Chapter 01

29 9 0
                                    


Pesantren Qurrahman adalah rumah kedua bagi saudara Abbas, sejak lulus SD, dia sudah masuk pesantren dan kini ia mengajar di pesantren tersebut. dia juga diam diam menyukai santriwati sekaligus anak pak ustadz pemilik pesantren yang bernama Aqila.

Mereka sering bertemu seusai ngajar. Abbas juga sudah terlihat sangat dekat dengan Pak Ustadz pemilik pesantren. Dia sering bantu-bantu disana.

Dan kebetulan sebentar lagi akan ada pengajian di rumahnya Pak Ustadz, jadi Abbas sering datang berkunjung untuk bantu-bantu.

Disaat tengah membantu menyiapkan tikar dihalaman depan rumah, Pak Ustadz tiba-tiba mengajak Abbas untuk berbicara 4 mata.

"Abbas, Saya mau bicara sama kamu sebentar" ucap Pak Ustadz dengan berbisik.

"Mau ngomongin apa Pak Ustadz ?" tanya Abbas

Pak Ustadz mengajak Abbas untuk menjauh dari rumah agar tidak terdengar oleh keluarganya.

"Mau ngomongin apa, kenapa harus jauh-jauh ?"

"Cuman tugas kecil"

"Besok lusa kamu mulai berangkat ke Desa Elang untuk dakwah"

"Haah!? Dakwah di Desa Elang bukannya 1 bulan lagi ya Pak Ustadz? Kok dimajuin?" Abbas terkejut mendengar kabar dadakan dari Pak Ustadz.

"Dakwahnya tetep sesuai jadwal, cuman nanti kamu beradaptasi dulu disana." Jelasnya.

"Beradaptasi ? biasanya juga engga perlu gitu gituan ah"

"Eh.. jadi kamu gamau dakwah lagi nih ?"

"Engga.. Engga gitu maksudnya Pak Ustadz."

"Pokoknya besok lusa kamu berangkat. sekalian ajak Latif sama si Ijat juga buat nemenin kamu"

"Izzat Pak Ustadz namanya, bukan Ijat"

"Iya siapapun itu"

Pak Ustadz tidak menjelaskan dengan detail, dia hanya menyuruh Abbas untuk tetap pergi besok lusa ke Desa Elang untuk Dakwah.

Abbas juga tidak bisa menolaknya. Tapi dia curiga kalo ada yang disembunyiin dengan Pak Ustadz kepada dirinya.

Selesai bantu beres-beres, Abbas kembali ke kamarnya dan memberitahukan informasi dadakan tadi ke kedua sahabatnya yang bernama Latif dan Izzat.

Mereka juga ikut terkejut mendengarnya. "Seriusan lu? Beradaptasi kata Pak Ustadz ?" ucap Latif.

"Iya, gila ga sih. Gua jadi curiga, jangan jangan Pak Ustadz mau ngejauhin gua sama Aqila lagi." Ucap Abbas dengan kesal.

"Heeh gaboleh suudzon sama Pak Ustadz. Kalo dia mau ngejauhin elu sama Aqila, dari dulu pasti udah dia lakuin kali." Jelas Izzat.

"Iya juga sih zat" jawab Abbas.

"Semangat ya Bas"

"Iya Bas, semangat."

"Eh.. eh.. apaan semangat semangat, lu berdua juga ikut sama gua untuk Dakwah disana. Pak Ustadz yang nyuruh" jelas Abbas.

"Yang bener lu Bas" Izzat tampak linglung.

"Lu kenapa Zat? Kok gelisah gitu" tanya Abbas.

"Gua lusa mau pulang Bas. Ayah gua sakit, besok rencanaya gua baru mau bilang ke Pak Ustadz buat Izin." Jelas Izzat.

"Kok dadakan banget"

"Yaa namanya juga sakit Bas, mana ada yang tau kapan datangnya. Kita juga belum tau kan kalo besok kita masih bisa bernafas." Lanjutnya

Cerita Ramadhan : Taqwa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang