06. ancaman haechan

8.3K 1K 24
                                    

;

The Nanny

;

Detak jantung kembali normal, tangan pun sudah tak berkeringat. Kelegaan mengusap semua sendi yang sempat kaku karna tegang. Jeno menarik napas pelan. Dua rasa terbagi sama besar, bangga dan sesal. Bangga, sebab mengetahui sang anak bukanlah pribadi kejam, dan Jeno menyesal telah berburuk sangka diawal.

Jeno memutar tubuh, bersiap untuk pergi sebelum Haechan dan Jisung keluar.

"Kebimbangan hanya akan membuat anda celaka, Jeno-ssi."

Perkataan Haechan seketika membuat Jeno berhenti. Akhir-akhir ini benak dengan rajin memberikan sentilan kecil, sudah seharusnya perubahan dilakukan. Sudah cukup enam belas tahun terbuang.

Tangan mengepal keras. Permulaan akan menjadi fase terberat. Kendati demikian, seandainya tak kunjung memulai, waktu pun pasti enggan menuntun pada kebahagiaan. Jeno bukan remaja belasan lagi. Pelajaran hidup yang telah terlewati pasti akan membantu menguatkan untuk tidak menyerah ditengah jalan.

Jeno harus bergerak maju. Karna apa yang dimulai, haruslah diselesaikan.

"Pak Jeno?"

Jeno memfokuskan pandangan pada sumber suara. Sementara sibuk dengan berbagai pikiran, dirinya sama sekali tak menyadari jika Haechan telah keluar bersama Jisung yang mengekor di belakang.

"Sudah selesai?" tanya Jeno, berusaha mengabaikan jantung yang bertalu cepat didada.

"Sudah," jawab Haechan singkat seraya bergeser beberapa langkah dari hadapan Jeno.

Jeno mengambil langkah mantap sebelum berhenti di depan Jisung. "Kerja bagus. Aku bangga padamu," ujarnya dengan tangan kanan yang mengacak pelan rambut Jisung.

Dengan cepat pula Jeno berbalik, "Sudah gelap, sebaiknya kita segera pulang," ajaknya.

Melihat adegan kaku tersebut, rasanya Haechan ingin tertawa sekeras mungkin. Gerakan robot masih kalah bagus jika dibandingkan dengan Jeno.

Akan tetapi, saat melihat reaksi Jisung dengan kedua sudut pipi yang berkedut, pandangan Haechan melembut.

"Apa Pak tua itu sudah tak waras?" tanya Jisung.

Haechan mengendikkan bahu, "Entahlah, mungkin tadi terbentur sesuatu," jawabnya,"ayo pergi. Kurasa dia pasti sudah sampai di parkiran."

Jisung mengikuti dengan langkah pelan. Baru saja kemarin mencibir teman sekelas yang mengatakan bahwa hidup itu penuh kejutan, esoknya Jisung dibuat tercengang. Berkelahi, dapat Ibu dadakan, hingga pujian yang selama ini hati kecilnya inginkan.

Mengira semua hanyalah mimpi, Jisung mencubil pinggangnya.

Sakit. Berati bukan mimpi.

Ekspresi Jisung seketika kembali datar. Tak mungkin rasanya Jeno tiba-tiba bersikap baik. Pasti ada yang disembunyikan. Pasti. Otak kecilnya kini tengah berusaha keras mencari petunjuk.

Perkenalkan. Saya Lee Haechan, Ibu Jisung.”

Tch!” Jisung mendengus.

Ternyata menjadi Nanny hanyalah kamuflase. Dari awal Haechan memang berniat masuk ke dalam hidup Jisung. Haechan ingin menjadi istri Jeno. Dan dirinya yakin, si Pak Tua akan setuju asalkan wanita atau submissive manapun bisa mengambil hati Jisung. Ya, bukan sekali dua kali hal ini terjadi.

Oh, maaf saja. Jisung tidak ada niatan untuk mempunyai seorang Ibu.

Alih-alih mengikuti kedua orang dewasa untuk pulang, Jisung memilih membawa motornya pergi dari halaman sekolah. Rumah, bagi Jisung akan selalu menjadi apartemen RedHouse, tak ada yang lain.

THE NANNY [Nohyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang