Mentari tak lagi malu menampakkan presensinya, menandakan pagi telah tiba. Hal itu juga yang membuat koridor SMA Cemara mulai ramai oleh suara sepatu yang beradu dengan lantai. Satu per satu murid memasuki kelas masing-masing. Tidak terkecuali Nanai, yang dengan langkah lambannya memasuki ruang kelas.
Ditatapnya sosok yang bangkunya berada di sudut ruangan. Tempat yang biasanya ditempati oleh murid-murid nakal. Lantas sepersekian detik kemudian matanya beralih pada sosok gadis yang baru saja memasuki ruang kelas, tepat satu menit setelah dirinya.
Menghela napas pasrah, Nanai tidak bisa abai begitu saja terhadap keduanya yang juga merupakan rivalnya itu. Hari ini tepat sepuluh hari setelah pelaksanaan olimpiade di mana perjuangan keras mereka selama dua bulan mendapatkan hasilnya.
"Nai, akhirnya lo berangkat juga setelah satu minggu nggak ada kabar. Turut berduka cita, ya, Nai." Leave yang tadinya setia berada di sebelah Kaira menghampirinya untuk mengucapkan kalimat berbela sungkawa.
Memang, selain pengumuman hasil olimpiade yang telah dijalani, hari ini pula tepat satu minggu setelah pemakaman sang ibunda. Perempuan yang telah merawatnya hingga sekarang itu, satu minggu yang lalu telah tutup usia. Setelah memberitahukan sebuah kenyataan yang sampai saat ini masih mengganjal dalam benaknya.
"Maaf, kemarin gue nggak bisa ikut hadir di pemakaman almarhumah Tante Desvia." lanjut Leave mengamati reaksi Nanai.
Namun, gadis itu hanya mengangguk sebagai tanggapan. Begitu juga ketika murid lain mengungkapkan hal yang sama. Ia belum sanggup untuk menanggapinya lebih lagi.
Nanai tahu, pernyataan-pernyataan itu hanyalah formalitas belaka. Apalagi dari sang hipokrit yang hanya setia ketika ia tengah bereuforia dan pergi kala duka melanda.
"Gue balik ke tempat gue dulu, ya!" Sadar akan kehadirannya yang tidak lagi diinginkan di tempat itu, Leave kembali. Kembali yang dimaksud adalah menyusul Kaira yang sekarang menjadi partner barunya.
Meski telah dimaafkan atas tindakannya bersekongkol dengan Kaira—yang berujung pada rusaknya hubungan bersama Nanai—kala itu, nyatanya kini semua tidak lagi sama. Nanai dan Maudy menghindarinya meski Leave telah mencoba menebus segalanya. Hingga tidak ingin ambil pusing, gadis itu jadi lebih sering bersama dengan Kaira yang menerimanya, juga sering membantunya. Walau tahu, gadis itu hanya akan memanfaatkannya.
Tahu akan ketidaksiapan Nanai menghadapi ujian hidup selanjutnya, Maudy meraih tangan Nanai di bawah meja sana. Digenggamnya dengan erat jari-jemari itu untuk menyalurkan kekuatan pada teman sebangkunya.
"Thanks," kata Nanai tulus yang berbarengan dengan hadirnya sang guru matematika. Menandakan jam pelajaran pertama siap dimulai.
***
Karena hari ini hasil olimpiade akan diterima, maka ketika jam istirahat tiba, seluruh peserta OSN perwakilan dari sekolah itu berkumpul dalam satu ruangan tanpa terkecuali. Mereka berniat menyaksikan hasil dari kerja keras mereka selama ini bersama, dengan tujuan yang berbeda.
Ada yang ingin menunjukkan presensinya untuk diketahui dunia, ada yang ingin disaksikan sebagai sang juara, ada yang melakukannya untuk solidaritas antara kawan dan lawan. Namun, ada pula yang hanya ikut-ikutan belaka. Untuk opsi terakhir lebih mendominasi karena tahu, hasil yang mereka peroleh tidak sebaik kawan lainnya.
Detik-detik berlalu dengan begitu lambanya. Penantian mereka seakan terasa lama, apalagi ketika laman semula sudah dapat dibuka dan menunjukkan siapa sang juara, mendadak tidak bisa diakses. Beberapa mendesah kecewa, tetapi tidak dengan para guru pembimbing yang juga berada di ruangan itu.
"Mungkin ada dari pusat sedang ada kendala jaringan, jadi belum bisa diakses secara menyeluruh. Akan tetapi, di sini, kita semua sudah tahu bahwa salah satu perwakilan SMA Cemara telah membawa nama baik sekolah dengan menjadi Sang Juara." Pak Baskara menjeda perkataannya sejenak. Matanya menelisik, mencari sosok yang beberapa detik lalu namanya menjadi yang teratas di antara lainnya. "Dean, sini!" panggilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reswara (END)
Ficção AdolescenteMemiliki kadar otak di atas rata-rata menimbulkan rasa bangga terhadap diri sendiri. Keinginan untuk terus menjadi yang teratas akan selalu hadir, memancing munculnya persaingan di antara manusia-manusia pintar yang tidak dapat dimengerti. Berbagai...