BAB 3C : AKSA

241 161 155
                                    

Happy reading 👋

Sudah dua hari semenjak hari perpisahan, aku sibuk mendaftar untuk perkuliahan. Walau aku tau pernikahan diusiaku terlalu cepat, Bapak terus menyemangatiku untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin.

Tidak ada salahnya bukan seseorang yang sudah menikah nanti berkuliah? Mungkin circle pertemanan yang akan berubah. Mungkin...

"Siapa nih nelpon, cuma nomor?" gumamku.

"Lama amat. Lo sengaja kan?" bentak Aksa.

"Eh, cowok rese lo ya. Dari mana lo dapat nomor gue?"

"Lo...? Gue...? Wah... hebat banget kemajuan lo sekarang." ejek Aksa.

Dia pikir cuma dia aja apa yang boleh ngomong lo gue... Aku nggak boleh?

"Gue tanya sekali lagi, DAPET DARI MANA NOMOR GUE?"

"Kenapa lo nggak tanya aja sama orang tua lo."

Bapak? Masa?

"Udah, gue nggak ada waktu buat nunggu lamunan lo yang ngabisin waktu berharga gue. Gue nelpon lo karna mau ngajak lo ketemuan sebelum acara lamaran. Ada yang pengen gue omongin. Besok, di kafe X!"

"Denger ya, gue belum bilang setuju buat ketemuan besok. Gue sibuk." Sahutku.

"Nggak! Gue nggak menerima penolakan."

Telpon terputus.

GILAA NAPA INI ORANG!!! Bisa-bisanya ada spesies langka kek begituan di muka bumi. Dia pikir aku apaan, hah... seenaknya aja nyuruh-nyuruh.

"Innez... ada apa? Kok kayak orang ngamuk?" Bapak sambil mengetuk pintu.

"Nggak papa. Innez nggak kesurupan kok Pak."

Kalau dipikir-pikir, memang acara lamaran sudah di depan mata. Persiapan baju, semuanya. Hanya menghitung hari menuju acara. Siap nggak siap itu harus siap. Kadang terlintas dipikiran kalau-kalau aku ingin menolak dari sekarang dengan alasan belum siap, kira-kira dampak besar apa yang terjadi? Lucu juga. Tapi itu nggak mungkin kan? Yang kupunya sekarang cuma Bapak. Kalau Bapak bahagia, aku juga bahagia.

CAFE X~

"Ckk... jam berapa sekarang? Udah 2 menit waktu gue terbuang cuma buat nungguin lo di sini. Bisa menghargai waktu nggak sih?" kesal Aksa.

Tenang, sabar. SABARR INNEZ.

"Hehehe... sorry yii... guwi tadi ke toilet bintir" sambil tersenyum sinis.

"Haha hehe lo, buruan duduk!" Aksa membuang muka.

SABARR, ANAK BAPAK SABARR.

"To the point aja, gue punya pacar. Gue udah pacaran x tahun sama dia. Gue nggak bermaks..."

"Tunggu, tunggu! Lo punya pacar sedangkan lo itu mau merried. Lawakan apa lagi nih?!" potongku.

"Yaa lo dengerin dulu lah, main potong aja. Gue ngerti situasinya, tapi gue nggak bisa ngelepasin gitu aja. Dia cewek gue. Walaupun udah berstatus menikah, gue akan tetap pacaran sama dia."

HAHH!!!

"Tapi pacar lo tau kan kalo lo mau nikah sama orang lain?"

"Iya, dia tau. Dan dia fine. Makanya gue ngajak lo ke sini buat ngasih tau."

"Terus kalo keluarga lo tau? orang tua lo? Gimana?"

"Sampai saat ini, cuma temen-temen gue yang tau kalo gue punya pacar. Dan semuanya aman-aman aja. Sekarang, ada tambahan SATU orang lagi yang tau rahasia gue. Kalau sampai keluarga gue tau, artinya lo tau kan siapa yang ember?"

Aksa menatap tajam, lalu minum.

What. Jadi dia curigain aku?

"Gue bingung sama lo. Kita baru ketemu cuma beberapa kali. Bisa kehitung pakai jari. Tapi lo ngomongin sesuatu yang lo aja nggak yakin sama gue. Kenapa?" tanyaku heran.

"Gue cuma nggak mau kalo lo mikir gue aneh-aneh pas bareng ntar."

"Idihh, mikirin? Ge'er banget." sindirku.

"Intinya gue ngasih tau lo sekarang cuma buat antisipasi biar lo nggak kaget ke depannya. Oiya, satu lagi. Gue udah ngomong sama Bokap gue kalo setelah nikah, gue pengen punya rumah tersendiri di luar kota. Itu sebagai persyaratan gue mau nikah sama lo. Dan Bokap gue setuju."

"Hahh! Kok lo tiba-tiba gini. Nggak bisa! Gue punya orang tua satu-satunya di rumah. Kalau sampai gue ninggalin Bapak, lebih baik batalin aja semuanya."

Berdiri, lalu berjalan mengarah pintu luar.

Bodoh! Seharusnya aku udah tau kalo ngomong sama ni orang nggak ada benernya. Siapa yang egois? Nggak! Harus dibatalin!

"Dimas! Dia pacar lo kan? Atau lo udah putusin?"

"Apa? lo ngomong apa barusan?" Aku tersentak.

"Ke mana cowok lo? Ceweknya mau nikah maen kabur aja. Hahaa..." tawa Aksa.

"Eh lo jangan sembarang ngomong ya. Kalo nggak tau apa-apa nggak usah ikut campur." geramku.

"Lo pikirin baik-baik sebelumnya. Gue itu sebenernya ngasih lo solusi. Lo juga sayang kan sama si Dimas itu? Makanya gue pengen punya rumah sendiri nanti karna gue pengen bebas. Gue pengen punya waktu banyak sama cewek gue tanpa kekangan dari orang lain. Lo juga pengen ngabisin waktu banyak kan sama cowok lu? Gue bebas, lo juga bebas. Sama-sama untung. Jadi pikirin baik-baik omongan lo masalah 'mau ngebatalin' yang lo maksud."

Beberapa hari setelah ketemu dengan Aksa, pikiranku selalu kacau. Selalu memikirkan ucapannya. Apa boleh aku juga punya pendapat yang sama dengannya? Ingin memiliki semua yang aku mau tanpa memikirkan orang lain. Bahkan aku sempat iri dengannya karena begitu setia dengan pacarnya. Sedangkan aku? Payah.

Tiba-tiba Bapak mengetok pintu.

"Nak, ada Putri di luar."

Tumben.

"Astaga Nez, kenapa telpon gue kaga lu angkat sii... habis kuota lu?"

"Sorry, sorry... Hp aku lagi di charger. Emang kenapa Put?"

"Dimas. Lu nge blok nomor Dimas? Kemaren dia ke rumah gue cerita dan tanya gimana kabar lu. Ini gimana sii... lu putus gituh ama Dimas?"

Terpaku. Melihat Putri bertanya membuatku terpaku. Kenapa Dimas masih menanyakan kabarku? Bukankah aku sudah berbuat jahat dengannya, tapi masih bertanya kabarku???

"Kalo lu diem, berarti bener kan? Lu kenapa Nez... napa lu putus, hah? Dimas juga gue tanya malah diem mulu."

"Put, sebelumnya please jangan kasih tau Dimas kalo aku bentar lagi mau nikah."

Mata Putri seakan ingin keluar dari kelopak matanya. Badannya agak sedikit menjauh dariku.
Ya... ya... sudah kuduga.

"Lu kesurupan demit apaan?"

Mata Putri stay melotot.

***

Hi, thnks buat kalian yang udah baca sampai selesai. Dengan ini, maka selesai lah BAB 3. Setelah ini akan dilanjutkan dimulai BAB 4 🎉

Btw, jangan lupa meninggalkan rekam jejaknya ya. Biar jadi support sistem penulis...

See u again di hari Sabtu ya... ☺

KEPENTOK JODOH [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang