Chapter 1

8.7K 381 34
                                    

"Bukankah ini masih terlalu pagi untuk pergi ke sekolah?"

Suara bariton seorang pria berhasil menghentikan langkah seorang gadis berponi. Gadis itu hanya menoleh sekilas, menatap sang Ayah juga saudarinya yang tengah duduk manis menikmati sarapan pagi. Tak lupa seorang wanita beserta anak-anaknya yang ikut bergabung dalam ritual sarapan itu.

Pemandangan yang cukup memuakkan!

"Satu tempat dengan mereka?" ucap Lisa seraya menatap orang-orang yang sejak pertama hadir dalam hidupnya sungguh begitu ia benci.

Hela nafas terdengar dari bibir Seojoon. Ia menatap lirih punggung putrinya yang perlahan menjauh. Sudah empat tahun, namun tak ada sedikit pun yang berubah. Semakin hari putri-putrinya justru semakin sulit ia gapai.

"Kau lihat Appa? Kami bahkan tidak sudi satu atap dengan mereka."

Kini giliran putri keduanya yang bersuara, ikut beranjak lalu bergegas pergi meninggalkan ruang makan.

Bukan kali pertama kekacauan ini terjadi. Berniat ingin menyatukan ketujuh putrinya. Namun justru kejadian tak mengenakan ini kembali terjadi.

"Aku selesai, aku akan berangkat." ucap gadis berambut blonde lalu meraih tas punggung juga almamaternya. Tak lupa ia mengecup sekilas pipi sang kakak sulung sebelum berangkat. Kebiasaan yang sejak dulu mereka lakukan saat sang Ibu masih hidup. Rosè juga mengecup singkat pipi sang Ayah. Meski banyak kekecewaan yang sudah pria itu lakukan padanya, namun ia tetap menghormati Seojoon sebagai Ayahnya.

Tersisa sang putri sulung keluarga Park, bersama wanita dan tiga orang gadis lain di sana. Seojoon menatap sejenak pada putri sulungnya. Di bandingkan putrinya yang lain, Jisoo adalah orang yang paling tenang.

"Jisoo-ya...."

"Jangan meminta hal yang lebih dari ini Appa. Aku masih menghormatimu sebagai Ayahku, juga wanita yang sekarang menjadi istrimu. Seharusnya kau sadar jika tindakanmu menyakiti adik-adikku."

Jisoo bangkit lalu pergi dari sana.

Untuk pertama kalinya, ucapan yang terasa begitu menghantam hati Seojoon itu keluar dari bibir putri kandungnya. Apa yang ia impikan sejak dulu, pada kenyataannya justru membuat hubungannya dengan sang anak terus memburuk. Bukan ini yang Seojoon inginkan, keputusan yang sudah ia ambil tak lain hanya demi kebahagiaan putri-putrinya. Namun tampaknya Seojoon tak menyadari, kehadiran anggota baru dalam kehidupan keluarga Park bukanlah keinginan ke empat putri kandungnya.

"Mianhae kembali mengacaukannya."

Park Minyoung, wanita baik yang Seojoon pilih untuk menggantikan peran istri sekaligus Ibu untuk keluarga Park. Minyoung bukan berasal dari keluarga kalangan atas, ia hanya wanita biasa yang hidup bersama ketiga putrinya dalam kesederhanaan.

Seojoon tak pernah memandang Minyoung karna status sosialnya. Ia menikahi Minyoung karna menurutnya wanita itu mampu menjadi Ibu untuk ke empat putrinya.

Pernikahan mereka sudah berlangsung empat tahun. Selama itu pula ke empat gadis Park tak pernah menerima keberadaan Minyoung. Hanya tatapan kebencian yang selalu mereka tunjukkan pada Minyoung dan ketiga putri Minyoung.

"Eomma, Yerim ingin susu."

Di antara mereka, hanya satu gadis yang merasa seolah tak terjadi apapun. Gadis itu hanya sibuk dengan sarapan di hadapannya. Bahkan makanan tampak berceceran di lantai karna ia memaksa untuk memakan makanannya sendiri.

"Yerim ingin susu? Biar Appa ambilkan eoh."

Kedua mata gadis itu tampak berbinar. Ia tersenyum seraya menerima satu gelas susu coklat yang di berikan sang Ayah.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang