“Sudahlah, mas. Capek bicara sama mas. Sekarang mas lebih baik pulang saja deh.” Risma menunjuk ke arah pintu depan.
“Kamu mengusirku, suamimu sendiri?” Kendra tak terima. "Aku baru saja selesai makan dan sekarang ingin istirahat dulu.
Risma menggeleng keras. "Tidak. Aku tidak mau mas lama-lama di sini. Aku ingin mas pulang sekarang juga."
Kendra menyipitkan matanya pada Risma seolah aneh mendengar jawaban istrinya itu. "Kamu kok jadi seperti ini sih, Ris? Kita ini masih suami istri. Kamu jangan ingkari itu."
“Tapi sebentar lagi hanya mantan suami istri, mas.”
“Ayolah Ris, jangan lakukan itu. Aku itu mencintai kamu.” Kendra mencoba untuk mengambil tangan Risma tapi langsung ditepis oleh istrinya itu.
“Kalau cinta mas tidak akan menduakan aku.”
“Kenapa itu saja yang kamu bahas? Aku ini ingin punya anak.”
“Aku ini tidak mandul, mas!” teriak Risma tertahan. “Aku hanya belum diberi saja oleh Tuhan. Berapa kali aku harus bilang kalau banyak pasangan suami istri mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah. Aku tidak tau mas menikahi Eva itu apakah karena murni tidak sabar ingin punya atau karena mas sudah jatuh cinta pada Eva. Tapi yang aku lihat, mas itu menikahi Eva bukan karena alasan ingin punya anak saja, melainkan karena mas memang jatuh cinta kepadanya. Itu artinya mas sengaja berkhianat dariku."
“Sebegitu yakinnya kamu kalau tidak mandul? Padahal menurutku waktu dua tahun itu lama.”
Risma menggeram. Kesalnya sudah sampai ubun-ubun. “Ya sudah kalau mas yakin aku mandul. Wanita mandul sepertiku memang pantas untuk disakiti dengan cara dimadu. Tapi maaf, aku tidak sanggup menahan sakit lama-lama. Perpisahan adalah jalan terbaik untuk kita berdua. Sekarang pulanglah! Jangan menunggu aku hilang kesabaran dan berteriak sehingga semua tetangga berdatangan ke rumah ini!"
Mendengar ancaman Risma, Kendra tak berdaya. Dia tidak mau melibatkan orang banyak. Sudah bisa dipastikan dia akan menjadi orang yang dipersembahkan. Meskipun berat hati, Kendra beranjak dari meja makan. Pria itu melangkah meninggalkan Risma. Begitu sampai di rumahnya, Eva langsung mendekati suaminya itu.
“Mas, lihatlah rumah sudah bersih. Aku juga sudah memesan makanan untuk mas. Oya, tadi aku juga ketemu penulis platform yang aneh. Jadi besok sudah ada pembantu yang akan mengurus rumah ini dan memasak untuk kita. Mas senang ‘kan mendengarnya?”
“Hum.” Hanya itu jawaban Kendra. Pria itu mengambil handuk dan langsung masuk kamar mandi. Semua yang dikatakan oleh Eva tidak berpengaruh. Karena dia menyadari bahwa Eva tak lebih dari Risma. Mempunyai istri Risma ternyata jauh lebih mudah dan simple daripada Eva. Cukup dengan diberi uang belanja bulanan yang tidak begitu besar, maka urusan rumah beres. Rumah bersih dan dia tidak pernah kelaparan.
Sementara itu di luar pintu kamar mandi, rahang Eva mengencang. Dia marah melihat reaksi suaminya itu. Tapi marahnya bukan pada Kendra melainkan pada wanita yang baru dikunjungi Kendra, yaitu Risma.
***
BRAK! BRAK! BRAK!
“RIS! RISMA! KELUAR KAMU!” teriak Eva di muka pintu rumah Risma. Dia tidak bisa menahan lagi kekesalannya pada istri pertama Kendra itu sehingga nekat mau melabrak Risma. Tapi setelah beberapa kali menggedor, Risma tak kunjung keluar rumah.
“Ada apa apa ya, Va?”
Eva malah mendengar suara di belakangnya. Eva pun menoleh dan mendapati Risma dengan keranjang belanjaan. Rupanya Risma tidak berada dalam rumah selama dia menggedor pintu tadi.
“Pantas saja dari tadi aku teriak kamu tidak keluar rumah. Rupanya kamu dari pasar,” ucap Eva ketus.
“Iya, tapi ada apa? Ini masih pagi lho. Memangnya Mas Kendra sudah pergi kerja waktu kamu ke sini?” tanya Risma dengan nada santai.
“Karena itu aku datang kemari. Ini mengenai Mas Kendra.”
“Bagaimana kalau kita masuk dulu?” Risma bergerak hendak membuka pintu.
“Tidak perlu. Aku mau di sini saja.”
Risma memperhatikan sekeliling. Ada beberapa orang yang lalu lalang di depan pagar rumahnya. Orang-orang itu melihat ke arahnya serta Eva dan mungkin saja mereka mendengar obrolannya. Tapi terserah. Toh, dia akan mengakhiri drama ini. Paling-paling yang menyusahkan adalah akan menghadapi banyak pertanyaan dari para tetangga. Mau bilang belum siap, tentu saja dia harus siap.
“Ya sudah. Katakan saja maksud kedatanganmu di sini seperti maumu,” ucap Risma kemudian. Sedikit pun tak ada gentar yang terlihat di wajah wanita itu meskipun usianya lebih muda dari pada Eva.
Eva menatap Risma lekat. “Kamu waktu mau meninggalkan rumah pernah bilang bukan kalau memilih untuk menyerah?”
Risma mengangguk. “Ya, itu benar.”
“Kalau begitu kamu buktikan dong ucapanmu itu. Proses segera gugatan ceraimu, bukan malah bersantai seperti ini. Jangan-jangan itu hanya sebuah ancaman sehingga Kendra yang takut kehilanganmu menceraikan aku.”
Risma balik menatap Eva lekat. “Jadi kamu berpikir begitu?”
“Ya. Kalau tidak, kenapa kamu tidak juga melakukannya?”
“Kamu itu seperti orang pintar tapi ternyata tidak ya,” balas Risma. “Kamu pikir menggugat cerai itu mudah? Aku perlu bernafas dulu untuk menyiapkan itu semua. Lagian, kenapa kamu tidak minta Mas Kendra untuk menjatuhkan talak kepadaku secepatnya? Tau kalau Mas Kendra tidak akan bisa melakukannya?”
Eva mengepalkan jemarinya. Hatinya panas mendengar jawaban Risma. Ini yang disebut lembut dan penurut oleh Kendra? Ternyata merupakan wanita yang berani. Kendra bahkan kecelongan dengan sifat asli istri pertamanya itu. Begitupun dia.
“Kamu ini ya….” Eva seperti ingin mencakar wajah Risma tapi diurungkannya karena melihat ketenangan di wajah istri pertama Kendra itu. Sebuah ketenangan yang menggambarkan bahwa Risma tidak mempunyai salah dalam hal ini.
Akhirnya Eva menurunkan tangannya. Dengan wajah kesal tapi tidak berdaya, dia berbalik pergi. Risma geleng-geleng kepala sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.
***
Beberapa hari kemudian.
Drrrt.... Drrrt....
Suara getaran ponsel yang ada di atas meja ruang tamu otomatis membuat Risma yang sedang mengepel rumah, menoleh. Segera diambilnya benda segiempat pipih itu dan melihat layarnya. Sebuah nomor tak dikenal. Meskipun dia khawatir itu nomer orang yang tidak dikehendaki menelpon, Risma tetap menerima panggilan tersebut. Bisa jadi itu adalah nomer resepsionis perusahaan tempatnya memasukan lamaran. Saat ini kabar mengenai nasib lamaran kerjanya adalah yang paling dia tunggu-tunggu.
"Halo, selamat pagi. Dengan Kharisma Febrianti?" tanya orang di telpon.
"Iya, betul. Saya kharisma Febrianti," jawab Risma dengan hati berdebar.
"Apakah beberapa hari lalu anda yang memasukan lamaran ke PT. Kencana Subur?"
"Ya betul, Mbak. Beberapa hari lalu saya memang memasukan lamaran ke sana."
"Kalau begitu selamat anda lulus tes berkas. Besok jam sepuluh silahkan datang untuk melakukan tes wawancara."
Wajah Risma langsung berseri. "Alhamdulillah.... terima kasih, mbak. Besok saya pasti datang."
Setelah obrolan itu ditelpon itu, Risma langsung menaruh gagang alat pel di tangannya sembarangan. Kemudian wanita itu lari masuk ke dalam kamar untuk memeriksa pakaian. Besok saat wawancara dia harus tampil dengan baik karena penampilan pasti memiliki nilai plus. Dia yakin akan lulus tes wawancara karena soal bersih-bersih dan membuat makanan atau minuman, itu pekerjaannya di rumah.
BERSAMBUNG.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Pernikahan (END)
RomanceMenjadi istri yang berbakti adalah kebahagiaan buat Risma. Akan tetap baktinya justru disepelekan oleh sang suami. Kendra, suaminya menikah lagi dengan wanita lain tanpa izinnya. Risma baru tahu suaminya telah berpoligami setelah kandungan Eva istr...