Tidak pernah sekalipun terbayangkan bawah takdir hidupnya akan seperti ini. Hidup sebatang kara, Menikah dengan laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suami orang lain, sungguh tak pernah Sri banyakan. Sudah tiga hari pula ia diam di rumah ini, dan Utara belum pulang sampai saat ini. yang ia tahu bahwa sang suami pergi ke luar kota untuk bertugas.
"Sri. Mbok titip jemuran ya, Mbok pulang dulu sebentar" Sri hanya mengangguk.
Sepi. Tidak ada siapapun di rumah ini kecuali dirinya dan Mbok Ati Art yang sudah bekerja kurang lebih 29 tahun di rumah ini.
Benar apa dugaannya bahwa wanita itu tidak akan pernah menerima dirinya sebagai seorang menantu.
Keesokan harinya ketika Sri terbangun, ia tidak menemukan sosok Utara yang ia tunggu tadi malam, ia memberanikan diri untuk bertanya kepada Fatma, ibu mertuanya.
Maun yang ia dapat adalah makian, masih terngiang di benaknya. Bagaian wanita itu memintanya ia pergi.
"Dasar wanita murahan"
"Butuh uang berapa kamu?"
"Kamu pikir kamu bisa menjadi istri dari anak saya?"
"Tolong jangan ganggu keluarga saya. Terutama putra saya, sebentar lagi dia akan menikah dengan perempuan baik-baik dari keluarga terdidik pula. Jadi saya mohon jangan ganggu putra saya, saya mohon"
Entah. Ketika kata-kata itu keluar ia tidak bisa mencegahnya, ia hanya diam menerima makian itu semua.
Hatinya masih sakit menerima takdir ini. Tapi mengapa Tuhan menambahnya lagi, Sri sempat berharap jika wanita itu mau menerimanya setidaknya wanita itu tidak akan memaki-maki dirinya.
Bodohnya ia telah berharap seperti itu. Jika di ingat ke beberapa kejadian yang lalu, ketika ia mendengar suara lembut wanita itu untuk Sang putra, rasanya tidak mungkin wanita itu tega memakinya.
Namun apa yang ia harapkan tidak terjadi. Bahkan wanita itu enggan untuk melihatnya, seakan Sri mang tak ada di rumah ini.
Kemarin malam Sri membantu Mbok Ari memasak. Ketika tahu soto yang Fatma makan hasil memasaknya wanita itu langsung memuntahkannya, membuang semua soto yang masih tersisa.
Apakah sebegitu menjijikan nya sampai hasil masakannya pun wanita itu buang? Dhanuwan sang ayah mertua meminta maaf atas perlakuan yang telah dilakukan olah sang istri. Sri bersyukur setidaknya Sang ayah mertua masih menghargainya.
Suara Mobil menghentikan lamunannya. Segera Sri melihat siapa yang datang. Utara, pria itu yang selama ini harapkan keberadaannya.
Ia tidak tahu kepada siapa lagi ia meminta perlindungan selain kepada pria itu. "Asalamualaikum. Bu, Abang pulang"
Pria itu mengalihkan pandangan ke setiap penjuru ruangan, dari dapur ruang keluarga sampai kamar milik kedua orang tuanya.
"Ibu. Pergi" cicitnya.
Utara melewati wanita yang ada di hadapannya itu. "Mbok, Mbok......., Ibu kok ngga ada ya?"
Sri mengikuti langkah kaki pria itu. "Mbok, izin pulang dulu" lagi-lagi Pria itu mengabaikannya.
Haruskan seperti ini?. Ia sudah bertekad untuk tetap bertahan untuk enam bulan ke depan, sebagai balasan atas apa yang telah pria itu dan keluarga nya korbankan.
Utara melangkahkan kakinya ke dalam kamar milik pria itu, ia bingung harus bersikap seperti apa pada sang istri. Ia masih belum ikhlas sepenuhnya menerima wanita itu.
Kamarnya masih tetap rapih sama seperti tiga hari yang lalu ketika ia tinggalkan, mungkinkah wanita itu tidak menempati kamarnya? Jika tidak, rasanya tidak mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SRI
ChickLitMimpi Sri hanya satu, terbang di bawah birunya awan. Bukan di bawah gelapnya malam. *** Note* Judul awal TABIR. Cerita ini hanya fiksi. Nama tokoh dan tempat hanya menjadi pelengkap cerita.