01. anak asuhan

10.4K 1.1K 53
                                    

;

The Nanny!

;


Akhir pekan. Waktu dimana sebagian besar para pekerja mendapat kebebasan. Sehari selalu dimanfaatkan, melepas penat dengan berjalan-jalan ataupun hanya sekedar bercengkrama dengan keluarga. Sayangnya, Jeno berbeda. Libur hanyalah wacana. Sehari tak bekerja sama dengan menambah tumpukan kertas lain di atas meja.

Barulah diminggu ketiga bulan April, untuk pertama kalinya Jeno menunda pekerjaan dengan sengaja. Hari ini, tepat di kafe langganan, Jeno tengah bercengkrama. Tentu saja dengan Jaemin, satu-satunya sahabat yang sudah kebal dengan si workaholic bermuka datar.

"Aku tak tahu kenapa kau sangat bersikeras menawarkan seorang pengasuh, Na."

Setelah percakapan di pesta minggu lalu, Jaemin tak henti-hentinya membicarakan perihal Nanny. Tak pernah absen memanggil Jeno setiap pagi dan sore hari. Pernah mencoba diabaikan sekali, namun si teman makin menjadi. Jaemin mengalihkan targetnya pada telepon kantor, membuat semua panggilan penting yang masuk terhambat hanya karna ia tak mau menutup sebelum Jeno berjanji akan mengangkat.

Jadilah mau tidak mau Jeno menurut. Dibayang-bayangi teror sungguh tak akan baik untuk kesehatan. Jika setiap hari menepuk dada, lama-lama organ di dalamnya berhenti beroperasi juga. Oh tidak! terimakasih.

"Karna aku ingin membantumu, tentu saja!" Jaemin memberikan jawaban yang sama tiap kali Jeno bertanya.

Sebelum menimpali, Jeno memasukan kentang goreng ke mulutnya. "Maksudku, kenapa harus Nanny disaat semua bodyguard pun tak mampu mengurusnya,"

"Sekali ini saja percayalah padaku. Aku jamin kau takan menyesal, No!" ujar Jaemin.

Iba. Satu rasa yang selalu mengganjal di hati Jaemin. Tak kuasa melihat hubungan ayah dan anak yang seharusnya hangat, belum lagi disembunyikan hanya demi nama baik keluarga. Pancaran kasih sayang selalu tergambar jelas dimata, hanya saja Jeno tak terlalu pandai bermain kata. Semua percakapan selalu berujung antagonisme.

Jeno menarik sebelah alis. "Kau tampak sangat optimis sekali, Na,"

"Tentu saja, teman istriku pasti mampu mengurusnya. Mau bertaruh?" ucapannya disertai dengan seringai menyebalkan.

Dengan cepat Jeno menjawab,  "Tidak,"

Jeno tak ingin lagi bertaruh. Sebenarnya ia benci mengakui, tapi Jaemin memang sangat pandai dalam bermain intuisi. Sebagian besar taruhan pasti selalu dimenangkan, membuat Jeno menyesali keputusannya semalaman.

Jaemin hanya bisa berdecak, "Yah, tak asik!"

"Ingat umur!" elaknya.

"Aku kan—oh! Itu dia!"

Jaemin menunjuk seseorang yang baru saja masuk ke dalam kafe. 

Kemeja strip kebesaran dipadukan dengan jeans hitam, rambut legam agak panjangnya ditata rapi, juga make-up tipis yang diaplikasikan dengan baik menambah kesan dewasa pada diri sahabat istrinya itu. Untung saja ide untuk menunda minum menjadi pilihan tepat, jika tidak pasti sudah menyembur kemana-mana.

Kaget, tentu saja. Si urakan yang mendeklarasikan dirinya TOP, Dominan tulen, ataupun berdandan sampai akhir hayat kini menjilat ludahnya sendiri. Entah setan apa yang merasukinya, Jaemin enggan mengetahui.

"Haechan-ah!" panggil Jaemin. "lama tak berjumpa."

"Hai, Na!" Haechan membalas dengan pelukan singkat. Melihat seseorang di sebrang meja, Haechan lantas membungkuk sopan. "Halo, anda pasti tuan Lee Jeno."

THE NANNY [Nohyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang