Terik matahari musim panas seolah membuat jalanan aspal itu memuai. Beberapa anak berseragam sekolah mengerumuni mesin minuman di toko-toko pinggir jalan.'Wus..'.
Seorang gadis mengayuh sepedanya dengan cepat membuatnya meluncur kencang. Rambut kuncir kudanya ikut terangkat.
Seorang anak laki-laki tersenyum dibalik etalase kaca sebuah kedai. Melihat gadis berseragam sekolah memarkirkan sepedanya di toko kue seberang jalan. Hafal benar jam berapa tetangganya itu pulang sekolah.
"Jungkook-a.. pekerjaanmu belum beres".
Anak laki-laki tersebut tak mempedulikan teriakan dari wanita paruh baya itu. Meletakkan nampan di meja pelanggan dengan asal. Kebiasaannya yang juga sudah dihafal oleh mereka. Kalau sudah begitu, wanita itu setiap kali yang akan meminta maaf meski hal itu tak selalu menjadi masalah.
Jungkook sudah berdiri di depan toko kue itu. Tak lebih dari 5 menit gadis yang ditunggunya keluar dengan beberapa kotak kue ditangannya. Anak laki-laki berusia 16 tahun itu dengan sigap membantu menyusun ke keranjang sepeda. Sesaat mereka saling pandang dan tersenyum. Kue itu pesanan beberapa pelanggan.
"Jieun-a.. hati-hati di jalan".
Ibu Jieun berteriak dari dalam toko.
Seperti biasa Jungkook yang akan menemaninya mengantarkan kue. Setelah semua siap Jieun hanya tinggal membonceng.Sepeda pun mulai meluncur di jalanan. Pukulan mendarat dipunggung setiap kali Jungkook mempercepat kayuhan sepedanya. Itu membuatnya tersenyum. Ia memang sengaja melakukannya.
Satu per satu kotak kue sudah sampai ditangan pelanggan."Gamsahamnida~".
Gadis itu sedikit membungkuk menerima uang pembayaran. Itu kotak terakhir yang mereka antarkan.
Jungkook menerima sebotol minuman yang diberikan Jieun. Ia tersenyum dan gadis itu hanya mengangguk.
"Kamu kabur lagi dari halmoni?".
Jieun duduk disebelah Jungkook. Ia menggeleng tapi gadis itu menatapnya.
"Geo-jit-mal..".
Tentu saja Jieun tahu jika Jungkook berbohong. Hanya cengiran itu yang ditunjukannya jika ketahuan.
"Jangan mengulanginya.. arraseo?".
Jungkook mengangguk. Sesaat gadis itu mengusap kepala anak laki-laki itu. Menganggapnya sudah seperti adiknya sendiri.
"Hanya kau yang dimiliki halmoni", ucap Jieun lirih. Jungkook mengusap dadanya membentuk lingkaran. Itu artinya ia meminta maaf. Sorot matanya begitu tulus. Gadis itu hanya mengangguk.
Semilir angin menemani mereka menikmati panorama alam yang indah. Duduk di bangku bawah pohon rindang. Hamparan pepohonan hijau dan gedung di perkotaan yang tampak kecil. Di daerah perbukitan itulah mereka tinggal.
Jieun menatap lurus kedepan. Rasanya ada bagian dadanya yang perih. Kenyataannya anak laki-laki itu tak dapat berbicara. Terkadang Jieun ingin menyampaikan banyak hal tapi tak semua bahasa isyarat dipahaminya. Ia tak yakin semua maksudnya bisa dimengerti. Anak itu tak memiliki teman. Sudah pasti merasa kesepian.
Ingat saat itu beberapa tahun yang lalu seorang wanita paruh baya dengan cucunya mulai tinggal diseberang rumahnya. Anak laki-laki berusia 10 tahun itu mulai mengikutinya. Ya.. anak itu adalah Jeon Jungkook.
. . .
Jungkook menempelkan wajahnya kekaca etalase. Belum tampak tanda-tanda gadis yang ditunggunya itu. 'Ini aneh tak seperti biasanya', kata itu yang ada dipikirannya.