CH = 11. a

3.6K 403 6
                                    




FRIENDZONE

Bagian -- 11

Warning ⚠️⚠️ BXB, BOYSLOVE.
===== NO-REN-MIN=====

🌿


🌿


🌿

Jeno masih berusia enam tahun saat ayahnya, Lee Donghae menikah dengan Yoona, ibu Jaemin yang telah bercerai dengan suaminya empat tahun lalu. Meskipun ia tidak menyukai wanita itu menjadi ibu sambungnya, namun Jeno bukanlah anak kecil yang akan menangis dan merajuk karena sang ayah menikah lagi.

Anak itu telah tumbuh menghadapi kerasnya hidup dari sang ayah yang ditaktor. Donghae pria kasar, tampramental yang bahkan tidak segan memukuli Jeno kecil dengan tongkat bisbol, bila tidak menurut atau melakukan kesalahan yang kecil sekalipun. Lahir dalam keluarga mafia, membuatnya harus menghabiskan masa kecilnya dengan hal-hal mengerikan, dituntut menjadi sempurna, dipaksa tak berperasaan, dibuat menjadi kuat demi dapat mewarisi dunia bawah milik keluarganya.

Jeno hanya hidup sendirian selama ini, benar-benar sendiri! Dalam artian dia tidak memiliki seseorang yang bisa membuatnya membuka diri. Hingga saat usianya 6 tahun ia bertemu dengan Na Jaemin, calon saudara tirinya. Yang usianya tak jauh berbeda, Jaemin hanya beda beberapa bulan darinya.

Tidak seperti dirinya yang tumbuh di tengah-tengah iblis keji, jaemin adalah permata yang dicintai dua keluarga. Dia bak seorang pangeran yang mendapatkan kasih sayang dari berbagai sisi, mereka memberikan perhatian lebih padanya. Jaemin kecil adalah anak yang pendiam dan sedikit jahil.

Pernah Jeno iri melihat hidup Na Jaemin yang sempurna, bahkan pernah sangat membencinya karena merasa tidak adil dengan kondisi keduanya yang jauh berbeda. Namun rasa itu menghilang setelah ia melihat perbuatan gila Jaemin, dan disitu Jeno tahu bahwa Jaemin tidaklah sesempurna yang ia bayangkan, anak ini memiliki kepribadian yang menakutkan dibalik senyum jahilnya.

Dimana hari itu ia memergoki Jaemin kecil yang sedang menyuntikkan sesuatu pada anjing milik ibunya, yang tidak lama setelah itu anjingnya mendadak kejang-kejang lalu mulutnya mengeluarkan busa putih, dan mati.

Tidak ada teriakan ketakutan apalagi raut terkejut diwajah Jeno kecil, dia hanya menatap Jaemin bingung lalu bertanya, "kenapa kau membunuhnya?"

Tanpa rasa bersalah Jaemin hanya mengedikkan bahunya acuh dan menjawab, "itu karena dia berisik! Aku sudah menyuruhnya diam karena aku ingin membuat tugas sekolah disini! Tapi dia tidak mau, jadi aku harus membantunya untuk diam."

Jeno telah menyaksikan banyak hal jahat karena lingkungan hidupnya dulu, jadi dia tidak heran, yang membingungkan adalah Jaemin, dari mana anak ini mengetahui hal-hal keji semacam ini, sedangkan dia tumbuh di tengah-tengah keluarga harmonis.

Setelah kejadian hari itu keduanya menjadi dekat, Jeno merasa memiliki seseorang yang sama dengannya dan Jaemin juga merasakan hal yang sama, bertemu dengan mereka yang menerima keanehanmu dan tidak ketakutan akan itu, adalah hal yang bagus.

Keduanya akrab dan tak terpisahkan, di mana ada Jaemin di situ ada Jeno. Tak memiliki hubungan darah, tapi hubungan mereka seakan adalah saudara kembar. Bahkan saat mereka memasuki sekolah dasar, hal itu masih berjalan sampai tidak ada anak lain yang berani bermain dengan mereka, aura intimidasi yang terlalu kuat dari keduanya membuat anak-anak lain agak enggan berteman dengan mereka.

Hanya Renjun satu-satunya anak di sekolah itu yang berani mengajak dua anak dingin itu bicara dan bermain bersama mereka. Renjun sendiri adalah tetangga Jaemin yang baru pindah sebulan lalu sebelum masuk sekolah, dia anak yang ceria dan super aktif hingga cepat memiliki banyak teman walaupun baru pindah kemari.

Awal kemunculan Renjun yang mencoba mendekati mereka, Jeno dan Jaemin sempat merasa risih, mereka sering mengusirnya agar menjauh, dan mengabaikan keberadaannya. Namun bukan Renjun namanya jika tidak keras kepala dia tidak menyerah dan terus menerus mengintili kemana duo J itu berada. Karena sudah muak dengan tingkah Renjun, mereka hanya membiarkan anak itu melakukan apa yang dia mau.

Dan entah sejak kapan, keduanya mulai terbiasa dengan kehadiran Renjun. Merasa aneh saat tak mendengar ocehan si kecil itu. Hal itu terus berlanjut hingga mereka sudah sebesar ini..

Dimana sekarang, di meja makan ini ocehan Renjun-lah yang mendominasi. Jeno dan Jaemin sesekali tersenyum tipis mendengar cerita dari si manis, sedangkan satu-satunya wanita di sana hanya terkekeh geli menanggapi, "eomma tahu? Heechan bodoh itu terus berdebat dengan ku soal ayam, aku sudah bilang bahwa ayam itu berasal dari telur, jadi telur lah yang lebih dulu. Tapi anak itu malah menyebutku bodoh dan membantah bahwa ayam lah yang lebih dulu karena telur berasal dari ayam! Jadi pada akhirnya kami memutuskan untuk bertanya pada Karina."

"Lalu apa yang Karina katakan?" Tanya Yoona.

"Kami berdua yang bodoh karena memperdebatkan hal itu," jawab Renjun kesal. Yang mengundang tawa dari ketiganya.

Dengan gemas Yoona mencubit pelan pipi renjun lalu berkata, "kau ini ada-ada saja. Tapi menurut eomma ada orang yang lebih bodoh darimu dan Heechan!"

"Siapa?"

"Hh … orang yang menolak undangan bekerja di American Hospital of Paris," ujar sang wanita prihatin.

"American Hospital.. of Paris? yang diakui oleh badan akreditasi independen Amerika?.. The Joint Commission (TJC)?" Kaget Renjun heboh. Sang wanita mengangguk membenarkan tebakannya. "Orang idiot mana yang menolak kesempatan sebesar ini? Wah.. Ck aku yakin dia pasti tidak memiliki masa depan di hidupnya."

Jeno melirik sekilas pada Jaemin yang masih terlihat tenang dengan makanannya, ia tahu betul siapa yang dimaksud oleh Yoona. Jaemin mendapatkan undangan itu dua bulan yang lalu, namun pria itu menolaknya dengan alasan masih belum cukup mampu mendapatkan tanggungjawab sebesar itu. Walaupun Jeno tahu bukan itu alasan sesungguhnya, Jaemin hanya tidak mau rencana yang telah mereka susun tertunda karena ini.

"Dia memang tidak punya masa depan," sindir Yoona dengan tatapan sinis yang dilayangkan pada Jaemin.

"Masa depan bukan hanya tentang seberapa besar gelar yang kau dapatkan, tapi kemana arah tujuan hidupmu sebenarnya!" Jaemin menimpali dengan tenang, "eomma pernah mendengar tentang ini?"

"Tentu? Aku pernah mendengarnya. Tapi nak kau melupakan satu hal, gelar adalah kesempatan, dan tujuan adalah finish! Tanpa kesempatan kau tidak akan pernah mencapai akhir."

Berbeda dengan Renjun yang terdiam bingung, Jeno malah tersenyum miring melihat drama ibu dan anak ini. Kata-kata sarkas yang mereka lontarkan akan membuat bingung bagi mereka yang tidak mengerti, namun Jeno tahu bahwa ini bukan lagi soal pekerjaan yang baru saja mereka bahas tadi.

—-------—

FRIENDZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang