Chapter 16

4 3 0
                                    


~

Abbas berteriak "TIF. Kita baca surat An Naas dan al Falaq sebanyak mungkin. Wan. Lu juga bantu. Kita akan membuat pencucian otak si Nyai hilang."

Nyai yang mendengar itu tidak akan tinggal diam. "CEPAT BAKAR MEREKA!!" ucapnya.

Ridwan / tukang becak tersenyum melihat keadaan ini.

"Apa yang lucu ?" tanya Nyai.

"Cuman penasaran aja, gimana ending dari semua skenario yang udah kamu tulis Aulia." Jawab Ridwan.

Salah satu warga mendekati Abbas dan menyalakan korek. Dhia menghentikan orang itu. Dan dia sekarang berusaha melindungi kakaknya.

"Dhia ? makasih" ucap Naim.

"Gua akan jadi orang yang ga guna Mas, kalo mas ga ada lagi di sisi gua" ucap Dhia.

Abbas, Latif dan Ghazwan. Mulai membacakan surat An Naas dan al Falaq sebanyak banyaknya. Semua warga terasa kesakitan dibagian kepala. Begitu juga dengan Dhia, Naim dan Yola.

"Apalagi ini. Sakit banget" ucap Yola.

Nyai berusaha menanamkan mantranya lagi dikepala warga desa. Namun dia tidak berhasil. Alhasil dia malah mengeluarkan batuk darah. Tapi Nyai terus berusaha untuk melawan bacaan surat Alquran yang dilantangkan oleh ketiga anak santri itu.

Lama kelamaan Nyai tak kuat untuk melawannya. Dia jatuh tak sadarkan diri. Ridwan merangkulnya dan membawa Nyai pergi dari desa.

Terus dan terus membacakan surat An Naas dan al Falaq, mereka pun semua tak sadarkan diri. Ghazwan dan Latif langsung menghampiri Abbas dan melepaskan ikatan di badannya dan kain yang menutupi mulut dan matanya.

Ghazwan langsung memeluk Abbas dengan erat.

"Wan, wan, gua bau minyak wan. Lu jangan meluk gua dulu" ucap Abbas.

"Biarin kak. Lebih baik meluk kakak yang bau minyak. Dari pada Awan harus memeluk batu nisan kakak."

Abbas pasrah dengan pelukan adik satu satunya. "Tapi kakak mau nanya. Kok lu bisa sampe sini ?"

"Kabur dari pesantren" jawabnya.

"Hah!?" Abbas dan Latif terkejut.

"Nekat nih anak" ucap Latif.

"Habisnya Pak Ustadz sama Kak Aqila nyebelin. Gamau ngasih tau keadaan kakak" jelasnya.

"Ga nyasar ?" tanya Abbas.

"Dianter tadi, sama tukang becak yang ada disana- loh.. kok tukang becaknya ga ada ?"

"Bentar, si Nyai juga kemana ?" tanya Latif.

"Daripada kita mikirin itu. Mending kita taro dulu mereka ditempat yang nyaman" Ucap Abbas.

Ghazwan menelpon ke pesantren dan diangkat oleh Aqila.

"Assalamuallaikum" salam Ghazwan.

"Waalaikumsalam. Ghazwan, kamu ini ada dimana ? kok ga ada dikamar ? kamu ga lagi nyusul kakak kamu ke Desa Elang kan ?" tanya Aqila dengan khawatir.

Abbas meminta untuk berbicara dengan Aqila. Ghazwan memberikan HPnya ke Abbas.

"Dia udah ada disini sama aku dan juga Latif." Jawab Abbas.

"A Abbas. Ya Allah Syukur Alhamdulillah. A Abbas gapapa ?" tanya Aqila

"Alhamdulillah. Aa gapapa. Cuman bau minyak tanah aja sih." Jawab Abbas.

"Ya Allah A.. gimana keadaan disana? A Latif gimana?"

"Latif baik baik aja. Boleh Aa ngomong sama Pak Ustadz ?"

"Boleh A.."

Abbas menjelaskan semuanya ke Pak Ustadz lewat telfon. Dan sudah disepakati. Warga desa semua akan diruqyah. Dan sekarang mereka sudah bisa diajarkan Agama sedikit demi sedikit. Karena tidak ada lagi yang menghalangi jalan pikiran mereka.

3 bulan telah berlalu.

Para santri dan santriwati pesantren datang mengunjungi desa elang. Tapi sekarang namanya sudah berganti. Sekarang adalah Desa Al Majid, yang artinya "yang maha mulia".

Yola dan Dhia kini mengenakan Jilbab.

Latif datang kesini memiliki tujuan lain. Yaitu ingin Taaruf dengan Yola. Dia datang menghampiri rumahnya dan meminta restu ke Melki dan ibunya Yola.

"Yola. Abang kesini, mau melakukan Taaruf dengan Yola. Dan saya meminta restu untuk Babeh Melki dan Ibu Eisa.

"Kalo gue sih oke oke aje. Gimane anaknye aje" ucap Ibunya Yola

"Yol.. lu seriusan mau nerima Taarufnya si Latif ?" Tanya Naim.

"Iyee.. kenape sih emangnye ?" tanya Yola

"Kan lu tau kalo gua suka sama lu"

"Aelah, lu pacaran aja sama yang laen, gua kaga cinte sama lu. Temenan aje ye" jawabnya.

"Heh Naim. Ini tuh anak saya mau taaruf. Lu ngapain sih ikut ikutan ada disini mau taaruf juga ?" tanya Melki.

"Boleh Beh" jawab Naim dengan semangat.

"Bah Beh Bah Beh.. memangnya gua Babeh lu!!"

Dilain tempat. Ghazwan sedang liat liat taman sekitar desa. Dan dia dihampiri dengan Dhia.

"Assalamuallaikum" salamnya.

"Waalaikumsalam" jawab Ghazwan.

"Ngapain lu disini wan ?" tanya Dhia.

"Keliling keliling aja. Habisnya pada asyik pacaran semua. Kakak gua lagi jalan berdua sama Kak Aqila. Dan Kak Latif lagi ngajak Taaruf Kak Yola." Jelas Ghazwan.

"Oh gitu."

"Dhia"

"Iya ?"

"Pacaran yuk"

Dhia terdiam mendengar itu. Dan itu tiba tiba.

"Woy woy woy. Pacaran pacaran. Haram!!" Ucap Abbas yang datang dari belakang.

"Lah kakak aja pacaran sama Kak Aqila."

"Kita itu ga pacaran. Cuman temenan. Tapi, bulan depan kita mau taaruf dan Menikah." Jelas Aqila.

"Iya dah iya, selamat ya" ucap Ghazwan.

Abbas berbisik ke Ghazwan "Wan. Kayanya gua juga ucapin selamat ke elu"

"Selamat buat apaan ?" tanya Ghazwan.

"Kayanya Dhia mau jadi pacarlu." Jawabnya.

"Ha?" Ghazwan melihat wajah Dhia, dia terlihat malu malu. Dan senyum senyum sendiri.

"Duh"

Cerita Ramadhan : Taqwa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang