Vino berada diruang pribadinya di resto kasih bunda. Matanya fokus menatap layar laptop, dan sesekali jari-jarinya menari di atas keyboard dengan mahir. Vino tampak sedang mengecek, pengeluaran-pengeluaran apa saja yang sudah dilakukan dalam satu bulan untuk keperluan resto. Dan Sebaliknya, dia juga mengecek pendapatan yang sudah dihasilkan dari restonya dalam satu bulan ini. Mungkinkah ada peningkatan dari bulan sebelumnya atau sebaliknya. Selain itu vino juga melakukan pendataan untuk menu-menu mereka, dari menu yang banyak diminati Sampai menu yang paling sedikit dipesan. Dengan tujuan, Agar setiap bulannya mereka dapat memberikan nuansa makanan yang selalu baru dan juga fresh.
Drtt..drttt
Suara ponsel vino berbunyi dan langsung membuatnya teralihkan dari layar laptop.
"Mama." Gumam vino pelan setelah melihat nama pemanggil dari layar ponselnya. Setelah beberapa detik berfikir, dengan yakin Vino menjawab panggilan tersebut.
"Halo mah?" Ucap Vino lembut dari handphonenya.
"
"Vino, hari ini kamu kerumah ya ada hal penting yang mau dibilang, pokoknya mama gak mau tau kamu harus datang hari ini juga." Ucap Diana mamah vino ditelepon.
Tiba-tiba Wajah vino mendadak cemas setelah mendengar perintah dari Diana. dia sangat mencemaskan phobia-nya itu ketika berkunjung ke rumah orangtuanya, vino tidak mau jika penyakitnya tiba-tiba kambuh dan membuat seluruh keluarga tau dengan kondisi psikologis vino yang sebenarnya. Bisa-bisa, rahasia yang sudah dia tutup selama 5 tahun menjadi sia-sia.
"Vino gak bisa mah lagi banyak kerjaan ini, kalau ada hal penting yang mau dibilang mamah bilang aja sekarang, vino beneran gak bisa datang." Tolak vino bersikeras.
"Kamu gak usah banyak alasan, mamah udah bosen dengerin alasan kamu yang itu-itu aja, papah juga mau ketemu sama kamu dia rindu banget mau lihat kamu vino.
"Tolong lah mah vino beneran gak bisa datang, kalau emang papah mau lihat vino kan bisa Videocall, gak harus vino datang kerumah mah."
"Pokoknya kamu harus datang, mamah, papah, dan kak elga sudah nungguin kamu dirumah, awas aja kalau kamu gak datang." Pungkas Diana dan memutuskan panggilan sepihak.
"Ha-halo mah, mah, ckk!!" Decak vino kesal dan meletakkan handphonenya kasar diatas meja.
Vino memijit pelipisnya pelan merasa pusing, dia harus datang kerumah orangtuanya sekarang. Padahal hal itu selalu vino hindari selama ini. Ya, selama lima tahun vino mengidap phobia, dia hanya sekali dalam setahun berkunjung ke rumah orangtuanya. Itupun hanya untuk bertemu Sesaat melepas rindu kepada kedua orangtuanya, dan kakak perempuan satu-satunya yaitu elga.
Dengan rasa terpaksa dan Ragu vino meyakinkan dirinya untuk pergi. Bagaimanapun juga dia tidak mungkin membantah perintah dari mamahnya. Vino meraih lagi ponselnya di atas meja, mencari nama seseorang untuk dia telepon. Setelah beberapa detik vino menempelkan benda pipih itu ke telinganya
"Ky, keruangan gue sekarang!" Perintah vino dingin lalu mematikan panggilannya sebelum mendapatkan jawaban dari orang yang ditelepon yaitu izky.
Setelah memasukan ponselnya kedalam saku jas, Vino membuka laci mejanya dan mengambil sepasang sarung tangan hitam tebal dan masker hitam, yang selalu dia simpan di sana. Tidak lupa vino menutup kembali lacinya dan setelah itu dia memakai sarung tangannya. Ini antisipasi vino Karena dia yakin, ketika dia pulang keluarganya pasti akan memeluknya. Vino tidak mau jika Diana ataupun Elga sampai menyentuh langsung kulitnya, bisa-bisa phobia-nya akan kambuh.
Beberapa saat kemudian pintu ruangan vino terbuka setengah, mendapati izky yang membuka pintu sambil jalan mendekati meja vino. Matanya langsung menatap penasaran kearah Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABNORMAL
Teen Fiction*Jangan lupa tinggalkan jejak ya THANKS~ •~• Ini semua karena karma itu! Beberapa tahun silam, terjadi sebuah sumpah yang akhirnya menjadi kesialan, untuk kehidupan seorang cowok yang sekarang mengidam venustraphobia. ya, sebuah rasa takut kepada...