35.5

225 45 4
                                    

Maaf kalo ada yg typo
.
.
.
.
.

Waka membuka matanya, tubuhnya kaku hampir tak bisa bergerak... Selang pernafasan terpasang tidak nyaman di hidungnya. Langit-langit putih dan bau anastesi begitu pekat membuatnya sadar bahwa ia ada di rumah sakit

'Kenapa aku disini?? Apa yang terjadi??' batinnya tak mengerti

Hingga waka merasakan sesuatu... Perutnya terasa hampa... Tak ada jiwa didalamnya... Perasaan takut menjalar diseluruh tubuhnya hingga bulu kuduknya meremang, seorang suster yg kebetulan berada di dalam ruangan terkejut melihat pasien yg tertidur hampir seminggu lamanya membuka mata, dengan segera ia memanggil dokter

Dokter memeriksa seluruh kondisi waka seteliti mungkin, mulai membuka selang pernafasan dan beberapa alat bantu. Tubuh wakasa mulai terasa ngilu dan linu... Penuh rasa sakit... Terutama perutnya

"Dokter.... " ucap wakasa pelan karena suaranya serak, seminggu tak dialiri air. Dokter mengalihkan perhatian nya dan menatap wakasa

"Mereka yg bersamaku... " tambahnya

"Mereka semua selamat... Kau yang paling parah karena terjepit di mobil" jelas dokter

"A.... Anak... Anakku??" tanya wakasa dengan suara bergetar takut, ia tahu... Tapi hanya ingin kepastian dan harapan...

"Maaf... " jawab sang dokter singkat dan terdengar menyesal, hanya 1 kata tapi memperjelas semuanya

Tangan wakasa yg terkulai dan dihiasi perban sisa kecelakaan terangkat lemah untuk menyentuh perutnya.... Kosong... Mata wakasa berkaca-kaca dan ia menggigit bibir bawahnya agar tak terdengar isak tangis... Dia tak akan menangis... Setidaknya tidak didepan orang lain. Dokter yg mengerti mohon undur diri meninggalkan wakasa sendiri, namun belum sempat waka menumpahkan air matanya pintu kembali terbuka menampilkan Shin yg duduk dikursi roda dengan benkei mendorongnya

"Ushi.... Syukurlah... Kau sadar... Aku sangat takut" jelas shin dengan suara penuh kecemasan... Takut kehilangan... Ia telah ditinggalkan orang-orang yg ia cintai... Dan kini saat ia sudah kuat... Ia tak ingin kehilangan lagi

Wakasa tak menjawab dan tetap diam... Ia takut jika membuka suara, air matanya akan tumpah. Shin mendekat dan menyadari bahwa wakasa sudah tahu... Ruangan hening dalam keadaan yg kelam selama beberapa menit

"Maafkan a... "

"Jangan minta maaf" potong wakasa dengan suara tegas walau wajahnya menampilkan raut penuh kehilangan

"Tapi... "

"Kenapa minta maaf??" potongnya lagi

"Aku.... Orang tua yang buruk" lirih shin dengan air mata bening menuruni pipinya

"Kita... " ralat wakasa

"Kita orang tua yang buruk"

"Kau tidak salah!!! Ini semua karena aku!!! Aku yang keluarga sano ini menyeretmu yang tak ada hubungannya... Harusnya aku tahu.... Harusnya aku sadar.... Karena itu maafkan a.. "

.

.

PLAAAKK!!!

.

.

Tamparan pelan namun sarat akan makna wakasa berikan pada shin

"Berhenti menyalahkan diri sendiri!!! Kenapa kau jadi lembek begini?? Kenapa kau bilang aku tak ada hubungannya??" kesal wakasa dengan suara meninggi tapi matanya menangis

"Dari awal aku tahu konsekuensi bersamamu!! Aku tahu tembok seperti apa yang menunggu kita!! Aku tahu seburuk apa ibu tirimu!!! AKU TAHU!!! AKU TAHU TAPI AKU TETAP MEMILIH BERSAMAMU!!!" Jerit wakasa yg berbaring menarik kerah shin yg duduk di kursi roda

"Jangan tiba-tiba menyebutku tak ada hubungannya... Jangan tiba-tiba menganggapku orang luar.... Hiks... Padahal kau bilang akan melamarku.... Aku juga salah karena tak waspada... Hiks... Karena itu... Kita orang tua yang buruk..." kesal wakasa... Kesal pada shin... Dan pada dirinya sendiri...

"Aku berjanji.... Akan menangkap nya... Hingga saat itu tiba... Kumohon tetap kuat disisiku..." lirih shin tak kuasa menahan kecemasanya... Ia menggenggam tangan Wakasa dengan kedua tangannya, menangkupnya dengan seluruh jarinya... Menyalurkan kehangatan dan keinginan... Shin tak ingin ditinggalkan... Wakasa mengangguk... Ini jalan yg ia pilih... Ia tak akan lari ataupun mundur

"Semua akan baik-baik saja... " bisik wakasa menenangkan shin yg masih menyalahkan dirinya sendiri... Walau itu artinya... Ia menipu diri sendiri

"Tuan sano.... Dokter mencari-cari anda untuk pemeriksaaan rutin" seorang suster memasuki ruangan setelah mengetuk pelan, shin menatap wakasa... enggan untuk pergi tapi waka justru menyuruhnya pergi... Shin meninggalkan ruangan dengan suster yg mendorong kursi rodanya... Sesekali ia menoleh kebelakang berharap kekasihnya menghentikannya

Setelah shin keluar dan pintu tertutup benkei yg sejak tadi hanya duduk tanpa suara mendekati ranjang tempat wakasa berbaring

"Apa kau yakin baik-baik saja??" tanya benkei retorik... Ia tahu perasaan wakasa... Dibandingkan dengan shin... Ia jauh lebih lama bersama wakasa... Mereka partner

"Mana mungkin kan... Hiks... "

"Mana mungkin... Aku baik-baik saja... Hiks... Aku kehilangan anakku" tangis wakasa akhirnya tumpah... Ia menutup wajahnya dengan 1 lengannya dan tangan lainnya memukul mukul ranjangnya berkali-kali... Kesal... menangis pilu... Mengeluarkan segala yg sudah ia tahan

"Aku ini seorang beta!! Hiks... Aku sulit hamil... Hiks... Tapi... Aku malah kehilangannya... Huhu"

"Tapi aku... Hiks... tak boleh menangis seperti ini... Dihadapan shin... Ia bisa sangat terpuruk... Hiks... Dan menyalahkan dirinya... "

"Tapi secara tak langsung ini memang kesalahan yg diakibatkan konflik internal mereka" sahut benkei... Bukan bermaksud menyalahkan shin atau wakasa

"Terus apa?? Aku harus menyalahkan siapa?? keluarganya?? Ibu tirinya?? Situasinya?? Tuhan sekalipun?? Anakku yg telah gugur tak akan kembali"

"Sekarang aku harus menatap kedepan dan tetap bersamanya"
.
.
.
.
.

TBC
Kritik dan voment dipersilahkan

Kok pendek?? Namanya juga chapter bonus :'v cerita ini ngak bisa thor masukin ke cerita utama sih...

à contre-courantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang