HAPPY READING ALL 🤗
"Loh, kok cepet banget pulangnya? Bukannya tadi ijin sampai jam 8 malem. Baru jam 6 lewat." tanya Bapak sambil melirik jam.
"Bubarnya cepet Pak." lari menuju kamar.
Aku sadar, Bapak pasti bertanya-tanya. Bahkan sulit untuk menjawab Bapak dengan menahan air mata. Mengunci pintu dan tanpa sadar air mata mulai meluncur deras sambil menahan suara tangis. Sesaat, Putri terus menelepon dan akhirnya suara itu berhenti sendiri.
Sulit untuk berbicara saat ini dengan siapapun, karena merasa menjadi orang yang paling bersalah di dunia.
Bagaimana tidak, orang yang menyayangiku dengan sepenuh hati tiba-tiba dihancurkan harapannya oleh orang yang dia sayangi.Kadang terpikir, ini cara yang paling baik tapi ini pula cara paling buruk yang pernah ada. Bagaimana bisa aku berpikir cara yang paling buruk, jika apa yang diharapkan seorang Ayah dengan penuh kerutan tidak kukabulkan sebagai seorang anak? Dan bagaimana bisa ini cara yang paling baik, jika perasaan seseorang yang begitu besar kuhancurkan seakan sebuah permainan?
Air mata terus mengalir yang tanpa sadar membuatku tertidur. Hal itu membuatku terkejut saat melirik arah cermin dengan mata super bengkak. Itu menjadi pengingat bahwa aku sudah selesai dengan Dimas. Ternyata, setelah putus dari seseorang masih saja meninggalkan bekas, yaitu kantung mata!
"Dahh selesai nangisnya? Bapak nggak mau gangguin kamu, ada apa memangnya nak?" tanya Bapak.
"Eengg... Nggak kok Pak. Nangisin nilai UAS aja yang rendah." sambil berjalan ke dapur.
"Jangan boong kamu. Bapak tau kamu, nggak mungkin masalah gitu aja nangis."
"Nggak Pak, bener. Ehh, udah jam 7. Telat nihh." sambil lari-lari ke arah kamar mandi.
"Lohh, ini kan hari Minggu." sambung Bapak.
"Ehh... iya." tertawa kecil.
"Kamu inget nggak hari ini mau ngapain?"
"Emang mau ngapain Pak?" tanyaku bingung.
"Kan beberapa hari yang lalu udah Bapak kasih tau, kalo hari ini mau ke rumah teman Bapak itu." Bapak sambil duduk.
"Astaga... napa kelupaan sii..." gumamku.
Bapak dan aku bersiap-siap untuk berangkat menuju ke rumah kenalan Bapak menggunakan mobil Kijang. Diperjalanan, aku melihat semua orang terlihat bahagia satu sama lain. Aku bertanya-tanya, apakah mereka juga pura-pura bahagia untuk menutupi kesedihannya?
Kami memasuki gang dengan jalanan begitu luas. Sekeliling kami terlihat perumahan bergaya minimalis. Sempat membuatku terpesona hingga tanpa sadar kami sudah sampai tujuan. Terlihat asri dengan mobil bertengger di halaman.
"Mari, silahkan masuk Pak." sahut satpam.
"Pak, ini bener rumah temen angkatan Bapak kan?" bisikku kepada Bapak.
"Iya. Kamu nggak liat foto di dinding? Itu beliau. Beliau Jendral." bisik Bapak.
Pangling dan terpukau. Semua terlihat mewah dari sudut ruangan dengan nuansa putih.
"Sudah datang rupanya. Mari, silahkan duduk."
Terlihat cowok dengan pakaian kemeja abu-abu dan celana kain hitam juga ikut duduk dengan kami berempat. Bapak dengan teman Bapak saling bercerita, sedangkan aku menunduk ke bawah namun terkadang melirik arah cowok itu. Terkesan dewasa dan ramah saat bercerita dengan Bapak.
"Ini anak saya, namanya Angga. Dia lulusan Kedokteran dari Universitas Indonesia."
"Salam kenal Pak." sahut Angga.
Lalu Angga tersenyum melihatku. Aku membalas dengan senyuman, tapi dengan sendirinya kembali diam. Aku tau dia terlihat baik, tapi sulit untuk membuka hati terlalu cepat.
"Jadi begini, apa benar nak Innez setuju dengan perkenalan anak kami? Kalau memang setuju, kita bisa menyatakan ini sebagai hubungan yang lebih serius."
Bapak memegang tanganku sambil tersenyum. Aku bisa merasakan apa yang dikatakan Bapak walau tanpa bicara.
"Iya Pak. Saya setuju." jawabku yakin.
Lalu, Ayah Angga dan Bapak berbicara mengenai selanjutnya terkait perjodohan ini. Tiba-tiba terdengar dari kejauhan suara motor yang melaju kencang. Semakin lama, semakin terdengar karena menuju ke rumah ini. Ayah Angga berbisik dengan wajah kesal yang terdengar jelas di telingaku.
"Akhirnya datang juga anak itu."
Belum sempat terpikirkan mengapa Ayah Angga terlihat kesal, dari arah pintu luar terdengar suara langkah kaki berat seakan memakai sepatu boots berjalan ke arah kami.
"Dari mana saja kamu, HAHH? Sudah dibilangin, cuman ñhari ini kamu nggak usah keluar kelayapan!" Bentak Ayah Angga.
Seketika suasana begitu canggung. Cowok itu terlihat berpakaian serba hitam sambil membawa helm bergaya balapan. Jaket kulit dengan kaos hitam, celana levis hitam dengan robekan di bagian lutut dan sesuai perkiraan, sepatu boots berat dengan nuansa hitam pekat. Aku terus melihatnya berdiri dengan posisi diam. Bukan karena pakaiannya yang serba hitam, tapi wajahnya yang membuatku terasa familiar. Entah pernah bertemu sebelumnya, tetapi sulit untuk tidak melihatnya seakan pernah berjumpa.
Tak berselang lama, kedua mata kami saling bertemu. Cukup membuatku terkejut, namun tak ada reaksi berlebih dari mimik wajahnya saat melihatku. Cowok itu langsung berjalan lurus tanpa berkata apapun.
"Aksa... AKSA!" teriak Ayah Angga.
"Maafkan anak kami Pak. Dia sebenarnya bukan anak yang seperti itu." sahut Ibu Angga.
Aku terus memikirkan, siapa cowok itu. aku yakin pernah bertemu sebelumnya. Dan benar saja, seketika itu juga terlintas di otakku kalau cowok itu adalah orang yang menabrakku dengan membawa bola futsal dengan temen-temen dajjal nya di koridor sekolah saat ijin ke toilet.
"Walaupun anak kedua kami orangnya sembrono, saya yakin nak Innez bisa mengubah perilaku Aksa." sambung Ayah Angga.
Tunggu... WHATTT!
***
Semoga terhibur yaa dengan ceritanya tadi...
Yang masih nunggu kelanjutannya, nanti hari Rabu ya akan di up kembali BAB 3A.
Support dan dukungan kalian melalui vote and komen sangat berarti ya temen2..
Btw, selamat sahur di hari pertama puasa.. See u ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPENTOK JODOH [ON GOING]
RomanceSINOPSIS!!! Tarisha Innez Pratiwi, siswi SMA yang memiliki perjalanan hidup yang mengharuskan dirinya menerima perjodohan dengan seorang cowok nakal bernama Dwi Aksa Byakta. Mereka satu sekolah dan satu angkatan, namun tidak mengenal satu sama lain...