06

1.8K 150 1
                                    


*Note*
putar lagu di atas.

Rahadi-sang ayah sudah menjabat tangan pria yang ada disampingnya. ini mimpi buruk yang pernah Sri alami, nyatanya ini bukan mimpi. Ini nyata, takdir hidupnya memang semalang ini.

Mengapa Tuhan tidak memberinya sedikit jeda untuk dirinya. Ujian itu terus menghampiri disaat dia sudah ikhlas menyerahkan semua takdirnya pada sang maha pencipta. Tapi mengapa harus seperti ini. Dosa apa yang pernah ia perbuat, sampai tuhan memberikan takdir seperti ini untuk dirinya. Ini tidak adil.

Apa taubatnya selama ini tidak Tuhan terima? Memang Apa salahnya? Tolong dia tidak memiliki siapa pun selain sang ayah untuk menjadi tempatnya berlindung, haruskan kali ini tuhan mengambil sang ayah darinya?

Sri tidak masalah jika ayahnya masih memperlakukan nya seperti dulu. Lebih baik seperti itu, daripada ia harus kehilangan sosok orang tua yang tak pernah ia rasakan bagaimana kasih sayang nya. Tak mengapa sang ayah terus mengabaikannya, menyalahkannya menekannya untuk mencari uang agar kebutuhan hidup keduanya terpenuhi. Sri tak masalah jika harus menjalani kehidupannya seperti dulu.

Tapi tolong, jangan ambil sosok Ayah dalam hidupnya, Seburuk apa pun perlakuan sang ayah pada nya, hanya Sang ayah yang Sri punya di dunia ini. Alasan apa lagi yang bisa membuatnya bisa bertahan hidup?

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Utara Khin Nanta bin Dhanuwan Khin Nanta dengan putri kandung saya yang bernama Sri Pratiwi dengan mas kawin berupa Uang sebesar Tujuh Ratus Ribu dibayar tunai"

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Sri Pratiwi binti Ahmad Rahadi dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai" Sri mengalihkan wajahnya ketika ijab Kabul terucap dari bibir pria itu. Air mata yang sudah mengering kini mengalir lagi di kedua pipinya.

Kata Sah keluar dari empat saksi mata. Lantunan doa dipanjatkan oleh seorang penghulu yang duduk di samping sang ayah. "dicium tangan suaminya" perintah sang penghulu.

Pria yang ada disampingnya termenung. Tatapan matanya kosong, Seperti sedang memikirkan sesuatu. Diraih tangan kekar itu, Dia. Utara Khin Nanta yang menjadi suaminya, pria yang pernah menolongnya.

Tidak ada balasan kecupan kening seperti pasangan pengantin pada umumnya. Tidak ada gaun pengantin yang melekat di tubuhnya, tidak ada pesta pernikahan yang pernah ia mimpikan. Yang terpasang di tubuhnya hanya Midi skirt sebatas betis dan atasan lengan panjang berwarna hitam. Ruangan sederhana yang menjadi saksi bahwa saat ini ia meragukan apa yang telah Tuhan janjikan. Apakah Selama ini doanya tidak pernah tuhan dengar? Dalam benaknya ia terus bertanya apakah ini balasan atas taubatnya, balasan atas rasa sabarnya selama ini?

Petuah-petuah tentang pernikahan disampikan oleh penghulu, Sri yang masih bergelut dengan pikiran dihatinya hanya terdiam tanpa mendengar apa yang sedang disampaikan.

Dua orang petugas sudah kembali memasangkan borgol di pergelangan angan sang ayah. Sri segera mendekat pada sang ayah, ia bersujud dibawah kaki itu dengan air matanya yang tak ada habisnya.

Semua pasang mata yang melihat merasakan kesedihan itu, berbeda dengan Utara yang malah mengalihkan wajahnya.

"Jangan Hukum Ayah saya, Saya mohon.........., Ayah saya bukan pembunuh" isaknya begitu pilu.

Rahadi yang melihat sang putri seketika langsung memeluk tubuh kecilnya. "Sri baik-baik di sini ya, Bapak minta maaf. Bapak sayang Sri. Sri bukan beban di hidup Bapak. Sri anugrah yang Bapak punya"

SRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang