BAB 1B : PENGENALAN

371 249 137
                                    

"Eh... anak Bapak udah pulang."

Senyum Bapak menyambutku pulang. Walau terlihat kerutan terhias di sudut bibir, namun terasa begitu hangat.

"Udah makan Pak?" sambil mencium tangan Bapak.

"Udah. Tiap hari tanyamu begitu terus, jawaban Bapak tetap sama."

"Kalo nggak ditanya tiap hari, pasti Bapak nungguin Innez makan. Ntar kambuh lagi maag nya."

"Iya, iya... mana mungkin nggak nurutin kemauan anak kesayangan Bapak. Dah, kamu mandi dulu, habis itu baru makan ya."

Aku mengangguk sambil memberikan senyuman kepada Bapak.

Dulu, di rumah ini kami bertiga. Salah satunya Ibu. Tapi setelah Ibu divonis kanker, suasana di rumah agak berbeda dari biasanya. Ibu yang biasanya menyediakan kami sarapan di pagi hari, duduk bersama di meja makan. Lalu, mijitin Bapak kalau lagi pegel. Semuanya terlihat sepi sekarang. Dan Ibu juga yang menjadi tempat tampunganku untuk berbagi kisah.
Di satu sisi, kabar baiknya adalah aku jauh lebih dekat dengan Bapak dan tidak sungkan lagi untuk berbagi cerita. Pikiranku mulai terbuka, kadang kala bercerita dengan Bapak juga menarik. Solusi yang diberikan selalu membuatku takjub. Entah sihir apa yang dipakai hingga tiap perkatanya membuatku jadi semangat. Namun aku juga sadar, betapa banyak rintangan yang sudah Bapak alami hingga bisa merangkum semua itu.

Terlihat matahari mulai menyembunyikan dirinya, pertanda senja memanggil malam untuk tugasnnya. Aku dan Bapak duduk di meja makan dengan hidangan yang ku masak. Di tempat inilah kami berbagi cerita.

"Gimana sekolahnya hari ini? Lancar-lancar aja kan?" tanya Bapak.

"Aman kok Pak kalo masalah pelajaran. Tapi agak puyeng sih masalah materi tes masuk perkuliahan." keluhku.

"Loh... bukannya anak Bapak pinter? Pasti bisa dong!"

"Materinya bikin mumet. Kek nya habis lulus pengen nikah aja deh Innez."

"Ahh... yang bener? Padahal Bapak udah lama tuh nabung dari hasil pensiunan tahun-tahun sebelumnya. Katanya mau masuk PTN kemaren." tambah Bapak.

"Haahaa... becanda Pak, becanda. Ya mana mungkin Innez kepikiran pengen ke situ."

"Emang kamu udah punya pacar?" ejek Bapak.

Seketika mulut seakan terkunci rapat. Aku merasa masih belum siap untuk memberitahukan statusku dengan Dimas sekarang. Rencana, aku mau menceritakan soal Dimas ke Bapak saat aku sudah lulus sekolah. Pikirku, kemungkinan besar Bapak pasti tidak akan menyetujui hubungan kami dengan alasan masih sekolah.

"Nggak. Lagi kosong. Emang Bapak mau cariin buat Innez?" ledekku.

"Haahaa... udah, buruan di abisin yang di piring. Ntar kemaleman lagi bersih-bersihnya."

Keesokan harinya, aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah dan berpamitan dengan Bapak.

"Innez berangkat dulu ya Pak." sambil cium tangan Bapak.

"Pinter-pinter ya nak, hati-hati." Bapak mengusap kepalaku.

Untuk menempuh perjalanan dari rumahku menuju ke sekolah tidak begitu jauh, jadi setiap harinya aku berjalan kaki. Kadang ada beberapa angkatan lainnya juga yang beriringan berjalan kaki menuju ke sekolahan.

Sesampainya di sekolah, kegiatanku seperti pada umumnya. Saat di istirahat pertama, Putri mengajakku ke kantin dengan beberapa teman Putri lainnya yang berbeda kelas. Aku mulai terbiasa dengan mereka karena tidak begitu canggung denganku. Justru di posisi ini akulah yang sengaja diam karena malas untuk berbicara. Sesekali merespon dengan senyum tipis, lalu kembali diam. Entahlah, rasanya hanya Putri dan dia yang bisa membuat seorang Innez berbeda.

Setelah selesai makan, tiba-tiba ada seseorang menghampiri di meja kami yang aku tau aroma ini.

"Mbak nya masih laper apa udah?"

Suara itu seketika membuatku menoleh ke belakang. Karena sekali lagi, aku tau aroma ini.

"Dimas!"

"Guys, aku minjem Innez kalian dulu ya." ledek Dimas.

"Hedehh... pangeran ama tuan putri kembali lagi tuh bersatu setelah sekian lama. Dah, angkut aja bos." ejek Putri.

Dimas mengajakku ke belakang sekolah yang hanya ada beberapa kelas di sana. Dimas tau, aku tidak suka berada di tengah banyak orang saat kami bersama.

"Happy Anniversary yang ke-2 tahun kucing kecil."

"Loh... kok kucing sih?" tanyaku bingung.

"Karena kucing itu pendiam, tapi disukai banyak orang."

"Aku udah nggak kaget lagi Dim, karena itu kamu." aku tersenyum.

Dimas membalasku dengan hal yang sama.

"Nez, aku nggak bisa lama-lama. Bentar lagi jadwal guru killer yang masuk. Aku mau ngajak kamu abis pulang sekolah nanti jalan-jalan. Kamu mau kan?" tanya Dimas sambil meraih tanganku.

Aku mengangguk pelan sambil tersenyum simpul. Dengan beraninya diriku menjanjikan sesuatu tanpa memikirkan ke depannya, Bapak. Pikiranku mulai mencari cara agar Bapak mengijinkanku. Mungkin aku harus menelepon Bapak dengan mengatakan hangout dengan teman sekolah. Kemungkinan lainnya dan berharap Bapak akan mengiyakan. Karena kalau dihitung-hitung, sudah sekian lama tidak jalan-jalan sepulang sekolah sejak setahun yang lalu dengan ijin Bapak.

Bel berbunyi dua kali, menandakan jam sekolah telah usai. Banyak orang-orang di depanku berjalan menuju gerbang, tapi aku bisa melihat dengan jelas dia di sana. Dari kejauhan, Dimas menunggu dengan motornya di parkiran.
Kami berkeliling di sekitaran pusat kota, Bandung. Sesekali, Dimas berhenti dan mengajakku melihat pemandangan dengan view yang terbilang menarik. Lalu, kami makan bakso beranak kaki lima sambil bertukar cerita satu sama lain. Walau beberapa orang di sana memperhatikan kami dengan rasa keuwuan, aku dan Dimas tidak menghiraukan. Sudah lama rasanya aku tidak sedekat ini dengan Dimas.

Hari menunjukkan pukul 5 sore. Dimas mengantarkanku pulang dengan jarak beberapa meter dari rumah. Kulihat, Bapak tidak di teras hari ini. Mungkin sedang menyiram tanaman di belakang rumah. Setelah selesai bersih-bersih, Bapak menghampiriku.

"Gimana jalan-jalannya? Seneng nggak?" sambil duduk.

"Seneng banget. Maaf Pak, Innez dadakan ngasih tau."

"Kok minta maaf? Bapak malah seneng kalo Innez juga seneng. Kamu mah tiap pulang sekolah cepet banget. Terus malamnya belajar. Sesekali bahagiain diri sendiri nak, manusiawi kok. Asal ijin aja sama Bapak."

Secara refleks terbingkai senyum simpul di bibirku. Hal inilah yang membuatku selalu ingin pulang lebih cepat.

"Innez. Menurut kamu, kalo Bapak kenalin sama anak temen Bapak gimana?"
***

*thnks temen2 udah baca sampai sejauh ini... untuk perdana part yg di up sebanyak 2 cerita. And next, akan 1 cerita. Vote n like dari temen2 sangat membantu. See u ☺☺

KEPENTOK JODOH [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang