

***

Pagi di sebuah rumah besar nan megah. Seorang pria berusia 35 tahun sedang menghadap cermin. Dia ingin memastikan penampilannya sempurna. Pria itu bernama Zaidan, duda tampan, kaya, dan beranak satu yang memiliki sebuah perusahaan besar di ibukota ini. Sudah tiga tahun dia menduda, tapi sampai saat ini tidak ada satu pun wanita yang dia dekati. Menikah untuknya saat ini menjadi perkara yang sulit. Karena mencari wanita yang bisa diterima oleh Zayyan putra semata wayangnya itu sukar sekali. Zayyan akan menyerang orang yang tidak disukainya yang berusaha mendekatinya.

Pernah ada dua kali Zaid dekat dengan wanita. Namun apa yang terjadi, begitu dikenalkan pada Zayyan, putra semata wayangnya itu langsung menunjukkan kebencian. Bagi Zaid, kesan pertama adalah alasan untuknya memutuskan hubungan dengan dua wanita itu. Zayyan tidak suka, maka tidak ada lagi kesempatan kedua. Sejak saat itu, Zaid tidak memaksakan diri untuk memberikan mama baru bagi Zayyan. Zaid yakin jika sudah waktunya maka Zayyan akan bertemu dengan mama baru yang sesuai dengan keinginan putranya itu.

PRAAAANG!!!!!

********************************

Dapatkan segera novel ini:

VERSI CETAK
📞Kontak admin: 087732833332
👜Shopee: samuderaprinting1

VERSI E-BOOK
https://play.google.com/store/books/details?id=4t50EAAAQBAJ

VERSI APLIKASI
💙Karya Karsa:
https://karyakarsa.com/mayangnoura/posts

Untuk mengetahui update novel-novel author, follow Instagram: Mayang_noura

Luka Pernikahan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang