Chapter 05

6 4 0
                                    


Abbas jadi merasa bersalah. Dan dia memohon ke Pak Ustadz untuk diberikan sebuah saran. Apa yang harus dia lakukan. Abbas benar-benar tidak mau melihat teman terbaiknya mati dibakar hidup hidup. Untuk membayangkannya saja Abbas tidak mau.

"Bas, daripada kamu curhat sama saya. lebih baik kamu curhat sama Allah. Apa yang kamu tanam, itulah yang kamu tuai."

"Iya Pak Ustadz, mungkin saat ini cuman itu aja kabar dari saya. oh iya untuk saat ini, Pak Ustadz, Aqila maupun siapapun yang ada dipesantren. Jangan menghubungi saya dulu. Biar saya saja yang menghubungi kalian. Buat jaga jaga." Jelas Abbas.

"Iya.. salam buat Latif."

"A Abbas.. hati hati ya" sambung Aqila.

"Insyaa Allah Aqila. Yasudah kalo begitu. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam" jawab Pak Ustadz, Umi Hadaya dan Aqila.

Pak Ustadz mengembalikan Hpnya Aqila.

"Abi. Apa kita perlu kirim bantuan kesana ?" Aqila begitu khawatir.

"Loh. Ngirim dua orang aja udah kewalahan. Apalagi kalo nambah. Tawuran yang ada. Udahlah gausah begitu khawatir. Niat mereka baik untuk Dakwah disana. Pasti mereka menemukan jalan keluarnya. Mereka ga sendirian, ada Allah yang menjaga mereka" Jelas Pak Ustadz.

Abbas melihat jam, sekarang tepat pukul 12.30. Waktu Solat Dzuhur sudah lewat. Dia berencana untuk melakukan Solat dirumah kosong itu. Dia berwudhu dan mengambil sisa sisa kardus yang ada disana untuk dijadikan sajadah. Ketika dia ingin membaca Niat, seseorang mengetuk pintu rumahnya.

[Tok tok tok]

"Siapa sih ?" Abbas membuka pintu. Salah satu warga menghampiri Abbas dengan tatapan yang sangat tajam.

"Nyari siapa ya bang ?" tanya Abbas.

"Ya cari elu lah. Orang yang tinggal disini cuman elu." Tanpa dipersila masuk. Pria itu masuk kedalam rumah. Dan memperhatikan sekeliling rumah itu. Kemudian ia melihat kardus yang sudah disiapkan untuk solat.

"Ngapain lu naro kardus ditengah tengah ruangan gini ?" tanya Orang itu.

"Ini bang. Anu."

"Mau solat ya lu ? kata Pak Boss lu keluarga kita ? tapi kok solat ?"

"Si..siapa bilang saya mau solat. Ini buat selonjoran bang. Pegel."

"Tapi lu bisa solat ?"

"Bisa"

"Nah.. lu berarti orang muslim"

Pria itu tampaknya ingin memojokkan Abbas. Tapi Abbas memiliki Alibi yang sudah dipercayai oleh Melki.

"Iyalah gua Muslim. Kan gua sebelumnya dipaksa masuk pesantren. Yaa udahlah lupain aja. Kan sekarang gua udah bebas dari pesantren. Jadi gua sekarang udah masuk golongan lu bang" Jelas Abbas dengan nada santai.

"Bang bang. Kita seumuran. Nama Gua Nawfal. Tapi panggil Oval aja."

"Oke Oval. Bukan lingkaran kan ya"

"Hah ?"

"Engga bang, bercanda. Eh maksud saya Oval".

Pria yang bernama Oval itu masih memperhatikan kesekitar rumah yang ditinggali Abbas. Dan dia mendekati tasnya Abbas dan mengambilnya.

"Mau ngapain Val ?" tanya Abbas.

"Cuman mau liat aja. Ditas lu ada narkoba apa engga. Akhir akhir ini gua kekurangan ngobat."

Oval membuka tasnya Abbas.

"Ya mana ada. Kan gua dari pesantren. Gimana sih lu"

Oval mengeluarkan semua isi tasnya Abbas. Dan menaruhnya dilantai semua hingga berserakan. Oval juga tidak menemukan apa yang dia cari. Dia langsung pamit dan pulang tanpa membereskan isi tasnya Abbas.

Cerita Ramadhan : Taqwa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang